Pagi itu Tasya sedang memacu sepeda motornya matic tua-nya dengan sangat kencang. Ia hampir terlambat, pagi ini ada pertemuan dengan Dosen pembimbingnya yang killer.
"Tuhan ... habis sudah riwayatku kalau sampai terlambat," gumam Tasya lirih.
Tasya terus memacu sepeda motornya dengan kencang, lalu di sebuah persimpangan, sebuah mobil berbelok tiba-tiba, dan membuat Tasya kehilangan kendali.
Ciiittt ... Brakkk! Hantaman keras sepeda motor Tasya menabrak bagian belakang sebuah mobil sport mewah berwarna hitam.
Tasya terjatuh, untung saja ia mengenakan celana panjang, sehingga hanya tangannya saja yang sedikit tergores, Tasya pun segera berdiri untuk menegakkan sepeda motornya.
Di saat yang sama seorang pria bertubuh tinggi nan gagah, keluar dari mobil yang ditabrak oleh Tasya.
"Shit! What are you doing!" umpat pria tersebut, sambil melotot tajam.
Pria itu menggeram kesal saat melihat kondisi bagian belakang mobilnya yang penyok akibat tabrakan Tasya. Dia bersedekap dengan angkuh, auranya begitu dingin menatap Tasya, seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Ma-maaf, Tuan! Aku tidak sengaja. Lagi pula Tuan berbelok tanpa melihat jalan," ujar Tasya dengan suara gemetaran.
Pria itu menajamkan pandangannya pada Tasya, seperti yang siap memotong lidahnya. Tasya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, mencoba mengusir rasa takut yang kini membelenggunya.
"Sudah salah! Masih mau berkelit, huh!?" geram pria tersebut.
"Lihatlah! Mobilku rusak di bagian belakang, dan itu artinya kau lah menabrak mobilku, ganti rugi atau aku akan membawamu ke kantor polisi," ancam pria itu bersamaan dengan tatapan dinginnya yang mengintimidasi Tasya.
"I-iya, Tuan! Aku akan ganti rugi, berapa aku harus menganti kerusakan mobilmu?" tanya Tasya dengan suara dan tubuh yang gemetar ketakutan.
Pria itu menatap penampilan Tasya, lalu pandangan pria itu beralih ke sepeda motor tua milik Tasya. Pria itu pun menyeringai licik. "Tidak banyak ... hanya 5-miliar!"
Hampir saja mata Tasya melompat keluar, enak saja pria ini menyebut 5-miliar tidak banyak, sedangkan untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan biaya kuliahnya saja, Tasya harus bekerja part time sepulang kuliah.
"Li-lima milar, Tuan!" Tasya masih tidak percaya dengan pendengarannya.
"Ya lima miliar! Atau ikut aku ke kantor polisi sekarang juga," ancam pria itu garang.
Pelupuk mata Tasya mulai digenangi cairan berwarna bening, dari mana Tasya harus mendapatkan uang sebanyak itu. Namun, tiba-tiba Tasya teringat bahwa dia harus buru-buru ke kampus.
Tasya mengambil buku dari dalam tas'nya, Tasya menuliskan nomor telponnya di buku tersebut. Dia merobeknya lalu mengambil kartu mahasiswanya.
"Tuan ambil ini sebagai jaminan, aku tidak akan lari, sekarang aku harus buru-buru," ujar Tasya.
Tasya bergegas men-stater motornya, lalu segera pergi meninggalkan pria tersebut. Entah apa yang akan terjadi nantinya, Tasya akan memikirkannya nanti juga. Yang paling penting saat ini, Tasya harus segera menemui Dosen pembimbingnya.
"Tasya Almira ...." Pria itu bergumam saat membaca nama yang tertera pada kartu mahasiswa yang diserahkan oleh Tasya.
Cukup lama pria sombong itu terpaku merenungkan nama belakang Tasya yang tidak asing, sesaat kemudian ia pun tersadar lalu mengumpat kesal, baru kali ini ada gadis konyol yang berani meninggalkannya begitu saja.
