Serena buru-buru menyeka air matanya saat Kepala Pelayan kembali masuk ke kamar mandi. Saat itu Serena baru saja selesai dan hendak memakai seragam pelayan.
"Cepat! Kau sudah membuang-buang waktuku, Sialan!" Kalimat yang terucap dari bibir Kepala Pelayan begitu kasar, dan begitu merendahkan Serena.Kepala Pelayan tahu siapa Serena sebenarnya. Bahkan semua orang yang ada di mansion pun juga sudah mengetahuinya, kalau Serena adalah anak pelakor yang merusak keluarga Lucas, tuan mereka. Maka dari itu, mereka membenci keberadaan Serena, dan tak segan-segan memperlakukan gadis rendahan itu dengan buruk."Cepat!" Dengan tak sabaran Kepala Pelayan menarik Serena kasar menuju kamar. Ia membanting tubuh rapuh Serena ke kasur, dan menyuruhnya untuk segera berpakaian."Baik." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Serena. Ia bergegas memakai seragam pelayan sebelum Kepala Pelayan membentaknya lagi.Kepala Pelayan mengulas senyum licik yang samar. "Ikuti aku!" perintahnya pada Serena.Serena dengan patuh berjalan di belakang Kepala Pelayan melewati lorong mansion, yang menghubungkan ruang utama dengan ruang istirahat yang luas.Langkah Serena terus bergerak sampai akhirnya ia berhenti di dapur. Di sana terdapat banyak pelayan dan seorang koki yang terlihat sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk Lucas.Setelah memperhatikannya lebih saksama, Serena baru menyadari jika mansion yang sangat luas ini hanya ditinggali oleh Lucas. Kecuali para pelayan, dan pegawai Lucas yang lain, tidak ada saudara ataupun keluarga yang tinggal di mansion ini."Jalang, kemari kau!" sentak sebuah suara meruntuhkan lamunan Serena.Tiga orang pelayan sudah berdiri di depan Serena. Masing-masing mereka membawa sebuah rotan.Mendadak Serena dilingkupi firasat buruk. Bukan tanpa alasan rotan-rotan itu ada di tangan mereka. Sepertinya mereka akan menggunakannya untuk memukul Serena, terlihat dari ekspresi yang mereka tunjukkan sekarang. Dipenuhi dengan aura bermusuhan."I—iya." Serena segera memenuhi panggilan mereka, berjalan mendekat menuju tiga pelayan itu.Baru saja Serena sampai di hadapan mereka. Salah satu dari pelayan itu memerintahkan yang lain untuk mengangkat rok Serena sampai sebatas lutut."Hari ini Kepala Pelayan menyuruhku untuk melatihmu," ucapnya mengikat sehelai kain untuk membungkam mulut Serena.Ia kemudian mengambil secangkir teh panas dan meletakkannya ke telapak tangan Serena. "Kau harus berjalan ke sana tanpa menumpahkan teh sedikit pun," desisnya ke telinga Serena sambil menunjuk ke arah dinding di depannya.Serena hanya bisa mengangguk, tanpa bisa membantah. Karena ia tahu, jika ia membantah sedikit, rotan di tangan si pelayan sudah pasti mendarat di kakinya. Ia berjalan pelan dan penuh hati-hati. Berharap ia berhasil melakukannya. Namun, ketika Serena melangkahkan kakinya hendak mencapai dinding. Seorang pelayan yang melintas sengaja menubruk bahunya cukup keras, sampai Serena terhuyung dan menjatuhkan cangkir tehnya ke lantai. Cangkir itu hancur berkeping-keping."Astaga! Apa yang sudah kau lakukan?! Itu cangkir mahal! Bisa-bisanya kau menjatuhkannya!" pekik salah satu dari tiga pelayan itu. "Kalau sampai Kepala Pelayan tahu, tamatlah riwayatku."Serena melihat tiga pelayan itu mendekat. Wajah mereka lebih geram dari sebelumnya.Tanpa berucap sepatah kata pun, mereka menyeret Serena ke gudang yang ada di belakang mansion.Mereka langsung menghujani kaki Serena dengan kebasan rotan."Arghh …." Serena berteriak saat rotan mengenai kakinya, meninggalkan bekas kemerahan dengan darah yang merembes keluar.Kain yang sebelumnya membungkam mulut Serena sudah terlepas sehingga ia bisa mengeluarkan suara."Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Bukannya kalian juga melihat ada pelayan yang sengaja menabrakku." Serena berusaha membela dirinya. Namun, yang ia dapatkan justru kebasan rotan yang semakin kencang."Diam! Meskipun, kami tahu, kami akan tetap menghukummu," desis si pelayan kembali mengayunkan rotan ke kaki Serena dengan sekuat tenaga. Saat ia hendak mengibaskan rotan lagi, Kepala Pelayan muncul. Entah dari mana datangnya. Dan itu membuat tangan si pelayan yang sudah terangkat di udara berhenti. Wajahnya memucat.Kepala Pelayan melirik Serena tajam, pandangannya kemudian beralih ke kaki Serena yang dipenuhi darah yang mengalir."Jangan sampai Tuan Lucas tahu. Cepat bersihkan darahnya, dan suruh dia menutupinya dengan rok," titah Kepala Pelayan kepada ketiga pelayan itu, kemudian berbalik pergi.Tiga pelayan itu segera melepaskan Serena, dan menyiramkan air ke kaki Serena. "Ingat, jangan sampai Tuan Lucas tahu hal ini."Serena menggigit bibir bawahnya menahan sakit saat air menerjang kulitnya yang mengelupas. Memangnya kenapa kalau Lucas sampai tahu hal ini? Kenapa mereka begitu takut? Lagi pula Lucas tak akan peduli. Lucas justru senang melihat Serena menderita.Ketika Serena kembali ke dapur. Ia disuruh Kepala Pelayan mengantarkan makanan untuk Lucas. Sekali lagi wanita paruh baya itu memperingatkan Serena. "Jangan sampai kau mengadu kepada Tuan Lucas. Kalau sampai Tuan Lucas tahu hal ini, aku akan memastikan hidupmu seperti di nereka."Serena mengangguk. "Aku tidak akan melakukannya." Terselip nada getir di ucapannya.Dengan langkah pelan, Serena membawa nampan berisi makanan menuju meja makan, di mana Lucas sudah duduk di sana sambil bermain ponsel."Ini, Kak. Maksudku Tuan." Serena meletakkan makanan yang ia bawa ke meja tanpa melihat ke arah Lucas. Ia tak berani menatap mata abu-abu Lucas yang selalu terlihat seperti akan menusuknya.Saat Serena hendak berbalik pergi, Lucas mencekal tangannya kasar. "Mau ke mana kau, huh?"Serena mengerjap cepat. "Aku ingin kembali ke dapur untuk mengerjakan tugasku yang lain.""Aku tidak mengizinkanmu pergi," tandas Lucas tajam. "Jadi tetaplah di sini, jangan bergerak sedikit pun dari tempatmu berdiri!"-To Be Continued-Serena tetap berdiri seperti patung di samping Lucas yang sedang menyantap sarapannya. Ia tak berani bergerak sedikit pun, apalagi bersuara. Sampai Lucas selesai.Lucas menyeka mulutnya dengan tisu. Tatapannya beralih pada Serena. "Biar pelayan lain yang membereskannya. Kau ikut aku sekarang."Setelah lama terdiam, Serena akhirnya bisa bergerak. Ia mengangguk dan segera mengikuti Lucas.Beberapa pelayan yang berpapasan dengan Lucas langsung membungkukkan tubuhnya memberikan salam hormat. Namun, ketika mereka melihat Serena, mereka segera melempar tatapan penuh kebencian.Mereka merasa iri pada Serena karena hanya Serena yang mendapatkan kamar khusus, sedang pelayan lain tidur di satu kamar yang sama. Selain itu, mereka juga tahu kalau hari pertama Serena berada di mansion ini, gadis itu telah menghabiskan malam panas bersama tuan mereka. Banyak sekali wanita yang menginginkan posisi Serena. Termasuk para pelayan. Bercinta dengan Lucas adalah pencapaian yang luar biasa. Banyak wanita
