Kini proses pernikahan sudah selesai, Tasya sudah resmi menjadi pengantin. Hanya ada akad yang dihadiri orang-orang kepercayaan Ferdhi, tanpa resepsi sama sekali. Kini tinggallah raut kesedihan yang tampak di wajah Tasya, entah kehidupan macam apa yang akan dia jalani nanti, Tasya sudah pasrah dengan diri dan nasibnya.
Tasya diantar oleh pelayan suaminya menuju kamar. Tasya terdiam menatap seisi kamar itu, dia tidak berani menyentuh apa pun, karena takut Ferdhi akan memarahi dan memakinya dengan hinaan yang sangat menyakiti hatinya
Tasya berjalan menuju balkon, dia mendudukkan dirinya menatap taman belakang mansion yang terlihat begitu menyejukkan mata. Ingin rasanya dia keluar dan bermain di taman itu, hanya saja Tasya sadar dia tidak memiliki hak apa pun di sini, mansion mewah ini adalah penjara sekaligus neraka baginya. Tasya seperti sedang melihat berlian indah di depan mata, tapi jangankan berharap untuk memiliki, menyentuh pun tidak boleh.
"Hey, Bodoh sedang apa kau di situ?" Teriakan Ferdhi tiba-tiba mengagetkan Tasya.
Tasya pun memutar tubuh, menghadap ke arah datangnya suara. "Aku sedang melihat taman itu, Tuan."
Ferdhi hanya memasang raut wajahnya yang dingin, Tasya tahu Ferdhi sedang menatapnya penuh kebencian. Tapi Tasya tidak tahu apa sumber dari kebencian itu dan apa penyebabnya. Yang Tasya tahu mereka baru saja saling mengenal, karena sebuah kecelakaan kecil pada sebuah pagi beberapa hari yang lalu, hanya itu.
Tasya harus meratapi nasibnya sendiri, dia tidak pernah bermimpi akan mengenal manusia kejam seperti Ferdhi. Kini entahlah, semesta ini memang tidak pernah berpihak kepadanya, bahkan sepertinya semesta ini ikut tertawa atas duka yang silih berganti mendatanginya.
"Cepat siapkan air untuk mandiku!" Bentakan Ferdhi kembali membuyarkan lamunan Tasya.
"I-iya, Tuan. Aku harus menyiapkan air dingin, atau air hangat?" sahut Tasya terbata.
"Bodoh! Tentu saja air dingin. Mana ada orang mandi air hangat di siang bolong seperti ini," sergah Ferdhi yang membuat Tasya kembali merasakan sesak di hatinya.
"Baik, Tuan," sahut Tasya pelan dengan kepala tertunduk, dia berlalu menuju kamar mandi, dan hanya berani mengumpat dalam hati.
Tasya mulai mengisi bathup, sembari duduk di ujungnya sembari menunggu penuh. Tasya mengusap dada saat kembali mengingat bentakan demi bentakan, hinaan demi hinaan yang ia terima ketika berbicara dengan Ferdhi
Seperti yang barusan terjadi, apa salahnya Tasya bertanya, dia hanya bertanya untuk memastikan agar tidak terjadi kesalahan, tidak perlu dibentak seperti itu. Tapi sudahlah, Tasya memang menikah dengan binatang buas.
Ah, salah. Status mereka sekarang sangat tidak layak disebut pernikahan. Monster arogan ini hanya ingin menjadikan Tasya sebagai pelayannya. Bentar, sebagai pelayan pun tidak, karena seorang pelayan bekerja dengan mendapatkan gaji. Ya, lebih tepatnya monster mengerikan berwajah pangeran ini sudah menjadikan Tasya sebagai budak.
Setelah bathup terisi penuh lalu memasukkan bubble bath. Tasya pun keluar untuk melaporkan bahwa air untuk mandi Ferdhi sudah siap.
Monster arogan bernama Ferdhi itu tidak menyahut, apalagi mengucapkan terimakasih, jangan harap. Dia berlalu dengan angkuh menuju bath room, meninggalkan Tasya yang berdiri mematung.
