Bagas menyambut kedatangan Tasya. Lalu mempersilahkan pengawalnya untuk pergi.
"Silahkan duduk, Nona Tasya." Bagas menarik kursi untuk Tasya.
Tasya duduk di kursi yang disediakan Bagas, dia merasa bingung karena tidak melihat pria pemilik mobil yang ditabraknya kemarin.
"Anda mau minum apa, Nona?" tanya Bagas.
"Tidak perlu," jawab Tasya singkat.
Bagas tersenyum tipis, sepertinya gadis yang ada di depannya saat ini tidak suka neko-neko."Perkenalkan, saya Bagas! Asisten pribadi Tuan Muda yang Nona tabrak kemarin," ujar Bagas memper-kenalkan diri.
"Di mana ...." Tasya bingung untuk melanjutkan pertanyaannya, karena dia tidak mengingat nama pemilik mobil yang ia tabrak kemarin.
"Maksud Nona, tuan Ferdhi?" tanya Bagas seperti dapat membaca raut kebingungan di wajah Tasya.
Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya, di mana dia?"
"Tuan berhalangan untuk hadir, karena harus mengurus sesuatu yang sangat penting, jadi saya yang mewakili tuan Ferdhi untuk mengurus masalah ini," papar Bagas dengan jelas.
"Bagaimana Nona Tasya, apa Nona sudah menyiapkan ganti rugi yang diminta boss saya?" tanya Bagas dengan nada dingin.
Semua yang ucapkan bagas hanyalah b**a-basi, karena tujuannya adalah melaksanakan perintah Ferdhi untuk menjebak Tasya, demi membalaskan dendam Ferdhi kepada Almira corp.
Tasya menundukkan kepalanya, bagaimana dia harus mengganti rugi sebanyak itu. Jika orang tuanya masih hidup, angka 5-miliar bisa saja dia dapatkan dengan mudah, tapi sekarang keadaannya sangat berbeda, Tasya tidak punya apa-apa selain semangat hidupnya.
"Maaf, Tuan Bagas! Aku tidak punya uang sebanyak itu, lagi pula sepertinya bossmu itu terlalu mengada-ada, mobilnya hanya penyok sedikit di bagian belakang, 5-miliar bukanlah ganti rugi, tapi pemerasan," tolakTasya memberanikan diri mengungkapkan logikanya.
Bagas tersenyum tipis, sambil memberikan tatapan yang mengintimidasi. "Mobil milik boss saya itu limited editon, Nona. Angka itu tidak mengada-ada. Jika Nona merasa kami ingin memeras, kita bisa selesaikan masalah ini bersama pihak berwajib. Itu adil, bukan?"
Tasya tertunduk, dia tidak mau ber-urusan dengan pihak berwajib, dia tidak ingin dipenjara. Apalagi saat ini kuliahnya sudah semester akhir, Tasya tentu tidak ingin wisudanya yang hanya tinggal sebentar lagi, menjadi terbengkalai.
"Tapi aku tidak punya uang sebanyak itu," ucap Tasya meratap.
Bagas mengkerutkan dahinya, bagaimana bisa wanita ini mengatakan bahwa dia tidak memiliki uang, sedangkan dia adalah keponakan dari pemilik Almira corp."Jika Anda tidak mau mengganti rugi, maka Anda harus memenuhi syarat yang tuan Ferdhi inginkan," ujar bagas sambil tersenyum tipis.
Tasya memberanikan diri untuk menatap Bagas. "Syarat macam apa itu?"
"Tuan Ferdhi ingin Anda menjadi istrinya," jawab Bagas.
Tasya langsung tersedak mendengar ucapan Bagas, obrolan konyol macam apa ini? Pria gila macam apa yang tiba-tiba meminta wanita yang tidak dikenal untuk menjadi seorang istri?
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Bagas datar.
'Pria ini tidak berperasaan sekali! Sudah jelas aku tersedak karena ucapan konyolnya. Tapi dia malah bertanya apa aku baik-baik saja! Sungguh menyebalkan!' umpat Tasya dalam hati.
Tasya menggelengkan kepala, jika asistennya saja sudah sedingin ini, bagaimana dengan bossnya. Tasya ngeri membayangkan jika harus berurusan langsung dengan Ferdhi.