Serena memekik keras saat Lucas memasukkan ujung botol sampanyenya pada lubangnya. "Lihat! Betapa jalangnya kau, Serena! Kau bahkan menghisap juga botolku." Lucas terus memainkan tubuh Serena. Memaju mundurkan botol untuk mendapatkan kesenangannya sendiri. Melihat Serena menangis, membuat Lucas makin bersemangat. Tak ia pedulikan isakan Serena yang memenuhi kamarnya. "Berhenti ... kumohon." Serena mengiba dengan air mata yang terus mengalir deras. Suaranya perlahan melirih, merasakan sakit yang luar biasa menerpa area intimnya. Sebenarnya apa yang membuat kakak tirinya itu menjadi kejam seperti ini? Seberapa banyak luka yang telah mengubahnya? Serena meringis pedih. Ia sudah tak berdaya untuk berontak. Pada akhirnya Serena merelakan tubuhnya kembali dipermainkan oleh Lucas. Bahkan, luka di kaki Serena tak juga menggerakkan hati Lucas. Karena bagi pria bermata tajam itu penderitaan Serena berarti kebahagiaan untuknya. "Sebenarnya apa salahku? Kenapa Kak Lucas begitu tega
"Mom ...."Melihat kebekuan pria di depannya, wanita itu bangkit dari kursi kulit. Dibawanya langkah menghampiri Lucas."Kenapa kau terkejut?" tanyanya menyunggingkan sebuah senyum.Lucas mengepalkan tangannya kuat di sisi badan. Dari banyaknya hari, mengapa harus sekarang ia bertemu lagi dengan ibu angkatnya? Sialan!"Slade, aku ingin bicara berdua dengan ibuku," tandas Lucas pada Slade.Slade mengangguk paham. Ia segera undur diri, dan menutup pintu ruangan pelan. Sehingga di dalam ruangan luas ini hanya tersisa Lucas dan Helen Davies—nama wanita itu.Helen memainkan jari-jari lentiknya yang terpoles cat kuku warna merah menyala. Di usianya yang separuh abad, tubuhnya masih langsing terjaga. Wajahnya pun tak terlalu banyak diukir oleh kerutan, mungkin tertutupi make up tebal yang selalu wanita itu gunakan."Lucas, aku kecewa. Kau tak bilang padaku kalau kau kembali," gerutu Helen, memayunkan bibirnya yang berwarna senada dengan kuku jarinya. Ia mendekat pada Lucas, membelai jas pria
Tangisan Serena tak kunjung berhenti meski hukumannya sudah selesai tiga jam yang lalu. Ia kini duduk meringkuk di atas tempat tidur sambil terisak.Sekujur tubuhnya begitu sakit. Darah yang merembes di seragamnya sudah mengering, tapi rasa perihnya masih terasa."Lebih baik aku mati ..." lirih Serena dengan isak memilukan. Siapapun yang mendengarnya pasti ikut merasakan betapa kesakitannya gadis itu. Namun, di mansion ini tak ada yang benar-benar peduli padanya.Tidak hanya kakak tirinya yang seperti iblis. Semua penghuni mansion ini juga. Semua seolah tutup mata akan penderitaan yang Serena dapatkan. Malah, ada beberapa pelayan yang mengulas senyum mengejek secara terang-terangan di depannya.Oh Tuhan, sampai kapan Serena terkurung di dalam sini? Serena sudah tidak tahan lagi."Serena."Suara yang muncul dari ambang pintu menyalurkan ketakutan pada Serena. Ia sampai memeluk lututnya semakin erat dengan tubuh gemetar."Kumohon jangan mendekat." Serena bergeleng pelan, tak berani meng
Serena keluar kamar saat mendengar keributan dari luar. Ia memakai sisa tenaganya untuk menyeret kedua kakinya menuju segerombol pelayan yang terlihat berbisik-bisik dengan gelisah."Ada apa?" tanyanya pada salah satu pelayan.Si pelayan menoleh. Ia mendengus begitu melihat Serena. "Gara-gara kau Kepala Pelayan dan Nola dihukum cambuk seratus kali oleh Tuan Lucas."Mata Serena melebar, terkejut. "Dihukum cambuk?""Sudahlah, kau tak usah pura-pura khawatir. Kau kan yang mengadu ke Tuan Lucas," balas pelayan lain sinis."Tidak. Aku tidak pernah bilang." Serena bergumam seraya bergeleng menanggapi tuduhan yang ditujukan padanya. "Kalau seratus cambukan ... mereka bisa mati."Tak lagi Serena pedulikan sakit di tubuhnya. Ia memaksa langkahnya menuju gudang. Lucas pasti menghukum dua pelayan itu di sana.Namun, setibanya di depan pintu gudang. Serena mendongak, dan tak mendapati siapapun di sana."Mereka ada di mana?" tanya Serena pada dirinya sendiri. Ia kemudian beralih ke ruang tengah. D