Dia menggelengkan kepala, dengan langkah panjang dia kembali masuk ke mobilnya. Selanjutnya dia melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut, menelusuri jalanan ibukota yang cukup macet seperti biasa.
Satu jam lebih di perjalanan, kini mobil yang dikendarainya terparkir di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, memiliki arsitektur modren, yang berdiri angkuh di antara gedung-gedung lainnya.
Pria elegan itu turun dari mobilnya, dia memasuki gedung tersebut dengan langkah gagah.
Para karyawan yang berada di lobi kantor pun membungkuk hormat.
"Selamat pagi pak!" sapa para karyawan yang berpapasan dengannya.
"Pagi ...!" jawabnya singkat sambil meneruskan langkahnya.
Dia berjalan menuju private lift, khusus milik CEO. Dia menempelkan ibu jarinya di sensor, dan segera masuk begitu pintu lift itu terbuka. Lift itu membawanya ke lantai 27. Lantai paling atas di gedung tersebut.
Setelah keluar dari lift. Dia pun berjalan menuju sebuah ruangan yang sangat besar. Ruang kerjanya ini memang di desain sangat mewah, dengan segala fasilitas yang sangat modren.
Dengan satu tepukan tangan gorden yang menggantung dari langit-langit ruangan, bergeser dengan sendiri. Membiarkan sinar mentari pagi masuk menembus dinding kaca ruang kerjanya.
Kini pria elegan itu mendudukkan dirinya di kursi yang sangat empuk, kursi kebesarannya. Tepat di bagian depan meja kerjanya, terdapat papan nama.
Ferdhian Windraya, Chief Executive Officer.
Ferdhi mengambil telpon yang ada di sudut mejanya.
"Gas, ke ruanganku sekarang," perintah Ferdhi lalu kembali menutup telponnya sepihak.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu.
"Masuk!" sahut Ferdhi dari dalam ruangan.
"Ada yang Anda butuhkan, Tuan?" tanya Bagas asisten pribadi Ferdhi, sambil membungkuk hormat.
"Cari data pribadi gadis ini! Apa benar dia bagian dari keluarga Almira sialan itu!" perintah Ferdhi sembari meletakkan kartu mahasiswa Tasya di atas meja. "Satu jam lagi aku ingin info gadis itu sudah ada di tanganku."
Bagas mengambil kartu yang diberikan Ferdhi, lalu mengamati photo gadis yang ada di kartu mahasiswa tersebut.
"Cantik ...," gumamnya pelan.
"Apa kau bilang?" tanya Ferdhi dengan tatapan tajamnya.
"Tidak ada, Tuan! Saya pastikan data gadis ini akan sampai ke tangan Anda satu jam lagi," jawab Bagas, ia membungkuk hormat lalu beranjak pergi dari ruangan bossnya.
Ferdhi mulai disibukkan dengan pekerjaannya. Ferdhi adalah seorang pengusaha sangat sukses. Tapi Ferdhi bukan hanya dikenal karena kesuksesannya, melainkan kekejamannya dalam berbisnis. Dia merupakan orang yang tidak memiliki belas kasihan kepada musuh, bahkan kepada kolega yang berani mengkhianatinya.
Ferdhi memiliki dendam kepada perusahaan Almira. 5-tahun yang lalu dia pernah bekerja sama dengan perusahaan Almira, saat itu Ferdhi belum sesukses sekarang, dia baru mulai merintis perusahaannya dari nol.
Ferdhi ditipu oleh perusahaan Almira, yang membuatnya rugi besar. Ferdhi harus berjuang ekstra agar perusahaannya dapat bertahan. Kini kekayaan dan kekuasaan Ferdhi sudah sangat besar, sudah waktunya ia membalaskan dendam kepada perusahaan Almira.
Belum sampai satu jam, Bagas sudah kembali ke ruangan Ferdhi, untuk memberikan laporan yang ia dapatkan.
"Benar, Tuan! Gadis itu adalah keponakan dari pemilik Almira corp," ujar Bagas.
