Tasya keluar dari kamar mandi sekitar 25-menit kemudian, dia menuju sudut kamar untuk mengambil pakaian ganti. Namun tiba-tiba langkahnya melemah, disertai pandangan yang mulai buram. Tasya sudah tidak kuat untuk menopang dirinya, dia pun terjatuh lalu kehilangan kesadarannya.
Ferdhi mengkerutkan dahinya melihat Tasya yang tiba-tiba ambruk, dengan langkah sedikit tergesa-gesa dia melangkah menghampiri Tasya.
"Hey, bangun! Kau sengaja ingin menggodaku, ya? Dengan berpura-pura seperti ini!" seru Ferdhi sambil menguncang tubuh Tasya.
Pikiran Fedhi monolak untuk mengangumi kemolekan tubuh Tasya, namun matanya tidak bisa berbohong, wanita yang ada di hadapannya ini sungguh menggoda iman. Apa lagi saat ini tubuh itu hanya berbalut handuk saja.
Ferdhi sekuat hati menjernihkan pikirannya yang mulai melayang, dia berdecak sambil menepuk pipi Tasya, tapi Tasya tidak merespon sama sekali. "Apa dia benar-benar pingsan!"
"Ck ... menyusahkan saja!" gerutu Ferdhi
Pagi itu Tasya sedang memacu sepeda motornya matic tua-nya dengan sangat kencang. Ia hampir terlambat, pagi ini ada pertemuan dengan Dosen pembimbingnya yang killer."Tuhan ... habis sudah riwayatku kalau sampai terlambat," gumam Tasya lirih.Tasya terus memacu sepeda motornya dengan kencang, lalu di sebuah persimpangan, sebuah mobil berbelok tiba-tiba, dan membuat Tasya kehilangan kendali.Ciiittt ... Brakkk! Hantaman keras sepeda motor Tasya menabrak bagian belakang sebuah mobil sport mewah berwarna hitam.Tasya terjatuh, untung saja ia mengenakan celana panjang, sehingga hanya tangannya saja yang sedikit tergores, Tasya pun segera berdiri untuk menegakkan sepeda motornya.Di saat yang sama seorang pria bertubuh tinggi nan gagah, keluar dari mobil yang ditabrak oleh Tasya."Shit! What are you doing!" umpat pria tersebut, sambil melotot tajam.Pria itu menggeram kesal saat melihat kondisi bagian belakang mobilnya yang penyok akibat t
Tasya berjalan menuju parkiran kampus, ia menghela napas berat melihat kondisi sepeda motornya yang ringsek. Bagian depan motor itu rusak cukup parah, akibat tabrakan tadi pagi. Jadi mau tidak mau Tasya harus mengantar motornya ke bengkel."Kenapa, Sya? Kok lesu gitu?" tanya Dila sahabatnya."Motorku rusak! Tadi pagi abis tabrakan, kayaknya harus dibawa ke bengkel dulu nih motor," sahut Tasya lemas memikirkan uang keluar lagi, sementara setiap harinya dia harus berhemat dalam segala sesuatunya."Ya udah, ayo aku temanin!" Dila melirik jam di tangannya. "Kita harus buru-buru ke resetoran, kamu tahu sendiri risikonya kalau sampe telat, bisa di omelin habis-habisan kita sama bu Windy."Tasya mengangguk, mereka langsung pergi meninggalkan area kampus. Setelah mengantarkan motornya ke bengkel, mereka langsung menuju restoran tempat mereka bekerja part time.Setibanya di restoran Tasya dan Dila langsung di sambut tatapan tajam oleh bu Windy."Kali
