"Berhenti! Aku mohon!" teriak seorang gadis saat empat pria tiba-tiba datang ke rumah sederhananya dan mengacaukan semuanya.
Pria-pria itu tak mempedulikan teriakan Serena dan tetap menendang, membanting apapun yang ada di rumah Serena. Setelah puas mengobrak-abrik, salah satu dari mereka mendekati Serena dengan tatapan mengancam. "Aku peringatkan sekali lagi padamu. Kau harus segera melunasi hutangmu! Kami akan kembali besok, dan kau harus sudah menyiapkan uang sepuluh juta dolar!" "Camkan itu!" teriak si pria lagi. Menendang kursi kayu milik Serena dengan keras sebelum pergi. Serena luruh ke lantai. Ia terisak pilu saat matanya mengedar memandangi ruang tamunya sudah tak berbentuk. Semuanya berantakan. Banyak barangnya yang rusak. Uang sepuluh juta dolar. Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Serena baru saja kehilangan ayah tirinya. Ia bahkan belum mendapatkan waktu untuk berduka, di saat orang-orang asing itu mendadak datang dan menagih hutang padanya. Ia tak merasa pernah berhutang pada mereka. Tapi saat mereka menyebut nama ibu Serena. Maka tahulah ia kalau ibunyalah yang telah meminjam uang pada mereka. Dan kini ibunya pergi entah ke mana dengan membawa harta keluarga yang tersisa. Setelah cukup lama terdiam dalam kesedihan. Serena bangkit berdiri, kedua tangannya sibuk mengusap jejak air mata di pipinya yang mulai mengering. "Ya. Aku tidak boleh diam saja. Aku harus berangkat kerja sekarang. Mengumpulkan uang untuk melunasi hutang," ucap Serena pada dirinya sendiri, memberikan kekuatan lewat kata-katanya. Sekarang hanya tinggal dirinya sendiri yang bisa Serena andalkan. Ia tidak memiliki siapa pun lagi. Ia tidak boleh menyerah karena hidupnya masih panjang. Serena berderap ke kamar mandi, bersiap berangkat bekerja. Sedang, ia akan membiarkan rumahnya dalam keadaan berantakan untuk sementara. Setelah mandi dan memakai seragamnya. Serena mengambil tas kecilnya yang berisi ponsel, dan uang lima dolarnya yang berharga. Meski, hanya sedikit, setidaknya lima dolar bisa ia belikan roti di saat nanti ia lapar. Dengan cepat Serena melangkahkan kakinya menuju club tempatnya bekerja setelah mengunci pintu rumahnya. Melalui jalanan yang lengang dan dihiasi lampu berpendar terang di setiap sisinya. Sekarang sudah jam tujuh malam, Serena harus bergegas sebelum terlambat. Perlu waktu lima belas menit untuk sampai ke club. Di tengah perjalanan. Serena merasakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Namun, ketika ia menoleh untuk melihat siapa itu. Ia tak mendapati seorang pun di sana. Tiba-tiba Serena dihinggapi ketakutan yang luar biasa. Ia takut jika orang-orang brutal tadi masih mengikutinya dan berniat jahat padanya. Maka, Serena mempercepat langkahnya sambil sesekali menoleh ke belakang untuk memeriksa. Sialnya, karena kurang hati-hati, kaki Serena terantuk batu. Ia jatuh dengan wajahnya terlebih dahulu menyentuh jalanan aspal. Ia meringis menahan sakit saat permukaan aspal yang kasar telah menggores pipinya. Serena hendak bangkit berdiri, tapi ada dua pria bertubuh besar menyergapnya dari belakang. "Diam dan ikuti kami," desis salah satu pria. Serena hendak berteriak minta tolong. Tapi, dengan cepat sebuah tangan terulur membekap mulutnya dengan sebuah sapu tangan. Pandangan Serena mengabur, dan menjadi gelap. Tubuhnya luruh ke bawah. Namun, sebelum jatuh ke aspal, dua pria tadi dengan sigap membopong Serena dan memindahkannya ke dalam mobil mereka. Seorang pria tua yang sudah menunggu di mobil mengulas senyum begitu Serena diletakkan di sampingnya. "Anak jalang itu ternyata cantik juga. Aku akan rela melepaskan uang sepuluh juta dolarku untuk bisa menghabiskan