"I-iya ... aku tidak apa-apa! Apa aku tidak salah dengar?" tanya Tasya, tampak kerutan di keningnya, yang menandakan gadis itu sedang berpikir keras.
"Tidak, Nona! Tuan Ferdhi selalu memberi perintah dengan jelas. Tuan Ferdhi ingin menjadikan Anda sebagai istrinya, sebagai ganti rugi atas kerusakan mobilnya," papar Bagas.
"Mengapa tuanmu itu ingin menjadikan aku sebagai istrinya, jika hanya untuk membayar hutang, biarkan aku bekerja pada tuanmu, sampai semua hutang-hutangku kepadanya lunas!" seru Tasya tak habis pikir.
Bagas kembali tersenyum tipis. " Saya tidak tahu alasan boss saya ingin menjadikan Nona sebagai istri, karena itu adalah urusan pribadinya. Tapi yang pasti Anda tidak memiliki posisi tawar di sini. Dan saya beri tahu satu hal, boss saya pasti akan menghalalkan segala cara, agar keinginannya tercapai!"
Bagas mengeluarkan sebuah amplop berisi surat perjanjian yang sudah ia siapkan. "Ini surat perjanjiannya, Nona silahkan baca, lalu tanda tangani."
Apa? Baca, lalu tanda-tangani? Konyol sekali ucapan pria ini, untuk apa dia menyuruh Tasya membaca surat itu? Jika pada akhirnya Tasya juga wajib menandatanganinya, setuju atau tidak setuju.
Tasya membaca surat perjanjian tersebut dengan teliti. Isi dari perjanjian tersebut sangat tidak masuk akal. Tidak ada satu point pun yang meringankan dirinya, semua point yang ada di surat itu hanya menguntungkan pihak pertama.
Dan yang lebih konyol lagi, surat perjanjian nikah itu tidak memiliki batas waktu. Yang membuat Tasya merasa akan terjebak dalam neraka seumur hidup.
"Aku tidak setuju dengan point-pointnya, perjanjian yang dibuat bossmu ini terlalu mengada-ada." Tasya mengembalikan surat tersebut kepada Bagas, pikiran konyol macam apa yang membuat Tasya harus menanda-tangani surat perjanjian sialan itu.
"Seperti yang saya katakan tadi Nona. Anda hanya perlu membaca tanpa protes, lalu menanda tangani surat itu," ujar Bagas dengan tatapan mengintimidasi lawan bicaranya.
Tasya menunduk tidak berani menatap Bagas, pria ini benar-benar kejam, berdarah dingin, tidak punya perasaan!"Maaf, Tuan Bagas! Tidakkah kau lihat aku hanyalah gadis kecil yang tidak berdaya, apa kau dan tuanmu itu tidak memiliki sedikit rasa iba terhadapku!" ucap Tasya mengiba.
Bagas malah tersenyum lebar mendengar Tasya memohon, meski jauh di lubuk hatinya terbesit rasa iba. Jika saja dia bukan seorang bawahan, mungkin dia sudah membebaskan Tasya saat ini juga.
"Silahkan bubuhkan tanda tangan Anda, Nona. Waktu saya cukup singkat," paksa Bagas diiringi dengan tatapan dinginnya.
Tasya terdiam sejenak, ia bingung dengan pilihan apa yang harus diambil. Cobaan apalagi yang akan ia jalani, belum juga dia punya kesempatan untuk membalas perbuatan pamannya, kini dia malah terjebak bersama pria yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
"Baiklah." Tasya pasrah karena tidak punya pilihan, entah disadari Bagas atau tidak, mata gadis itu sudah berkaca-kaca, sebuah tangisan yang jatuh ke dalam.
Dengan berat hati Tasya membubuhkan tanda tangan pada surat perjanjian tersebut, lalu mengembalikannya pada Bagas dengan gerakan lemah.
"Terima kasih Nona Tasya! Karena semua sudah selesai. Mari, biar orang-orangku kembali mengantar Nona pulang!"ujar Bagas sembari berdiri dari tempat duduknya.