Bagas menyambut kedatangan Tasya. Lalu mempersilahkan pengawalnya untuk pergi."Silahkan duduk, Nona Tasya." Bagas menarik kursi untuk Tasya.Tasya duduk di kursi yang disediakan Bagas, dia merasa bingung karena tidak melihat pria pemilik mobil yang ditabraknya kemarin."Anda mau minum apa, Nona?" tanya Bagas."Tidak perlu," jawab Tasya singkat.Bagas tersenyum tipis, sepertinya gadis yang ada di depannya saat ini tidak suka neko-neko."Perkenalkan, saya Bagas! Asisten pribadi Tuan Muda yang Nona tabrak kemarin," ujar Bagas memper-kenalkan diri."Di mana ...." Tasya bingung untuk melanjutkan pertanyaannya, karena dia tidak mengingat nama pemilik mobil yang ia tabrak kemarin."Maksud Nona, tuan Ferdhi?" tanya Bagas seperti dapat membaca raut kebingungan di wajah Tasya.Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya, di mana dia?""Tuan berhalangan untuk hadir, karena harus mengurus sesuatu yang sangat penting, jadi saya yang me
"Si-siapa ini?" tanya Tasya bingung bercampur takut."Aku Ferdhian Windraya! Aku sedang dalam perjalanan untuk menjemputmu, jadi jangan buat aku menunggu!" balas Ferdhi dengan nada membentak."Menjemputku? Untuk ap ...." Belum juga Tasya sempat menyelesaikan pertanyaan, sudah terdengar bunyi 'Tuut tut tut' karena Ferdhi sudah memutuskan sambungannya secara sepihak."Ck ... dasar orang kaya sombong! Main matikan seenaknya saja," rutuk Tasya sambil meletakkan kembali ponselnya.Tasya pergi ke kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya. Sebenarnya Tasya sudah ingin tidur, karena ia terlalu lelah hari ini.Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Tasya pun bergegas menuju pintu tersebut untuk membukanya."Tuan, mari silakan masuk!" tutur Tasya mempersilakan, karena orang yang mengetuk pintu tersebut adalah Ferdhi."Aku tidak datang untuk bertamu, aku datang untuk menjemputmu, cepatlah masuk ke mobil," perintah Ferdhi."Tapi kita
Tasya membuka matanya, dia memekik menahan sakit karena jambakan Ferdhi.Seperti tidak mempunyai hati nurani, Ferdhi menarik Tasya hingga tersungkur di lantai.Tasya merintih kecil menahan sakit di lututnya karena terbentur lantai, dan meningggalkan jejak memar di sana."Sakit?" tanya Ferdhi dingin.Tasya mengganguk pelan, sambil menahan air matanya agar tidak menetes."Itu belum seberapa. Kau akan merasakan sakit yang lebih dari itu, jika berani membantahku! Kau ingat isi perjanjian yang sudah kau tandatangani?"Tasya menggangguk. "Aku tahu, Tuan!""Bagus! Pastikan kau melayani semua kebutuhanku dengan baik, dan jangan ada kesalahan, atau kau akan kubuat lebih menderita!" seru Ferdhi lalu melangkah ke arah balkon.Baru beberapa langkah berjalan, Ferdhi kembali menghentikan langkahnya."Bawakan wine ke kolamku!" perintahnya."Baik, Tuan."Tasya berjalan ke mini bar, dia mengambil wine dari dalam lemari kaca, la
Kini proses pernikahan sudah selesai, Tasya sudah resmi menjadi pengantin. Hanya ada akad yang dihadiri orang-orang kepercayaan Ferdhi, tanpa resepsi sama sekali. Kini tinggallah raut kesedihan yang tampak di wajah Tasya, entah kehidupan macam apa yang akan dia jalani nanti, Tasya sudah pasrah dengan diri dan nasibnya. Tasya diantar oleh pelayan suaminya menuju kamar. Tasya terdiam menatap seisi kamar itu, dia tidak berani menyentuh apa pun, karena takut Ferdhi akan memarahi dan memakinya dengan hinaan yang sangat menyakiti hatinya Tasya berjalan menuju balkon, dia mendudukkan dirinya menatap taman belakang mansion yang terlihat begitu menyejukkan mata. Ingin rasanya dia keluar dan bermain di taman itu, hanya saja Tasya sadar dia tidak memiliki hak apa pun di sini, mansion mewah ini adalah penjara sekaligus neraka baginya. Tasya seperti sedang melihat berlian indah di depan mata, tapi jangankan berharap untuk memiliki, menyentuh pun tidak boleh. "Hey, Bodoh s