malam panas bersama gadis ini," ucap si pria tua membelai pipi mulus Serena. Tatapan penuh nafsunya mengarah pada tubuh Serena saat ia memandangi gadis itu tanpa berkedip. Si pria tua menelan ludahnya dengan susah payah. Ia lalu berucap pada salah satu orangnya yang sedang mengemudikan mobil. "Sekarang bawa aku ke hotel! Aku sudah tidak sabar menghabisi gadis ini." "Siap, Bos." *** Serena terbangun saat merasakan ada pergerakan di sampingnya. Ia bangkit duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. "Di mana aku sekarang?" tanyanya bergumam menatapi kamar yang terasa asing. "Kau sudah bangun ternyata," tukas sebuah suara. Serena seketika terkejut. Ketakutan kembali menghinggapinya saat pria tua berkepala plontos yang semula duduk di sofa, melangkah menghampirinya. Pria tua itu menatap Serena penuh nafsu. "Kau tidak usah takut, Cantik. Kau hanya perlu memuaskanku malam ini. Dan aku anggap hutang sepuluh jutamu lunas." Serena bergeleng cepat. Ia beringsut mundur menghindari tatapan si pria tua yang menjijikkan. Aroma alkohol bercampur rokok yang menguar dari si pria tua membuat Serena mual. Ia buru-buru menepis saat tangan si pria tua hendak mengelus pipinya. "Jangan lakukan ini, Tuan! Aku mohon. Berikan aku waktu lagi. Aku berjanji akan melunasi hutangku." Si pria tua tersenyum meremehkan. "Huh, kau mau melunasi hutangmu? Aku tidak yakin. Bahkan dengan menjual tubuhmu saja. Kau tidak akan mendapatkan uang sebanyak itu, Cantik," balasnya dengan menjilati bibirnya sendiri saat matanya mendarat pada payudara Serena yang masih dilapisi baju. Ia membayangkan betapa indah bentuk dua benda kenyal itu. Tanpa peringatan si pria tua melompat dan menindih Serena. Tubuh gempalnya membuat Serena kesulitan bergerak. Ia mencekal tangan Serena agar gadis itu tidak bisa berontak darinya. "Tuan, berhenti! Jangan lakukan … hmpph." Serena kemudian tidak bisa bersuara lagi. Karena mulutnya dibungkam oleh mulut si pria tua. Seketika perut Serena bergejolak saat mulut berbau si pria tua menempel di bibirnya, berusaha untuk menyusup masuk. Serena hanya bisa bergeleng dengan air mata yang mengalir deras. Ia tidak bisa melepaskan diri karena tenaganya tak sebanding dengan pria tua bertubuh penuh lemak itu. Tangisan Serena semakin histeris saat badannya kini tak tertutupi apapun. Dan si pria tua mengeluarkan kemaluannya. Namun, ketika si pria tua akan melakukan penyatuan. Pintu mendadak didobrak dengan keras oleh seseorang. Si pria tua melepaskan ciumannya. Ia mendengus kesal menatap pintu. "Bajingan mana yang berani mengganggu waktu bersenang-senangku?" Tak perlu banyak waktu. Pintu sudah berhasil terbuka dengan satu kali tendangan. Seseorang dengan jas rapi muncul dan menatap tajam si pria tua. Lalu, tatapannya beralih pada Serena yang telanjang. Tidak ada yang bisa Serena lakukan selain membelalakkan matanya, melihat pria yang sama sekali tidak asing tengah berdiri di depannya. Bibir Serena terbuka dan satu nama ia gumamkan. "Kak Lucas?" -To Be Continued-Tidak salah lagi. Pria itu benar-benar kakak tirinya.Mata abu-abunya sangat Serena kenal. Mata yang indah itu dihiasi bekas luka yang terbentang cukup lebar di bagian bawah sudut matanya.Dan rambut coklat gelapnya yang beruntai panjang hingga sanggup menyapu tengkuknya. Sama sekali tidak berubah. Hanya saja sekarang terkesan lebih liar dan ganas.Tatapan Lucas yang tajam tetap tertuju pada Serena, meski ia sekarang tengah menghabisi si pria tua.Lima pukulan sudah ia daratkan ke wajah si pria tua sampai lawannya itu tak sadarkan diri."Senang bisa bertemu denganmu lagi, Adik Kecil," ucap Lucas dengan sebuah seringaian yang tercipta di bibir tipisnya. Ia melepaskan cekalannya pada leher si pria tua.Bunyi berdebam cukup keras timbul saat tubuh si pria tua menubruk lantai, menggema memenuhi seluruh penjuru ruangan.Seketika kengerian kembali menjalar di sekujur tubuh Serena. Ketika melihat si pria tua dibuat tak berdaya oleh Lucas.Lucas terlihat menyeramkan. Ia bagaikan binatang bua