"Kau bisa jamin kebenaran dari laporanmu ini?" tanya Ferdhi sambil menaikkan sebelah alis matanya.
"Tentu, Tuan. Saya pastikan tidak ada kekeliruan di sini!" jawab Bagas dengan yakin.
"Bagus ...."
Ferdhi menyeringai licik, manampakkan aura kejam di wajahnya. Sepertinya Ferdhi tidak perlu bersusah payah untuk memulai misi balas dendamnya, karena hari ini Ferdhi malah bertemu salah satu bagian dari keluarga itu, yang bahkan membuat masalah baru dengannya.
Ferdhi akan membuat Tasya merasakan akibat, karena keluarga Tasya sudah berani mambuat masalah dengannya.
"Sekarang hubungi dia, atur pertemuan dengannya," perintah Ferdhi. "Buat surat perjanjian dengannya!"
"Perjanjian apa Tuan?" tanya Bagas bingung.
"Perjanjian nikah ...."
Bersambung.
Dear readers, ini karya pertama aku di GoodNovel.
Ikuti kisah selengkapnya, dan terus dukung aku, ya.
Follow juga I* : @poel_story27
Tasya berjalan menuju parkiran kampus, ia menghela napas berat melihat kondisi sepeda motornya yang ringsek. Bagian depan motor itu rusak cukup parah, akibat tabrakan tadi pagi. Jadi mau tidak mau Tasya harus mengantar motornya ke bengkel."Kenapa, Sya? Kok lesu gitu?" tanya Dila sahabatnya."Motorku rusak! Tadi pagi abis tabrakan, kayaknya harus dibawa ke bengkel dulu nih motor," sahut Tasya lemas memikirkan uang keluar lagi, sementara setiap harinya dia harus berhemat dalam segala sesuatunya."Ya udah, ayo aku temanin!" Dila melirik jam di tangannya. "Kita harus buru-buru ke resetoran, kamu tahu sendiri risikonya kalau sampe telat, bisa di omelin habis-habisan kita sama bu Windy."Tasya mengangguk, mereka langsung pergi meninggalkan area kampus. Setelah mengantarkan motornya ke bengkel, mereka langsung menuju restoran tempat mereka bekerja part time.Setibanya di restoran Tasya dan Dila langsung di sambut tatapan tajam oleh bu Windy."Kali
Bagas menyambut kedatangan Tasya. Lalu mempersilahkan pengawalnya untuk pergi."Silahkan duduk, Nona Tasya." Bagas menarik kursi untuk Tasya.Tasya duduk di kursi yang disediakan Bagas, dia merasa bingung karena tidak melihat pria pemilik mobil yang ditabraknya kemarin."Anda mau minum apa, Nona?" tanya Bagas."Tidak perlu," jawab Tasya singkat.Bagas tersenyum tipis, sepertinya gadis yang ada di depannya saat ini tidak suka neko-neko."Perkenalkan, saya Bagas! Asisten pribadi Tuan Muda yang Nona tabrak kemarin," ujar Bagas memper-kenalkan diri."Di mana ...." Tasya bingung untuk melanjutkan pertanyaannya, karena dia tidak mengingat nama pemilik mobil yang ia tabrak kemarin."Maksud Nona, tuan Ferdhi?" tanya Bagas seperti dapat membaca raut kebingungan di wajah Tasya.Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya, di mana dia?""Tuan berhalangan untuk hadir, karena harus mengurus sesuatu yang sangat penting, jadi saya yang me
"Si-siapa ini?" tanya Tasya bingung bercampur takut."Aku Ferdhian Windraya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menjemputmu, jadi jangan buat aku menunggu!" balas Ferdhi dengan nada membentak."Menjemputku? Untuk ap ...." Belum juga Tasya sempat menyelesaikan pertanyaan, sudah terdengar bunyi 'Tuut tut tut' karena Ferdhi sudah memutuskan sambungannya secara sepihak."Ck ... dasar orang kaya sombong! Main matikan seenaknya saja," rutuk Tasya sambil meletakkan kembali ponselnya.Tasya pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya. Sebenarnya Tasya sudah ingin tidur, karena ia terlalu lelah hari ini.Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Tasya pun bergegas menuju pintu tersebut untuk membukanya."Tuan, mari silakan masuk!" tutur Tasya mempersilakan, karena orang yang mengetuk pintu tersebut adalah Ferdhi."Aku tidak datang untuk bertamu, aku datang untuk menjemputmu, cepatlah masuk ke mobil," perintah Ferdhi."Tapi kita
