Lucas baru saja menemui Slade di ruang utama. Dan kini ia melangkah tegas menuju kamar Serena.
Semalam ia langsung meminta pengawal pribadinya itu untuk mencari tahu hubungan Serena dengan pria tua yang ia hajar habis-habisan kemarin di kamar hotel.Setelah melihat noda darah di sprei, yang menandakan dirinyalah yang merenggut keperawanan Serena. Lucas jadi penasaran, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Serena bersama si pria tua di hotel. Jika Serena menjual diri, bukannya seharusnya adik tirinya itu sudah tidak perawan? Tapi, Serena masih perawan.Sekarang semua rasa penasaran Lucas telah terjawab, lewat kertas pelunasan hutang yang kini di dalam genggaman tangannya.Ternyata Serena telah berhutang pada si pria tua. Sepuluh juta dolar. Dan gadis itu dijadikan jaminannya."Sebenarnya kehidupan seperti apa yang kau jalani selama ini, Serena?" gumam Lucas dengan tatapan menajam sambil mencengkeram kertas di tangan kanannya. Ia melangkah terus sampai tiba di depan kamar Serena.Lucas membuka pintu kamar dengan kasar. Dan matanya langsung berserobok dengan mata kelam Serena yang juga menatapnya, dengan sorot ketakutan."Kak Lucas, apa yang akan kau lakukan? Tidak cukupkah semalam kau sudah …" Suara Serena yang bergetar lenyap begitu saja saat Lucas melempar secarik kertas ke arahnya. Air matanya pun berhenti mengalir."Aku sudah melunasi hutangmu," tukas Lucas dingin. Ia menatap Serena dengan raut wajah datar.Serena mengernyitkan dahinya, tak mengerti kenapa Lucas melakukan semua ini. Lucas sudah menolongnya dari si pria tua, tapi Lucas juga yang sudah menghancurkan dirinya. Dan kini, Lucas melunasi hutangnya.Akan lebih baik jika Lucas langsung membunuhnya sekarang, kalau memang pria itu begitu membenci Serena. Dan bukannya melakukan hal-hal yang membuat Serena bingung."Kenapa kau melunasi hutangku, Kak?" tanya Serena dengan penuh waspada. Ia merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya.Lucas mendengus. Ia mencondongkan tubuhnya ke wajah Serena.Serena spontan beringsut mundur."Apa aku harus punya alasan untuk melakukannya, huh?" Lucas memberikan seulas senyum miring yang ganjil. Entah itu senyuman merendahkan, atau licik. Serena gagal memahaminya.Tanpa aba-aba, Lucas menarik leher Serena mendekat padanya. Mata abu-abu Lucas begitu menusuk, begitu penuh kebencian. Serena menahan napas seketika melihatnya."Tapi, ini tidak gratis, Serena. Kau harus bekerja untukku selama tujuh tahun. Kau harus melayaniku dan harus melakukan semua yang aku perintahkan." Tangan Lucas yang sebelumnya mendarat di leher Serena, perlahan turun. Menemukan payudara Serena yang membuatnya candu.Serena menampik tangan Lucas sebelum berhasil menyusup masuk ke selimutnya. "Lebih baik aku bekerja di club untuk melunasi hutangku, Kak. Jadi, biarkan aku pergi sekarang."Perkataan Serena berhasil mematik emosi Lucas. Ia menyambar dagu Serena dan meremasnya kuat-kuat, sampai Serena meringis kesakitan."Tidak semudah itu kau bisa pergi dariku, Serena. Aku tidak akan membiarkanmu keluar dari mansionku, meski kau sudah berupa mayat," desis Lucas semakin mengeratkan cengkeramannya di dagu Serena. "Dan, jangan pernah menguji kesabaranku."Lucas menghempaskan dagu Serena kasar. Ia berderap keluar, meninggalkan Serena seorang diri di dalam kamar yang sangat luas. Kesepian dan kengerian yang menyesakkan segera memeluk Serena dengan kejam saat pintu kamar tertutup.Serena melingkarkan tangannya di sekitar lututnya yang tertekuk. Ia membenamkan kepalanya di antara kedua tangannya dan terisak dengan pilu. "Kenapa dunia begitu jahat padaku? Apa kesalahanku sampai aku harus menderita seperti ini?" tanyanya dengan suara parau.***Serena terlelap dalam tidurnya setelah lelah menangis. Ia sudah memakai kembali pakaiannya dan segera terbangun saat seorang wanita paruh baya berpakaian pelayan masuk ke kamarnya, diikuti dua pelayan muda."Cepat bangun! Apa kau akan bermalas-malasan seperti ini, huh?!" teriak Kepala Pelayan menyentak Serena. Ia melempar seragam pelayan tepat mengenai wajah Serena.Serena spontan mengambil seragam pelayan yang baru saja dilemparkan ke arahnya. Ia menatap Kepala Pelayan dengan bingung. "Apa ini?""Kau bodoh ya?! Bukannya Tuan Lucas sudah bilang padamu. Mulai hari ini kau bekerja sebagai pelayan. Aku sebagai kepala pelayan di sini akan melatihmu untuk tak bermalas-malasan. Cepat bangun!"Belum juga Serena memahami ucapan si Kepala Pelayan. Wanita dengan wajah bengis itu sudah menyeret Serena ke kamar mandi."Tunggu!" Serena hendak melepaskan diri. Tapi, dengan cepat dua pelayan muda yang sebelumnya berdiri di belakang Kepala Pelayan mencekal tangan Serena, sehingga Serena tidak bisa berontak.Mereka menyeret Serena ke bawah shower yang menyala, membiarkan tubuh Serena diguyur air dingin yang keluar dari shower.Kepala Pelayan meraih rambut Serena dan memaksanya mendongak. "Tuan Lucas menugasiku untuk mendidikmu. Setelah ini aku akan mengajarimu menjadi pelayan yang baik. Diam dan jadilah gadis yang menurut," ucapnya menepuk kepala Serena.Serena mengatupkan bibirnya yang menggigil. Di udara pagi yang dingin ini, air dingin yang mengenai kulitnya terasa begitu menusuk.Kepala Pelayan melepaskan cekalannya dari rambut Serena. Ia lalu memerintahkan dua pelayan muda untuk membuka pakaian Serena."Tunggu! Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Serena mencegah dua pelayan yang hendak menarik lepas pakaiannya.Dua pelayan itu melirik ke arah Kepala Pelayan, meminta persetujuan.Kepala Pelayan berubah geram karena Serena tidak mau menurut. "Jangan kau kira karena kau sudah menghabiskan malam bersama Tuan Lucas, kau jadi merasa lebih tinggi derajatnya dariku sehingga kau berani menentangku. Kau bahkan lebih rendah dari kotoran. Kau jalang tak tahu malu!"Dengan tak berperasaan Kepala Pelayan menarik keras pakaian Serena, merobeknya. Lalu, ia melempar sabun yang mengenai paha Serena. "Cepat selesaikan mandimu! Aku tunggu di luar."Setelahnya, Kepala Pelayan dan dua pelayan muda itu keluar dari kamar mandi.Serena menatap kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Air matanya meleleh bersamaan air dingin yang mengucur deras dari kepalanya.Belum cukupkah penderitaan yang ia dapatkan dari Lucas? Sekarang penderitaannya kian bertambah. Serena tidak tahu apakah ia sanggup bertahan menghadapi semuanya.-To Be Continued-Serena buru-buru menyeka air matanya saat Kepala Pelayan kembali masuk ke kamar mandi. Saat itu Serena baru saja selesai dan hendak memakai seragam pelayan."Cepat! Kau sudah membuang-buang waktuku, Sialan!" Kalimat yang terucap dari bibir Kepala Pelayan begitu kasar, dan begitu merendahkan Serena.Kepala Pelayan tahu siapa Serena sebenarnya. Bahkan semua orang yang ada di mansion pun juga sudah mengetahuinya, kalau Serena adalah anak pelakor yang merusak keluarga Lucas, tuan mereka. Maka dari itu, mereka membenci keberadaan Serena, dan tak segan-segan memperlakukan gadis rendahan itu dengan buruk."Cepat!" Dengan tak sabaran Kepala Pelayan menarik Serena kasar menuju kamar. Ia membanting tubuh rapuh Serena ke kasur, dan menyuruhnya untuk segera berpakaian."Baik." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Serena. Ia bergegas memakai seragam pelayan sebelum Kepala Pelayan membentaknya lagi.Kepala Pelayan mengulas senyum licik yang samar. "Ikuti aku!" perintahnya pada Serena.Serena deng
Serena tetap berdiri seperti patung di samping Lucas yang sedang menyantap sarapannya. Ia tak berani bergerak sedikit pun, apalagi bersuara. Sampai Lucas selesai.Lucas menyeka mulutnya dengan tisu. Tatapannya beralih pada Serena. "Biar pelayan lain yang membereskannya. Kau ikut aku sekarang."Setelah lama terdiam, Serena akhirnya bisa bergerak. Ia mengangguk dan segera mengikuti Lucas.Beberapa pelayan yang berpapasan dengan Lucas langsung membungkukkan tubuhnya memberikan salam hormat. Namun, ketika mereka melihat Serena, mereka segera melempar tatapan penuh kebencian.Mereka merasa iri pada Serena karena hanya Serena yang mendapatkan kamar khusus, sedang pelayan lain tidur di satu kamar yang sama. Selain itu, mereka juga tahu kalau hari pertama Serena berada di mansion ini, gadis itu telah menghabiskan malam panas bersama tuan mereka. Banyak sekali wanita yang menginginkan posisi Serena. Termasuk para pelayan. Bercinta dengan Lucas adalah pencapaian yang luar biasa. Banyak wanita
Serena memekik keras saat Lucas memasukkan ujung botol sampanyenya pada lubangnya. "Lihat! Betapa jalangnya kau, Serena! Kau bahkan menghisap juga botolku." Lucas terus memainkan tubuh Serena. Memaju mundurkan botol untuk mendapatkan kesenangannya sendiri. Melihat Serena menangis, membuat Lucas makin bersemangat. Tak ia pedulikan isakan Serena yang memenuhi kamarnya. "Berhenti ... kumohon." Serena mengiba dengan air mata yang terus mengalir deras. Suaranya perlahan melirih, merasakan sakit yang luar biasa menerpa area intimnya. Sebenarnya apa yang membuat kakak tirinya itu menjadi kejam seperti ini? Seberapa banyak luka yang telah mengubahnya? Serena meringis pedih. Ia sudah tak berdaya untuk berontak. Pada akhirnya Serena merelakan tubuhnya kembali dipermainkan oleh Lucas. Bahkan, luka di kaki Serena tak juga menggerakkan hati Lucas. Karena bagi pria bermata tajam itu penderitaan Serena berarti kebahagiaan untuknya. "Sebenarnya apa salahku? Kenapa Kak Lucas begitu tega
"Mom ...."Melihat kebekuan pria di depannya, wanita itu bangkit dari kursi kulit. Dibawanya langkah menghampiri Lucas."Kenapa kau terkejut?" tanyanya menyunggingkan sebuah senyum.Lucas mengepalkan tangannya kuat di sisi badan. Dari banyaknya hari, mengapa harus sekarang ia bertemu lagi dengan ibu angkatnya? Sialan!"Slade, aku ingin bicara berdua dengan ibuku," tandas Lucas pada Slade.Slade mengangguk paham. Ia segera undur diri, dan menutup pintu ruangan pelan. Sehingga di dalam ruangan luas ini hanya tersisa Lucas dan Helen Davies—nama wanita itu.Helen memainkan jari-jari lentiknya yang terpoles cat kuku warna merah menyala. Di usianya yang separuh abad, tubuhnya masih langsing terjaga. Wajahnya pun tak terlalu banyak diukir oleh kerutan, mungkin tertutupi make up tebal yang selalu wanita itu gunakan."Lucas, aku kecewa. Kau tak bilang padaku kalau kau kembali," gerutu Helen, memayunkan bibirnya yang berwarna senada dengan kuku jarinya. Ia mendekat pada Lucas, membelai jas pria
