Perjalanan dari Birmingham, di mana rumah keluarga Adam berada, menuju ke Bloomsbury, menjadi perjalanan yang cukup panjang. Setidaknya mereka harus menempuh jarak selama dua jam perjalanan, Matthew dan Raymond rela mengosongkan jadwal mereka, demi mengetahui kondisi rumah kakek mereka.
“Clare…?” Raymond menegur adiknya dan memastikan jika ia masih terjaga.“Ada apa?” tanya Clare sembari menikmati pemandangan musim semi di sepanjang jalan.“Apakah kau tidak takut, jika tiba-tiba saja Kakek muncul di hadapanmu?” Raymond kembali menggoda Clare, sang Adik mendelikan matanya dan mendengus.“Trik apa lagi yang akan kau mainkan, supaya aku merasa takut dan tidak jadi tinggal di sana? Katakan saja sejujurnya, Ray, kau takut bukan jika kalah dalam taruhan denganku?” Clare balik meledek Raymond, sembari menjulurkan lidahnya.“Ck, bocah ini, tidak bisakah kau membiarkan aku menang sekali-sekali? Ayah, Ibu dan Matthew selalu membela dan membuatmu menang, meskipun seharusnya kau kalah,” Raymond menggerutu dan membuat Clare tertawa kecil.“Tentu saja aku tidak bisa membiarkanmu menang, aku ingin berada di sana dan membuat jalinan persahabatan di Bloomsbury!” Matthew melirik Clare, yang sepertinya sudah sangat antusias, untuk tinggal di rumah peninggalan sang Kakek. Namun demikian, entah mengapa sang Pemuda memiliki firasat yang kurang baik.Semua ini dikarenakan, ketika ia masih remaja dan bermain di rumah mendiang sang Kakek, ia pernah jatuh ke dalam basement dan menemukan banyak sekali benda-benda aneh di dalam sana. Ia menemukan pedang dan belati perak, busur dan mata panah yang juga terbuat dari perak.Ia bahkan menemukan lukisan yang sangat aneh, di mana ada seorang pria, yang mengenakan busana serba hitam dan bertudung, sedang membidik mata panahnya dan membunuh sesesosok serigala, yang bertubuh besar melebihi manusia. Basement itu terbilang tidak biasa, karena biasanya basement itu lembab, tetapi hal yang sebaliknya, terjadi di rumah sang Kakek.Ruangan itu ditata seperti ruangan kerja, semua koleksi kuno sang Kakek tersusun rapi di sana, dan tempat itu justru terbilang hangat. Ia juga pernah membaca buku-buku aneh, seperti Legenda Hansel and Gretel, perburuan para penyihir dan lain sebagainya, tetapi dalam bentuk buku-buku kuno dan bukan buku cerita! Matthew hanya bisa menghela nafas, ketika niat Clare untuk tinggal di sana, justru menjadi menggebu-gebu, setelah ia menyampaikan keberadaan benda-benda itu.“Bukankah kau juga tau, jika aku sedang mempelajari sejarah? Mitologi semacam itu akan sangat membantuku, untuk mempelajari sejarah Eropa secara seutuhnya!” Mata Clare nampak berbinar-binar ketika mengatakan hal itu.“Jangan berbuat bodoh, jika kau sudah tinggal di sana, itu saja pesanku,” ujar Matthew sembari menatap sang Adik dari spion tengah mobilnya.“Iya, aku tau Matth,” jawab Clare sembari membalas tatapan sang Kakak. Setelah hampir dua jam perjalanan, mobil yang mereka kendarai memasuki perumahan megah di kota Bloomsbury, yang terkenal dengan bangunan-bangunan megahnya.British Museum, British Medical Association, di sana juga terletak Royal Academy of Dramatic Art, berbagai institusi bahasa dan budaya dan dua sekolah dari University of London-University College London dan Birkbeck College, yang didirikan sebagai London Mechanics ‘Institution. Karena rumah sang Kakek terletak hanya sekitar