Sekitar 20-menit kemudian Ferdhi keluar dengan mengenakan handuk sebatas pinggang, ditambah satu handuk lagi yang diletakkan di atas bahu untuk mengeringkan rambutnya. Ferdhi tersenyum tipis melirik ke atas tempat tidur, Tasya sudah menyiapkan pakaian gantinya di sana.
"Mengapa kau belum mandi dan mengganti gaunmu?" tanya Ferdhi dingin tanpa sedikit pun melirik ke arah Tasya.
"Aku tidak mempunyai pakaian ganti, Tuan," sahut Tasya pelan.
Ferdhi seketika menoleh ke arah Tasya, dia menatap Tasya dari ujung kaki sampai unjung kepala, sambil memperlihatkan seringai kejamnya. Ferdhi tak segan mendekati Tasya lalu menjambak rambut gadis malang itu dengan keras.
"Gadis tidak tahu diuntung! Sudah sukur aku membiarkanmu hidup dan tinggal di sini. kau sengaja berkata seperti itu karena berharap kehidupanmu akan seperti di drama-drama atau di novel-novel itu, iya kan! Menikah kontrak dengan pria kaya, lalu suaminya memberikan segala kemewahan, pakaian baru, perhiasan mahal. Benar begitu? Ciih ... jangan mimpi, aku tidak akan pernah memberikan apa pun padamu. Dan ingat, surat perjanjian itu tidak ada batas waktunya, kau akan menjadi budakku seumur hidup," geram Ferdhi lalu mendorong Tasya hingga tersungkur.
Air mata Tasya menitik dengan sendirinya, dia meringis meredam sakit di bagian tubuh, dan meratap pilu dalam hati menahan pedih karena makian Ferdhi.
"Aku akan menyuruh Bagas untuk mengambilkan barang-barangmu. Aku ingatkan, jangan sekali-kali kau meminta apa pun dariku," bentak Ferdhi, lalu pergi meninggalkan Tasya.
Sepeninggal Ferdhi, Tasya langsung menghapus air matanya. Dia merintih dalam hati, dunia ini terlalu kejam untuknya, tapi entah mengapa Tuhan belum mau memanggilnya, ingin rasanya Tasya cepat pergi meninggalkan dunia yang kejam dan penuh penderitaan ini, agar ia dapat berkumpul dan tertawa bahagia, bersama ayah dan bundanya.
Tasya pergi ke balkon, dia berusaha mengusir rasa sakit yang mendera jiwanya, dengan menghirup udara segar. Tasya merasa sedikit lebih baik sekarang, Tasya berdiam di sana lebih dari satu jam lamanya.
Sampai akhirnya Tasya mendengar suara ketukan, gadis itu pun berlari menuju pintu, dia takut kalau-kalau Ferdhi sudah kembali, dan monster arogan itu pasti akan kembali menyiksanya, jika ia terlambat membukakan pintu.
Ketika pintu terbuka Tasya melihat sosok Bagas di sana, bersama seorang pelayan, mereka datang untuk mengantarkan barang-barang milik Tasya, yg baru saja diambil dari kontrakan.
"Nona, ini barang-barang milik Anda," ujar Bagas sembari menyerahkan barang-barang milik Tasya.
"Terimakasih," tutur Tasya.
Bagas hanya menganggukkan kepala, lalu pergi meninggalkan Tasya. Pria itu selalu terlihat dingin dan kaku, tapi setidaknya dia tidak kejam seperti Ferdhi.
Tasya menutup pintu kamarnya. Dia menyusun pakaiaan termasuk buku kuliahnya di sudut kamar. Di atas lantai, bukan di dalam lemari.
Tasya merasakan gerah yang sejak tadi melingkupi tubuhnya, dia mengambil handuk dan ingin segera mandi. Tapi lagi-lagi Tasya harus mengurungkan niatnya, dia tidak tahu harus mandi di mana, dia tidak akan berani memakai kamar mandi milik Ferdhi, bisa-bisa dia mendapat siksaan lagi nanti.
Waktu terus berlutar, hingga hari menjelang petang. Ferdhi kembali dari ruang kerjanya, dia mendapati Tasya masih mengenakan gaun pengantinnya, gadis itu belum mandi juga.