Serena mendatangi kamar Lucas setelah mendengar perkataan Nola. Meski, tubuhnya belum pulih sepenuhnya. Ia sudah tak sabar menemui pria itu.Mendonorkan darah untukku? Jadi kami memiliki golongan darah yang sama? Kak Lucas sendiri yang melakukannya? Untuk apa? Untuk menyelamatkan nyawaku?Banyak sekali pertanyaan yang berjejalan di kepala Serena. Tapi, ia tak bisa menjawabnya satu pun. Ia harus bertanya langsung pada Lucas.Saat pintu kamar Lucas ia ketuk perlahan. Tak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka.Tidak ada sahutan. Hening hingga ketukan Serena yang keempat barulah timbul suara Lucas dari dalam sana."Siapa?" tanya Lucas terdengar gusar."Aku ... Serena, Tuan," balas Serena meremas tangannya merasa gelisah."Masuk!"Mendengar titah Lucas, Serena membuka pintu perlahan. Pandangannya segera disambut Lucas yang tengah membaringkan tubuh di atas kasur dengan masih memakai baju tidur."Kau sudah bangun?"Serena mengangguk. "Sudah, Tuan."Hening sejenak, Serena kembali membuka mul
Lucas menjatuhkan dirinya ke sofa yang ada di ruang kerjanya. Ia memejamkan matanya untuk mendapatkan ketenangan.Seharian ini jadwalnya sangat padat. Banyak laporan yang harus ia periksa, ajakan kerja sama perusahaan lain yang ia tangani, makan siang bersama pemegang saham prioritas, serta melakukan pemeriksaan ketersediaan bahan baku furniture."Huh." Lucas melepaskan selapis udara dari hidungnya pelan. Ia terlalu sibuk sampai tak lagi memperhatikan kesehatannya. Sesekali kepalanya berdenyut sakit. Beberapa bagian tubuhnya yang pernah terluka juga masih menimbulnya rasa nyeri."Tuan Lucas," panggil Slade menghampiri Lucas dengan membawa amplop coklat berukuran besar."Hmm ..." sahut Lucas dengan malas. Ia tetap menutup kedua matanya. "Apa kau sudah selesai dengan tugasmu, Slade?""Sudah, Tuan.""Jadi, apa yang berhasil kau dapatkan?""Perusahaan Davies sedang melakukan perombakan besar-besaran pada seluruh karyawannya setelah pimpinannya berganti," ucap Slade menguraikan informasi m
Mata Slade melebar melihat apa yang ada di depannya. Lucas dengan ganas menyetubuhi Serena. Dan gadis itu ... Oh God, Slade tak ingin mengakuinya. Serena tampak begitu menikmati setiap hujaman dari Lucas hingga suara erangan dan desahannya memenuhi kamar itu. "Ahh ... lebih cepat, Tuan. Aku mau keluar. Ahh ...." Slade mundur selangkah dengan tubuh menegang. Saking terkejutnya ia sampai tak bisa bernapas dengan benar. Setelah kakinya bisa bergerak lagi, Slade memilih menjauhi kamar Serena. Tak kuat berlama-lama di sana. Apa ini alasan tuannya menyuruh Slade langsung datang ke kamar Serena? Untuk menunjukkan adegan panas mereka? Rasanya Slade telah kalah sebelum bertarung. Tentu saja, ia tak akan bisa menang jika lawannya seorang Lucas. Slade meringis samar. "Anda terlalu posesif, Tuan," gumamnya meninggalkan mansion selepas menitipkan pesan pada Kepala Pelayan. Sementara itu, Lucas yang melihat pintu kamar Serena tertutup kembali menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan.