Lagi-lagi pria itu tidak langsung menjawab, ia justru menatap ke sekelilingnya dan wajahnya nampak kebingungan. Clare merasa sedikit jengkel dan kemudian masuk ke dalam basement, ia segera melongok ke dalam lubang galian dan melihat, apakah pria itu masuk dengan menggali lubang?
Ya, tentu saja, Clare bisa melihat lubang galian, yang sepertinya cukup panjang. Ia berdecak karena kesal dan segera naik kembali. Pria itu masih berdiri di sana dan melihat seisi Perpustakaan.“Apakah kau sudah mau menjawab, siapa dirimu yang sebenarnya?” Clare berkacak pinggang dan mendongakan kepalanya. Pria itu menatap Clare dengan sepasang mata birunya yang tajam.“Enzo Etienne, itu namaku.” Ia menjawab dengan singkat dan kemudian menarik sebuah buku dari rak, lalu membacanya.“Hmm, Enzo… Etienne? Kau ini, namamu bahkan kuno sekali seperti tampangmu,” Clare mengomentari pria itu.“Apa yang sedang kau lakukan di rumah Kakekku? Seberapa jauh kau menggali hingga kau bisa masuk ke dalam sini?” Clare kembali bertanya.“Aku tidak menggali, aku terkubur di dalam sana,” jawab pria itu, sembari terus membalik halaman bukunya. Mulut Clare terbuka lebar dan ia menatap Enzo dengan rasa tak percaya.“Kau berharap aku percaya dengan ucapanmu, agar aku kabur karena merasa ketakutan?” Clare mendengus, ia tidak pernah mendengar kekonyolan seperti ini sebelumnya!“Aku tidak memintamu untuk percaya kepadaku, kau bertanya dan aku hanya menjawab,” Enzo menimpali ucapan Clare sembari menutup buku itu. Wajah Clare nampak gugup, namun ia masih merasa penasaran tentang pria itu, tetapi ia juga sadar, ini bukan waktunya untuk merasa kebingungan. Ia harus membersihkan masalah ini, sebelum kedua kakaknya kembali nanti!“Kau, bersihkan kekacauan yang telah kau buat di ruangan basement!” Clare yang memekik karena ia merasa gusar dan agak ketakutan. Pria itu tidak mengenakan baju dan hanya bertelanjang dada, ia hanya mengenakan celana lusuh dan tidak memakai alas kaki, penampilannya benar-benar mengerikan!“Kekacauan yang kubuat?” ia kembali bertanya.“Apa itu?” Clare ingin sekali berteriak, apakah ada manusia yang pikirannya benar-benar lambat seperti ini? Clare memberanikan dirinya, untuk menyentuh pria itu dan menarik lengannya, agar Enzo mengikutinya. Jari telunjuknya terarah pada lubang besar di basement tersebut.“Itu! Lubang yang telah kau gali dan itu! Kedua kakakku nanti akan kembali, apa yang harus aku lakukan? Mereka pasti akan marah besar! Terutama Matthew! Ia pasti akan menghabisiku, karena ia sudah melarangku membuka pintu basement! Tetapi karena kau menggedornya, aku harus membuka pintu itu dan, dan… Aaarghhh! Apa yang harus kukatakan pada Matthew? Tidak, apakah aku akan dipulangkan malam ini juga???” Clare panik seorang diri dan terus berkata-kata sendirian, hingga ia tidak menyadari, jika Enzo melewatinya dan turun kembali ke dalam basement.“E-En-Enzo!!” Clare segera memutar tubuhnya dan melongok ke dalam basement.“Ada apa? Bukankah kau ingin tempat ini dirapikan kembali?” Enzo bertanya sembari kembali menutup lubang galian itu. Clare tertegun untuk sesaat, ia kemudian pergi dari tempat itu untuk beberapa saat dan kembali setelah mengganti pakaiannya. Ia mengenakan celana selutut dan kaos yang agak dekil, ia juga melepas sepatunya, sehingga membuat Enzo sempat tertegun ketika melihat penampilannya.“Apa yang kau lakukan?” Enzo bertanya dengan wajah yang kaku.“Aku akan membantumu, semakin cepat semakin bagus!” Clare menatap lubang yang menganga itu dan kemudian kembali pergi. Enzo sepertinya tidak terlalu mempedulikan gadis itu dan hanya terus menutup lubang yang lebar itu. Tidak lama kemudian terdengar bunyi langkah kaki menuruni tangga, Clare menyodorkan sebuah sekop kepada pria itu.