"Aku yakin. Kau pasti sudah tidak perawan lagi, Serena," desis Lucas mengulas senyum miring di bibir. Tatapannya terpaku pada Serena yang belum sadarkan diri, dengan tubuh yang sudah tak terbalut apapun.Lucas bergerak ke samping kasur, merogoh saku jasnya untuk mengeluarkan pengaman yang sengaja ia simpan di sana. Ia lalu, menyobek bungkusnya, dan memakainya.Meski, Lucas sering menghabiskan malamnya dengan banyak wanita. Tapi, tak satu kali pun ia melupakan pengamannya.Lucas tidak akan pernah bercinta tanpa pengaman. Karena ia tidak mau mengambil resiko menghamili seorang wanita, atau tertular penyakit kelamin yang mengerikan.Setelah selesai memakai pengaman. Lucas bergerak mendekati Serena, bergabung di atas kasur. Tatapannya menelusuri tubuh polos Serena yang seketika membangkitkan gairahnya.Kulit putih mulus Serena, payudara gadis itu yang berukuran besar dan bulat, serta bagian intimnya yang bersih dan indah membuat Lucas jadi gelap mata. Nafsunya berhasil mengambil alih akal
Lucas baru saja menemui Slade di ruang utama. Dan kini ia melangkah tegas menuju kamar Serena.Semalam ia langsung meminta pengawal pribadinya itu untuk mencari tahu hubungan Serena dengan pria tua yang ia hajar habis-habisan kemarin di kamar hotel.Setelah melihat noda darah di sprei, yang menandakan dirinyalah yang merenggut keperawanan Serena. Lucas jadi penasaran, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Serena bersama si pria tua di hotel. Jika Serena menjual diri, bukannya seharusnya adik tirinya itu sudah tidak perawan? Tapi, Serena masih perawan.Sekarang semua rasa penasaran Lucas telah terjawab, lewat kertas pelunasan hutang yang kini di dalam genggaman tangannya.Ternyata Serena telah berhutang pada si pria tua. Sepuluh juta dolar. Dan gadis itu dijadikan jaminannya."Sebenarnya kehidupan seperti apa yang kau jalani selama ini, Serena?" gumam Lucas dengan tatapan menajam sambil mencengkeram kertas di tangan kanannya. Ia melangkah terus sampai tiba di depan kamar Serena.Lucas me
Serena buru-buru menyeka air matanya saat Kepala Pelayan kembali masuk ke kamar mandi. Saat itu Serena baru saja selesai dan hendak memakai seragam pelayan."Cepat! Kau sudah membuang-buang waktuku, Sialan!" Kalimat yang terucap dari bibir Kepala Pelayan begitu kasar, dan begitu merendahkan Serena.Kepala Pelayan tahu siapa Serena sebenarnya. Bahkan semua orang yang ada di mansion pun juga sudah mengetahuinya, kalau Serena adalah anak pelakor yang merusak keluarga Lucas, tuan mereka. Maka dari itu, mereka membenci keberadaan Serena, dan tak segan-segan memperlakukan gadis rendahan itu dengan buruk."Cepat!" Dengan tak sabaran Kepala Pelayan menarik Serena kasar menuju kamar. Ia membanting tubuh rapuh Serena ke kasur, dan menyuruhnya untuk segera berpakaian."Baik." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Serena. Ia bergegas memakai seragam pelayan sebelum Kepala Pelayan membentaknya lagi.Kepala Pelayan mengulas senyum licik yang samar. "Ikuti aku!" perintahnya pada Serena.Serena deng