"Dasar gadis jorok! Apa lagi alasanmu, mengapa masih belum mandi? Kau sengaja membiarkan virus-virus di tubuhmu menyebar di kamar ini ya." Bentakan bercampur makian itu, adalah hal pertama yang keluar dari mulut Ferdhi, begitu ia kembali.
"Aku tidak tahu harus mandi di mana, Tuan," jawab Tasya menundukkan kepala.
"Bodoh! Tentu saja di kamar mandi, mana mungkin di kolam buaya," bentak Ferdhi kesal.
"Memangnya boleh, Tuan."
"Jangan banyak tanya! Cepat mandi sana, atau aku akan melemparmu ke kolam buaya!"
Tasya melangkah cepat menuju kamar mandi, dengan hati yang tak henti mengumpat kesal. Monster ini benar-benar arogan, kerjaannya hanya menyalahkan orang seenak jidat.
Tasya keluar dari kamar mandi sekitar 25-menit kemudian, dia menuju sudut kamar untuk mengambil pakaian ganti. Namun tiba-tiba langkahnya melemah, di sertai pandangan yang mulai buram, dia pun terjatuh lalu kehilangan kesadarannya.
Bersambung.
Tasya keluar dari kamar mandi sekitar 25-menit kemudian, dia menuju sudut kamar untuk mengambil pakaian ganti. Namun tiba-tiba langkahnya melemah, disertai pandangan yang mulai buram. Tasya sudah tidak kuat untuk menopang dirinya, dia pun terjatuh lalu kehilangan kesadarannya.Ferdhi mengkerutkan dahinya melihat Tasya yang tiba-tiba ambruk, dengan langkah sedikit tergesa-gesa dia melangkah menghampiri Tasya."Hey, bangun! Kau sengaja ingin menggodaku, ya? Dengan berpura-pura seperti ini!" seru Ferdhi sambil menguncang tubuh Tasya.Pikiran Fedhi monolak untuk mengangumi kemolekan tubuh Tasya, namun matanya tidak bisa berbohong, wanita yang ada di hadapannya ini sungguh menggoda iman. Apa lagi saat ini tubuh itu hanya berbalut handuk saja.Ferdhi sekuat hati menjernihkan pikirannya yang mulai melayang, dia berdecak sambil menepuk pipi Tasya, tapi Tasya tidak merespon sama sekali. "Apa dia benar-benar pingsan!""Ck ... menyusahkan saja!" gerutu Ferdhi
Pagi itu Tasya sedang memacu sepeda motornya matic tua-nya dengan sangat kencang. Ia hampir terlambat, pagi ini ada pertemuan dengan Dosen pembimbingnya yang killer."Tuhan ... habis sudah riwayatku kalau sampai terlambat," gumam Tasya lirih.Tasya terus memacu sepeda motornya dengan kencang, lalu di sebuah persimpangan, sebuah mobil berbelok tiba-tiba, dan membuat Tasya kehilangan kendali.Ciiittt ... Brakkk! Hantaman keras sepeda motor Tasya menabrak bagian belakang sebuah mobil sport mewah berwarna hitam.Tasya terjatuh, untung saja ia mengenakan celana panjang, sehingga hanya tangannya saja yang sedikit tergores, Tasya pun segera berdiri untuk menegakkan sepeda motornya.Di saat yang sama seorang pria bertubuh tinggi nan gagah, keluar dari mobil yang ditabrak oleh Tasya."Shit! What are you doing!" umpat pria tersebut, sambil melotot tajam.Pria itu menggeram kesal saat melihat kondisi bagian belakang mobilnya yang penyok akibat t