Tasya membuka matanya, dia memekik menahan sakit karena jambakan Ferdhi.Seperti tidak mempunyai hati nurani, Ferdhi menarik Tasya hingga tersungkur di lantai.Tasya merintih kecil menahan sakit di lututnya karena terbentur lantai, dan meningggalkan jejak memar di sana."Sakit?" tanya Ferdhi dingin.Tasya mengganguk pelan, sambil menahan air matanya agar tidak menetes."Itu belum seberapa. Kau akan merasakan sakit yang lebih dari itu, jika berani membantahku! Kau ingat isi perjanjian yang sudah kau tandatangani?"Tasya menggangguk. "Aku tahu, Tuan!""Bagus! Pastikan kau melayani semua kebutuhanku dengan baik, dan jangan ada kesalahan, atau kau akan kubuat lebih menderita!" seru Ferdhi lalu melangkah ke arah balkon.Baru beberapa langkah berjalan, Ferdhi kembali menghentikan langkahnya."Bawakan wine ke kolamku!" perintahnya."Baik, Tuan."Tasya berjalan ke mini bar, dia mengambil wine dari dalam lemari kaca, la
Kini proses pernikahan sudah selesai, Tasya sudah resmi menjadi pengantin. Hanya ada akad yang dihadiri orang-orang kepercayaan Ferdhi, tanpa resepsi sama sekali. Kini tinggallah raut kesedihan yang tampak di wajah Tasya, entah kehidupan macam apa yang akan dia jalani nanti, Tasya sudah pasrah dengan diri dan nasibnya. Tasya diantar oleh pelayan suaminya menuju kamar. Tasya terdiam menatap seisi kamar itu, dia tidak berani menyentuh apa pun, karena takut Ferdhi akan memarahi dan memakinya dengan hinaan yang sangat menyakiti hatinya Tasya berjalan menuju balkon, dia mendudukkan dirinya menatap taman belakang mansion yang terlihat begitu menyejukkan mata. Ingin rasanya dia keluar dan bermain di taman itu, hanya saja Tasya sadar dia tidak memiliki hak apa pun di sini, mansion mewah ini adalah penjara sekaligus neraka baginya. Tasya seperti sedang melihat berlian indah di depan mata, tapi jangankan berharap untuk memiliki, menyentuh pun tidak boleh. "Hey, Bodoh s
Tasya keluar dari kamar mandi sekitar 25-menit kemudian, dia menuju sudut kamar untuk mengambil pakaian ganti. Namun tiba-tiba langkahnya melemah, disertai pandangan yang mulai buram. Tasya sudah tidak kuat untuk menopang dirinya, dia pun terjatuh lalu kehilangan kesadarannya.Ferdhi mengkerutkan dahinya melihat Tasya yang tiba-tiba ambruk, dengan langkah sedikit tergesa-gesa dia melangkah menghampiri Tasya."Hey, bangun! Kau sengaja ingin menggodaku, ya? Dengan berpura-pura seperti ini!" seru Ferdhi sambil menguncang tubuh Tasya.Pikiran Fedhi monolak untuk mengangumi kemolekan tubuh Tasya, namun matanya tidak bisa berbohong, wanita yang ada di hadapannya ini sungguh menggoda iman. Apa lagi saat ini tubuh itu hanya berbalut handuk saja.Ferdhi sekuat hati menjernihkan pikirannya yang mulai melayang, dia berdecak sambil menepuk pipi Tasya, tapi Tasya tidak merespon sama sekali. "Apa dia benar-benar pingsan!""Ck ... menyusahkan saja!" gerutu Ferdhi