sepuluh menit, dengan mengendarai sepeda, Clare semakin bersemangat.Ia bisa lebih tenang dan fokus, untuk mendalami bidang kejuruannya. Namun keluarganya, justru mencemaskan putri satu-satunya di dalam keluarga Adam. Clare terlalu baik dan naif, ia memang cerdas dalam setiap mata pelajaran, dan meskipun ia terkadang sangat jahil, terkadang ia masih bisa dikelabui dan dimanfaatkan oleh orang lain.Karena itu kedua orang tua mereka, akhirnya mengutus Matthew dan Raymond, untuk memastikan, jika rumah itu cukup aman dan layak, untuk ditinggali oleh adik mereka. Matthew mematikan mesin mobilnya dan kemudian turun, diikuti oleh kedua adiknya.Mata ketiganya menatap ke sana kemari dan memperhatikan sekeliling, rumah tersebut baru saja dibersihkan oleh orang suruhan sang Ayah, tetapi tanaman Ivy, tetap dibiarkan merambat di atas atap rumah itu. Halamannya sangat luas, dengan sebuah taman labirin kecil, di sepanjang sisi pagar rumah itu, ditanami bungan mawar merah, yang aromanya sangat semerbak. Di belakang rumah terdapat sebuah kolam renang yang cukup besar, dengan halaman yang ditata dengan rapi.Pohon Holly ditanami di bagian ujung belakang rumah itu, setiap Natal, Kakek akan meminta orang, untuk memasangi lampu di sekitar pohon itu, agar terlihat sangat indah. Clare menggigit bibirnya, ia begitu merindukan sosok tua yang ceria itu.“Ayo masuk,” Matthew menegur kedua adiknya. Clare sedikit tersentak dan lamunannya buyar seketika, ia segera mengikuti kedua kakaknya, untuk masuk ke dalam rumah. Mereka menaiki tangga untuk menuju ke pintu, pintu depan rumah itu cukup besar dan terasnya dipagari dengan marmer yang mahal.Kakek mereka sangat kuno, namun ia memiliki selera seni yang sangat tinggi, ia mirip dengan buyawan! Ketika mereka membuka pintu rumah itu, karpet merah panjang terbentang. Karpet itu dipasang, hingga tangga naik menuju ke lantai dua. Di ruang tamu, mereka bisa menemukan lukisan-lukisan kuno dengan harga yang fantastis. Guci dan keramik yang terpajang di atas rak kayu yang diplitur.Di dalam ruang keluarga, mereka bisa menemukan piano klasik, harpa dan berbagai macam alat musik yang terbilang kuno. Ruangan-ruangan lainnya juga memiliki desain yang sama, tetapi entah mengapa, justru karena hal itulah, Clare merasa sangat betah di sana.“Kau yakin, Clare?” Raymond kembali bertanya kepada sang Adik.“Seribu kali kau bertanya, aku tetap akan memberikan jawaban yang sama!” Clare berkacak pinggang sembari menatap Raymond, sang Kakak hanya bisa menghela nafas dan pasrah, jika Clare sungguh bersikeras dengan hal ini. Namun tindak tanduk Matthew, justru membuat Clare merasa curiga. Pria itu berjalan perlahan, menuju ke ruang perpustakaan keluarga. Ia nampak menatap sesuatu, yang terletak di pojok ruangan itu.Clare mencolek Raymond dan kemudian mengajaknya, untuk mengikuti Matthew. Tidak lama kemudian Matthew berjongkok dan membuka karpet, yang menutupi bagian lantai tersebut. Sebuah pintu masuk rahasia berada tepat di bawah karpet itu! Clare dan Raymond terpekik, sehingga Matthew merasa terkejut karenanya. Ia hendak menutup kembali karpet itu, namun dengan cepat Raymond menahannya.“Apa ini? Sepertinya hanya kau yang mengetahui tempat ini?” Raymond besungut-sungut.“Itu benar, kau tidak mengatakan apapun kepada kami, tentang pintu rahasia ini! Sejak kapan kau mengetahuinya?” tanya Clare dengan antusias. Matthew benar-benar merasa terjebak dan hanya bisa mengikuti keinginan keduanya. Ia pun kemudian mengangkat besi, yang sepertinya menjadi kunci ruangan itu, ia memutarnya ke samping kiri dan…GREEKKK…. Pintu kayu itu terangkat ke atas.“Kuingatkan kalian berdua, jangan bertindak sembarangan… Kalian mengerti?” Matthew harus memastikan, jika kedua adiknya tidak berbuat ulah, setelah melihat keduanya mengangguk dengan wajah serius, ia pun segera menuruni tangga menuju ke ruang bawah tanah itu. Raymond dan Clare pun perlahan mengikuti langkah sang Kakak, ketika berada di dalam ruangan itu, keduanya tercengang, karena tidak pernah mengetahui apapun, tentang ruangan itu!“Ini…?” Clare tidak melanjutkan kata-katanya, ia masih terkagum-kagum dan terpesona dengan ruangan itu.“Sepertinya ini adalah ruang rahasia milik kakek,” Matthew memberitaukan hal tersebut kepada kedua adiknya. Raymond memperhatikan benda-benda yang terpajang di sana, pistol, peluru, busur panah dan mata panah yang juga terbuat dari perak. Clare mengusap buku yang halamannya nampak terbuka, di atas meja sang Kakek. Ia memperhatikan tulisan-tulisan kecil di halaman itu, lantas kemudian mengerutkan keningnya.“Ada apa?” tanya Raymond sembari menghampiri sang Adik, dilihatnya halaman itu dan kemudian berdiri tegak menatap Matthew.“Apakah kau sudah mengetahui tempat ini sejak lama?” ia bertanya kepada sang Kakak, nadanya terdengar sedikit gusar.“Ya, aku mengetahuinya sudah sejak kita masih remaja, Ray,” jawab Matthew dengan tenang.“Lalu apakah kau menanyakan tentang hal ini kepada kakek?” Clare ikut bertanya karena merasa penasaran. Matthew hanya menggeleng pelan, mata Raymond melotot
Lagi-lagi pria itu tidak langsung menjawab, ia justru menatap ke sekelilingnya dan wajahnya nampak kebingungan. Clare merasa sedikit jengkel dan kemudian masuk ke dalam basement, ia segera melongok ke dalam lubang galian dan melihat, apakah pria itu masuk dengan menggali lubang?Ya, tentu saja, Clare bisa melihat lubang galian, yang sepertinya cukup panjang. Ia berdecak karena kesal dan segera naik kembali. Pria itu masih berdiri di sana dan melihat seisi Perpustakaan.“Apakah kau sudah mau menjawab, siapa dirimu yang sebenarnya?” Clare berkacak pinggang dan mendongakan kepalanya. Pria itu menatap Clare dengan sepasang mata birunya yang tajam.“Enzo Etienne, itu namaku.” Ia menjawab dengan singkat dan kemudian menarik sebuah buku dari rak, lalu membacanya.“Hmm, Enzo… Etienne? Kau ini, namamu bahkan kuno sekali seperti tampangmu,” Clare mengomentari pria itu.“Apa yang sedang kau lakukan di rumah Kakekku? Seberapa jauh kau menggali hingga kau bisa masuk ke dalam sini?” Clare kembali b
Clare segera menepis pikirannya.“Dia bukan pria! Dia makhluk aneh yang berasal dari lubang galian!” Clare berusaha untuk menepis pikirannya, dengan wajah yang memerah, ia melongok sebentar keluar pintu kamar sang Kakek. Kemudian ia mengamati pakaian kakeknya dan bergumam pelan.“Maaf, Kakek, tetapi aku harus meminjamkan baju ini kepadanya…” ujarnya sembari membelai kemeja peninggalan mendiang sang Kakek. Kemudian ia bergegas menuju ke kamar mandi, yang terletak di lantai satu. Ketika membuka pintu, ia merasa terkejut, ketika melihat pria itu keluar tanpa busana. Seketika wajahnya memerah dan jantungnya berdetak dengan keras. Clare segera memalingkan wajahnya, sementara tangannya meraba dinding, lalu meletakan pakaian di atas meja kecil, yang terdapat di dalam ruangan besar itu.“Ke-Kenakan bajumu! Setelah itu aku akan menggunting rambutmu dan mencukur janggutmu!” Setelah berkata dengan nada berteriak seperti itu, ia segera keluar dari dalam sana dan melesat menuju ke kamarnya. Enzo m