Tasya berjalan menuju parkiran kampus, ia menghela napas berat melihat kondisi sepeda motornya yang ringsek. Bagian depan motor itu rusak cukup parah, akibat tabrakan tadi pagi. Jadi mau tidak mau Tasya harus mengantar motornya ke bengkel."Kenapa, Sya? Kok lesu gitu?" tanya Dila sahabatnya."Motorku rusak! Tadi pagi abis tabrakan, kayaknya harus dibawa ke bengkel dulu nih motor," sahut Tasya lemas memikirkan uang keluar lagi, sementara setiap harinya dia harus berhemat dalam segala sesuatunya."Ya udah, ayo aku temanin!" Dila melirik jam di tangannya. "Kita harus buru-buru ke resetoran, kamu tahu sendiri risikonya kalau sampe telat, bisa di omelin habis-habisan kita sama bu Windy."Tasya mengangguk, mereka langsung pergi meninggalkan area kampus. Setelah mengantarkan motornya ke bengkel, mereka langsung menuju restoran tempat mereka bekerja part time.Setibanya di restoran Tasya dan Dila langsung di sambut tatapan tajam oleh bu Windy."Kali
Bagas menyambut kedatangan Tasya. Lalu mempersilahkan pengawalnya untuk pergi."Silahkan duduk, Nona Tasya." Bagas menarik kursi untuk Tasya.Tasya duduk di kursi yang disediakan Bagas, dia merasa bingung karena tidak melihat pria pemilik mobil yang ditabraknya kemarin."Anda mau minum apa, Nona?" tanya Bagas."Tidak perlu," jawab Tasya singkat.Bagas tersenyum tipis, sepertinya gadis yang ada di depannya saat ini tidak suka neko-neko."Perkenalkan, saya Bagas! Asisten pribadi Tuan Muda yang Nona tabrak kemarin," ujar Bagas memper-kenalkan diri."Di mana ...." Tasya bingung untuk melanjutkan pertanyaannya, karena dia tidak mengingat nama pemilik mobil yang ia tabrak kemarin."Maksud Nona, tuan Ferdhi?" tanya Bagas seperti dapat membaca raut kebingungan di wajah Tasya.Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya, di mana dia?""Tuan berhalangan untuk hadir, karena harus mengurus sesuatu yang sangat penting, jadi saya yang me
"Si-siapa ini?" tanya Tasya bingung bercampur takut."Aku Ferdhian Windraya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menjemputmu, jadi jangan buat aku menunggu!" balas Ferdhi dengan nada membentak."Menjemputku? Untuk ap ...." Belum juga Tasya sempat menyelesaikan pertanyaan, sudah terdengar bunyi 'Tuut tut tut' karena Ferdhi sudah memutuskan sambungannya secara sepihak."Ck ... dasar orang kaya sombong! Main matikan seenaknya saja," rutuk Tasya sambil meletakkan kembali ponselnya.Tasya pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya. Sebenarnya Tasya sudah ingin tidur, karena ia terlalu lelah hari ini.Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Tasya pun bergegas menuju pintu tersebut untuk membukanya."Tuan, mari silakan masuk!" tutur Tasya mempersilakan, karena orang yang mengetuk pintu tersebut adalah Ferdhi."Aku tidak datang untuk bertamu, aku datang untuk menjemputmu, cepatlah masuk ke mobil," perintah Ferdhi."Tapi kita
Tasya membuka matanya, dia memekik menahan sakit karena jambakan Ferdhi.Seperti tidak mempunyai hati nurani, Ferdhi menarik Tasya hingga tersungkur di lantai.Tasya merintih kecil menahan sakit di lututnya karena terbentur lantai, dan meningggalkan jejak memar di sana."Sakit?" tanya Ferdhi dingin.Tasya mengganguk pelan, sambil menahan air matanya agar tidak menetes."Itu belum seberapa. Kau akan merasakan sakit yang lebih dari itu, jika berani membantahku! Kau ingat isi perjanjian yang sudah kau tandatangani?"Tasya menggangguk. "Aku tahu, Tuan!""Bagus! Pastikan kau melayani semua kebutuhanku dengan baik, dan jangan ada kesalahan, atau kau akan kubuat lebih menderita!" seru Ferdhi lalu melangkah ke arah balkon.Baru beberapa langkah berjalan, Ferdhi kembali menghentikan langkahnya."Bawakan wine ke kolamku!" perintahnya."Baik, Tuan."Tasya berjalan ke mini bar, dia mengambil wine dari dalam lemari kaca, la