Mereka keluar dari cafe tersebut, Bagas memerintahkan anak buahnya untuk mengantar Tasya. Tasya masuk ke mobil dan segera meluncur dari tempat tersebut.
Tasya meminta untuk diantarkan ke restoran tempat ia bekerja, karena ini sudah hampir memasuki jam kerjanya, Tasya tidak ingin terlambat lagi dan kembali mendapat omelan dari bu Windy.
***
Kontrakan Tasya.
Sepulang bekerja Tasya merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur.
Tiba-tiba dering ponsel mengganggu pendengarannya, tepat saat Tasya hendak memejamkan matanya.
Tasya meraih ponselnya yang terletak di atas meja nakas, Tasya melihat panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya, ia mendengkus kesal lalu menekan tombol merah, tak lupa Tasya men-silent nada dering ponselnya, dan kembali meletakkan ponsel tersebut ke atas meja.
Orang itu terus menghubungi ponsel Tasya, itu dapat dilihat dari layar ponselnya yang terus menyala. Sebuah decakan pun lolos begitu saja dari mulut Tasya, terpaksa Tasya harus menggeser tombol hijau di layar ponselnya itu.
"Kau harus menanggung akibatnya karena berani menolak panggilanku!" raung seorang pria dari seberang telpon, yang membuat Tasya sontak menjauhkan ponsel itu dari telinganya.
Siapa sih orang ini?
Bersambung.
"Si-siapa ini?" tanya Tasya bingung bercampur takut."Aku Ferdhian Windraya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menjemputmu, jadi jangan buat aku menunggu!" balas Ferdhi dengan nada membentak."Menjemputku? Untuk ap ...." Belum juga Tasya sempat menyelesaikan pertanyaan, sudah terdengar bunyi 'Tuut tut tut' karena Ferdhi sudah memutuskan sambungannya secara sepihak."Ck ... dasar orang kaya sombong! Main matikan seenaknya saja," rutuk Tasya sambil meletakkan kembali ponselnya.Tasya pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya. Sebenarnya Tasya sudah ingin tidur, karena ia terlalu lelah hari ini.Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Tasya pun bergegas menuju pintu tersebut untuk membukanya."Tuan, mari silakan masuk!" tutur Tasya mempersilakan, karena orang yang mengetuk pintu tersebut adalah Ferdhi."Aku tidak datang untuk bertamu, aku datang untuk menjemputmu, cepatlah masuk ke mobil," perintah Ferdhi."Tapi kita
Tasya membuka matanya, dia memekik menahan sakit karena jambakan Ferdhi.Seperti tidak mempunyai hati nurani, Ferdhi menarik Tasya hingga tersungkur di lantai.Tasya merintih kecil menahan sakit di lututnya karena terbentur lantai, dan meningggalkan jejak memar di sana."Sakit?" tanya Ferdhi dingin.Tasya mengganguk pelan, sambil menahan air matanya agar tidak menetes."Itu belum seberapa. Kau akan merasakan sakit yang lebih dari itu, jika berani membantahku! Kau ingat isi perjanjian yang sudah kau tandatangani?"Tasya menggangguk. "Aku tahu, Tuan!""Bagus! Pastikan kau melayani semua kebutuhanku dengan baik, dan jangan ada kesalahan, atau kau akan kubuat lebih menderita!" seru Ferdhi lalu melangkah ke arah balkon.Baru beberapa langkah berjalan, Ferdhi kembali menghentikan langkahnya."Bawakan wine ke kolamku!" perintahnya."Baik, Tuan."Tasya berjalan ke mini bar, dia mengambil wine dari dalam lemari kaca, la