Serena tetap berdiri seperti patung di samping Lucas yang sedang menyantap sarapannya. Ia tak berani bergerak sedikit pun, apalagi bersuara. Sampai Lucas selesai.Lucas menyeka mulutnya dengan tisu. Tatapannya beralih pada Serena. "Biar pelayan lain yang membereskannya. Kau ikut aku sekarang."Setelah lama terdiam, Serena akhirnya bisa bergerak. Ia mengangguk dan segera mengikuti Lucas.Beberapa pelayan yang berpapasan dengan Lucas langsung membungkukkan tubuhnya memberikan salam hormat. Namun, ketika mereka melihat Serena, mereka segera melempar tatapan penuh kebencian.Mereka merasa iri pada Serena karena hanya Serena yang mendapatkan kamar khusus, sedang pelayan lain tidur di satu kamar yang sama. Selain itu, mereka juga tahu kalau hari pertama Serena berada di mansion ini, gadis itu telah menghabiskan malam panas bersama tuan mereka. Banyak sekali wanita yang menginginkan posisi Serena. Termasuk para pelayan. Bercinta dengan Lucas adalah pencapaian yang luar biasa. Banyak wanita
Serena memekik keras saat Lucas memasukkan ujung botol sampanyenya pada lubangnya. "Lihat! Betapa jalangnya kau, Serena! Kau bahkan menghisap juga botolku." Lucas terus memainkan tubuh Serena. Memaju mundurkan botol untuk mendapatkan kesenangannya sendiri. Melihat Serena menangis, membuat Lucas makin bersemangat. Tak ia pedulikan isakan Serena yang memenuhi kamarnya. "Berhenti ... kumohon." Serena mengiba dengan air mata yang terus mengalir deras. Suaranya perlahan melirih, merasakan sakit yang luar biasa menerpa area intimnya. Sebenarnya apa yang membuat kakak tirinya itu menjadi kejam seperti ini? Seberapa banyak luka yang telah mengubahnya? Serena meringis pedih. Ia sudah tak berdaya untuk berontak. Pada akhirnya Serena merelakan tubuhnya kembali dipermainkan oleh Lucas. Bahkan, luka di kaki Serena tak juga menggerakkan hati Lucas. Karena bagi pria bermata tajam itu penderitaan Serena berarti kebahagiaan untuknya. "Sebenarnya apa salahku? Kenapa Kak Lucas begitu tega
"Mom ...."Melihat kebekuan pria di depannya, wanita itu bangkit dari kursi kulit. Dibawanya langkah menghampiri Lucas."Kenapa kau terkejut?" tanyanya menyunggingkan sebuah senyum.Lucas mengepalkan tangannya kuat di sisi badan. Dari banyaknya hari, mengapa harus sekarang ia bertemu lagi dengan ibu angkatnya? Sialan!"Slade, aku ingin bicara berdua dengan ibuku," tandas Lucas pada Slade.Slade mengangguk paham. Ia segera undur diri, dan menutup pintu ruangan pelan. Sehingga di dalam ruangan luas ini hanya tersisa Lucas dan Helen Davies—nama wanita itu.Helen memainkan jari-jari lentiknya yang terpoles cat kuku warna merah menyala. Di usianya yang separuh abad, tubuhnya masih langsing terjaga. Wajahnya pun tak terlalu banyak diukir oleh kerutan, mungkin tertutupi make up tebal yang selalu wanita itu gunakan."Lucas, aku kecewa. Kau tak bilang padaku kalau kau kembali," gerutu Helen, memayunkan bibirnya yang berwarna senada dengan kuku jarinya. Ia mendekat pada Lucas, membelai jas pria
Tangisan Serena tak kunjung berhenti meski hukumannya sudah selesai tiga jam yang lalu. Ia kini duduk meringkuk di atas tempat tidur sambil terisak.Sekujur tubuhnya begitu sakit. Darah yang merembes di seragamnya sudah mengering, tapi rasa perihnya masih terasa."Lebih baik aku mati ..." lirih Serena dengan isak memilukan. Siapapun yang mendengarnya pasti ikut merasakan betapa kesakitannya gadis itu. Namun, di mansion ini tak ada yang benar-benar peduli padanya.Tidak hanya kakak tirinya yang seperti iblis. Semua penghuni mansion ini juga. Semua seolah tutup mata akan penderitaan yang Serena dapatkan. Malah, ada beberapa pelayan yang mengulas senyum mengejek secara terang-terangan di depannya.Oh Tuhan, sampai kapan Serena terkurung di dalam sini? Serena sudah tidak tahan lagi."Serena."Suara yang muncul dari ambang pintu menyalurkan ketakutan pada Serena. Ia sampai memeluk lututnya semakin erat dengan tubuh gemetar."Kumohon jangan mendekat." Serena bergeleng pelan, tak berani meng