Tangisan Serena tak kunjung berhenti meski hukumannya sudah selesai tiga jam yang lalu. Ia kini duduk meringkuk di atas tempat tidur sambil terisak.Sekujur tubuhnya begitu sakit. Darah yang merembes di seragamnya sudah mengering, tapi rasa perihnya masih terasa."Lebih baik aku mati ..." lirih Serena dengan isak memilukan. Siapapun yang mendengarnya pasti ikut merasakan betapa kesakitannya gadis itu. Namun, di mansion ini tak ada yang benar-benar peduli padanya.Tidak hanya kakak tirinya yang seperti iblis. Semua penghuni mansion ini juga. Semua seolah tutup mata akan penderitaan yang Serena dapatkan. Malah, ada beberapa pelayan yang mengulas senyum mengejek secara terang-terangan di depannya.Oh Tuhan, sampai kapan Serena terkurung di dalam sini? Serena sudah tidak tahan lagi."Serena."Suara yang muncul dari ambang pintu menyalurkan ketakutan pada Serena. Ia sampai memeluk lututnya semakin erat dengan tubuh gemetar."Kumohon jangan mendekat." Serena bergeleng pelan, tak berani meng
Serena keluar kamar saat mendengar keributan dari luar. Ia memakai sisa tenaganya untuk menyeret kedua kakinya menuju segerombol pelayan yang terlihat berbisik-bisik dengan gelisah."Ada apa?" tanyanya pada salah satu pelayan.Si pelayan menoleh. Ia mendengus begitu melihat Serena. "Gara-gara kau Kepala Pelayan dan Nola dihukum cambuk seratus kali oleh Tuan Lucas."Mata Serena melebar, terkejut. "Dihukum cambuk?""Sudahlah, kau tak usah pura-pura khawatir. Kau kan yang mengadu ke Tuan Lucas," balas pelayan lain sinis."Tidak. Aku tidak pernah bilang." Serena bergumam seraya bergeleng menanggapi tuduhan yang ditujukan padanya. "Kalau seratus cambukan ... mereka bisa mati."Tak lagi Serena pedulikan sakit di tubuhnya. Ia memaksa langkahnya menuju gudang. Lucas pasti menghukum dua pelayan itu di sana.Namun, setibanya di depan pintu gudang. Serena mendongak, dan tak mendapati siapapun di sana."Mereka ada di mana?" tanya Serena pada dirinya sendiri. Ia kemudian beralih ke ruang tengah. D
Serena mendatangi kamar Lucas setelah mendengar perkataan Nola. Meski, tubuhnya belum pulih sepenuhnya. Ia sudah tak sabar menemui pria itu.Mendonorkan darah untukku? Jadi kami memiliki golongan darah yang sama? Kak Lucas sendiri yang melakukannya? Untuk apa? Untuk menyelamatkan nyawaku?Banyak sekali pertanyaan yang berjejalan di kepala Serena. Tapi, ia tak bisa menjawabnya satu pun. Ia harus bertanya langsung pada Lucas.Saat pintu kamar Lucas ia ketuk perlahan. Tak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka.Tidak ada sahutan. Hening hingga ketukan Serena yang keempat barulah timbul suara Lucas dari dalam sana."Siapa?" tanya Lucas terdengar gusar."Aku ... Serena, Tuan," balas Serena meremas tangannya merasa gelisah."Masuk!"Mendengar titah Lucas, Serena membuka pintu perlahan. Pandangannya segera disambut Lucas yang tengah membaringkan tubuh di atas kasur dengan masih memakai baju tidur."Kau sudah bangun?"Serena mengangguk. "Sudah, Tuan."Hening sejenak, Serena kembali membuka mul
Lucas menjatuhkan dirinya ke sofa yang ada di ruang kerjanya. Ia memejamkan matanya untuk mendapatkan ketenangan.Seharian ini jadwalnya sangat padat. Banyak laporan yang harus ia periksa, ajakan kerja sama perusahaan lain yang ia tangani, makan siang bersama pemegang saham prioritas, serta melakukan pemeriksaan ketersediaan bahan baku furniture."Huh." Lucas melepaskan selapis udara dari hidungnya pelan. Ia terlalu sibuk sampai tak lagi memperhatikan kesehatannya. Sesekali kepalanya berdenyut sakit. Beberapa bagian tubuhnya yang pernah terluka juga masih menimbulnya rasa nyeri."Tuan Lucas," panggil Slade menghampiri Lucas dengan membawa amplop coklat berukuran besar."Hmm ..." sahut Lucas dengan malas. Ia tetap menutup kedua matanya. "Apa kau sudah selesai dengan tugasmu, Slade?""Sudah, Tuan.""Jadi, apa yang berhasil kau dapatkan?""Perusahaan Davies sedang melakukan perombakan besar-besaran pada seluruh karyawannya setelah pimpinannya berganti," ucap Slade menguraikan informasi m