Kini proses pernikahan sudah selesai, Tasya sudah resmi menjadi pengantin. Hanya ada akad yang dihadiri orang-orang kepercayaan Ferdhi, tanpa resepsi sama sekali. Kini tinggallah raut kesedihan yang tampak di wajah Tasya, entah kehidupan macam apa yang akan dia jalani nanti, Tasya sudah pasrah dengan diri dan nasibnya. Tasya diantar oleh pelayan suaminya menuju kamar. Tasya terdiam menatap seisi kamar itu, dia tidak berani menyentuh apa pun, karena takut Ferdhi akan memarahi dan memakinya dengan hinaan yang sangat menyakiti hatinya Tasya berjalan menuju balkon, dia mendudukkan dirinya menatap taman belakang mansion yang terlihat begitu menyejukkan mata. Ingin rasanya dia keluar dan bermain di taman itu, hanya saja Tasya sadar dia tidak memiliki hak apa pun di sini, mansion mewah ini adalah penjara sekaligus neraka baginya. Tasya seperti sedang melihat berlian indah di depan mata, tapi jangankan berharap untuk memiliki, menyentuh pun tidak boleh. "Hey, Bodoh s
Tasya keluar dari kamar mandi sekitar 25-menit kemudian, dia menuju sudut kamar untuk mengambil pakaian ganti. Namun tiba-tiba langkahnya melemah, disertai pandangan yang mulai buram. Tasya sudah tidak kuat untuk menopang dirinya, dia pun terjatuh lalu kehilangan kesadarannya.Ferdhi mengkerutkan dahinya melihat Tasya yang tiba-tiba ambruk, dengan langkah sedikit tergesa-gesa dia melangkah menghampiri Tasya."Hey, bangun! Kau sengaja ingin menggodaku, ya? Dengan berpura-pura seperti ini!" seru Ferdhi sambil menguncang tubuh Tasya.Pikiran Fedhi monolak untuk mengangumi kemolekan tubuh Tasya, namun matanya tidak bisa berbohong, wanita yang ada di hadapannya ini sungguh menggoda iman. Apa lagi saat ini tubuh itu hanya berbalut handuk saja.Ferdhi sekuat hati menjernihkan pikirannya yang mulai melayang, dia berdecak sambil menepuk pipi Tasya, tapi Tasya tidak merespon sama sekali. "Apa dia benar-benar pingsan!""Ck ... menyusahkan saja!" gerutu Ferdhi
Pagi itu Tasya sedang memacu sepeda motornya matic tua-nya dengan sangat kencang. Ia hampir terlambat, pagi ini ada pertemuan dengan Dosen pembimbingnya yang killer."Tuhan ... habis sudah riwayatku kalau sampai terlambat," gumam Tasya lirih.Tasya terus memacu sepeda motornya dengan kencang, lalu di sebuah persimpangan, sebuah mobil berbelok tiba-tiba, dan membuat Tasya kehilangan kendali.Ciiittt ... Brakkk! Hantaman keras sepeda motor Tasya menabrak bagian belakang sebuah mobil sport mewah berwarna hitam.Tasya terjatuh, untung saja ia mengenakan celana panjang, sehingga hanya tangannya saja yang sedikit tergores, Tasya pun segera berdiri untuk menegakkan sepeda motornya.Di saat yang sama seorang pria bertubuh tinggi nan gagah, keluar dari mobil yang ditabrak oleh Tasya."Shit! What are you doing!" umpat pria tersebut, sambil melotot tajam.Pria itu menggeram kesal saat melihat kondisi bagian belakang mobilnya yang penyok akibat t
Tasya berjalan menuju parkiran kampus, ia menghela napas berat melihat kondisi sepeda motornya yang ringsek. Bagian depan motor itu rusak cukup parah, akibat tabrakan tadi pagi. Jadi mau tidak mau Tasya harus mengantar motornya ke bengkel."Kenapa, Sya? Kok lesu gitu?" tanya Dila sahabatnya."Motorku rusak! Tadi pagi abis tabrakan, kayaknya harus dibawa ke bengkel dulu nih motor," sahut Tasya lemas memikirkan uang keluar lagi, sementara setiap harinya dia harus berhemat dalam segala sesuatunya."Ya udah, ayo aku temanin!" Dila melirik jam di tangannya. "Kita harus buru-buru ke resetoran, kamu tahu sendiri risikonya kalau sampe telat, bisa di omelin habis-habisan kita sama bu Windy."Tasya mengangguk, mereka langsung pergi meninggalkan area kampus. Setelah mengantarkan motornya ke bengkel, mereka langsung menuju restoran tempat mereka bekerja part time.Setibanya di restoran Tasya dan Dila langsung di sambut tatapan tajam oleh bu Windy."Kali