Memang benar gadis ini adalah keturunan keluarga Adam, tetapi mengapa seolah ia tidak mengetahui apapun tentang keberadaan kami? Ia terlihat sangat naif dan polos, juga nampak tidak berbahaya.Enzo bertanya-tanya di dalam hatinya, ia memandangi telapak tangan besarnya yang sedang menjabat jemari tangan Clare yang mungil.“Baiklah, karena kita sudah berkenalan, aku akan membereskan segala sesuatunya di sini, dan kita akan memikirkan bagaimana caranya kau akan tinggal di sini, untuk sementara waktu!”Enzo tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti apa yang dikatakan oleh Clare, ia berada di dunia yang sangat asing, dengan pemandangan dan udara yang berbeda. Ini bukanlah Bloomsburry yang ia kenal, kota ini terlihat jauh berbeda.Ketika Clare selesai merapikan tempat itu kembali, ia segera mengajak Enzo untuk masuk kembali ke dalam rumah. Clare berjalan perlahan dengan kening berkerut, ia sedang berpikir, di mana sebaiknya Enzo bersembunyi, jika kedua kakaknya kembali ke rumah ini.Di
Clare hanya menganggukkan kepalanya perlahan dengan wajah yang agak memucat, Raymond yang melihat hal itu merasa tak tega, lalu menepuk-nepuk bahu Matthew. “Sudahlah, kau akan menakutinya jika terus bersikap demikian, alih-alih jujur, dia akan menyembunyikan segala sesuatunya darimu, jika kau bersikap menyeramkan seperti ini…”Matthew masih menatap sang Adik dalam-dalam, sebelum akhirnya ia menghela nafas panjang dan kemudian mulai menyiapkan makan malam untuk mereka. Raymond mendekati Clare dan menepuk bahu sang Adik dengan lembut, “Sudah, jangan terlalu dipikirkan, bukankah kau juga tau jika Matthew memang over protective sedari dulu? Kau bisa mengadukan apa saja padaku, akan tetapi aku tidak menjamin jika aku tidak menyampaikannya kepada Matthew.”Clare melirik ke arah Raymond dan memukul dada bidang pemuda itu dengan kuat. “Intinya kau tetap ingin mengambil keuntungan dengan menjahiliku, bukan?” Raymond tertawa terbahak-bahak karena ia berhasil mengerjai Clare lagi. Ia mengekori s
BAB 1PINDAH KE RUMAH KAKEKPagi yang cerah, udara yang sejuk dan sinar matahari yang menghangatkan dunia, membuat Clare Caroline menghirup udara pagi itu dengan rakus.“Jika kau menghirup seperti itu, lebah pun akan masuk ke dalam hidungmu, Clare…” goda sang Ibu, Nyonya Audrey sembari melewati Clare.“Lebah tidak akan menyukai ingus pagiku, Ibu. Sangat lengket dan membuatnya bisa terjebak di sana selamanya,” sahut Clare sembari terus menghirup udara pagi.Sang Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, pagi ini ia sangat sibuk, karena Clare akan tinggal di rumah kakeknya, sesuai dengan wasiat sang Kakek, sebelum meninggal dunia, jika rumah itu akan diwariskan kepada Clare. Kakeknya memilih Clare sebagai pewaris rumah besar itu, karena Clare adalah satu-satunya cucu perempuan di dalam keluarga besar Hugo Adam.Clare yang baru menginjak usia dua puluh tahun, di tahun ini, akhirnya diberikan ijin untuk tinggal sendiri di sana, dengan alasan ingin hidup mandiri dan berusaha sendiri. Sungguh ala