“Gunakan ini agar lebih cepat! Aku juga akan membantumu!” Tanpa banyak bicara, Enzo menerima sekop itu dan mulai menimbun lubang, bersama dengan Clare. Tidak sampai satu jam, mereka telah menyelesaikan tugas mereka! Enzo lantas memperbaiki posisi lantai kayu, yang ia dobrak tadi, sementara Clare sibuk mengembalikan sekop dan membawa sapu, untuk membersihkan sisa-sisa tanah, yang menempel di lantai.Clare tidak banyak bicara selagi ia membersihkan ruangan itu, ia bahkan juga mengepel lantai, agar benar-benar seolah tidak terjadi apa-apa, ia lalu merapikan karpet di basement dan menghela nafas panjang. Ditatapnya seisi basement yang sudah kembali seperti semula, ia tersenyum lega, diliriknya Enzo yang sedang memperhatikan dirinya.“Ehmmm!” Clare berdeham keras.“Ini tahun dua ribu dua puluh tiga. Kau berada di rumah Kakekku di Bloomsbury, London.” Mendengar ucapan Clare, raut wajah Enzo terlihat sedikit berubah, namun karena janggut dan brewok yang menutupi wajahnya, Clare tidak tau, raut wajah apa yang sedang ditampakkan oleh Enzo. Ia kembali mendengus, karena pria itu sama sekali tidak berkomentar, ia juga risih melihat pria yang tampak kotor itu.“Ikut aku!” Clare kemudian menaiki tanggan basement dan mengaja Enzo untuk naik ke atas, pria itu diam dan hanya menuruti perkataan Clare. Gadis itu lantas kembali merapikan karpet di perpustakaan itu dan berjalan menuju ke kamar mandi. Sepanjang perjalanan menuju ke kamar mandi, Enzo melirik ke sana kemari, ia merasa kebingungan.Tempat ini sudah berubah, ini bukan lagi Bloomsbury yang kukenal! Enzo benar-benar tidak tau, di mana ia berada saat ini.“Mandilah di sini, bersihkan tubuhmu, kau bau!” ujar Clare sembari menyuruh Enzo masuk ke dalam mandi. Ketika masuk ke dalam kamar mandi yang besar itu, Enzo semakin merasa kebingungan. Ia tidak bisa menemukan ember dan sumur di sana! Ia menatap Clare sejenak.“Bagaimana caranya aku mandi? Tidak ada air di sini…” Dada Clare serasa ingin meledak.Orang ini orang purba? Ia lahir di tahun berapa? Bagaimana mungkin ia tidak tau cara menggunakan keran dan shower??? Namun ia berusaha untuk sabar dan kemudian menghampiri pria itu, ia lantas membuka kerannya dan mengajari Enzo, untuk menggunakannya.“Putar ke kanan sedikit, air panas akan keluar, ke tengah, air hangat yang akan keluar, jika kau putar ke kiri, maka air dingin yang akan keluar. Apakah kau paham?” Enzo tidak menjawab pertanyaan Clare, ia langsung mencobanya sendiri.“Hmm, aku mengerti, terimakasih. Silahkan keluar,” ujarnya. Clare menghentakkan kakinya dan keluar dari tempat itu.“Ia memintaku keluar, segera setelah aku ajarkan! Huuuhhh! Betapa tidak tau malunya orang itu! Siapa dia sebenarnya?” Clare lantas pergi menuju ke kamar mendiang kakeknya dan membuka lemari baju. Ia mencari pakaian yang kira-kira ukurannya pas dengan Enzo, dan menarik sebuah kemeja biru tua dan sehelai jeans biru kesayangan sang Kakek, ketika tatapannya terjatuh pada pakaian dalam, wajah Clare memerah seketika.Bukan karena ia sedang berfantasi kotor, melainkan ia baru tersadar, jika ia sedang bersama dengan seorang pria asing sedari tadi!Clare segera menepis pikirannya.“Dia bukan pria! Dia makhluk aneh yang berasal dari lubang galian!” Clare berusaha untuk menepis pikirannya, dengan wajah yang memerah, ia melongok sebentar keluar pintu kamar sang Kakek. Kemudian ia mengamati pakaian kakeknya dan bergumam pelan.“Maaf, Kakek, tetapi aku harus meminjamkan baju ini kepadanya…” ujarnya sembari membelai kemeja peninggalan mendiang sang Kakek. Kemudian ia bergegas menuju ke kamar mandi, yang terletak di lantai satu. Ketika membuka pintu, ia merasa terkejut, ketika melihat pria itu keluar tanpa busana. Seketika wajahnya memerah dan jantungnya berdetak dengan keras. Clare segera memalingkan wajahnya, sementara tangannya meraba dinding, lalu meletakan pakaian di atas meja kecil, yang terdapat di dalam ruangan besar itu.“Ke-Kenakan bajumu! Setelah itu aku akan menggunting rambutmu dan mencukur janggutmu!” Setelah berkata dengan nada berteriak seperti itu, ia segera keluar dari dalam sana dan melesat menuju ke kamarnya. Enzo m
Memang benar gadis ini adalah keturunan keluarga Adam, tetapi mengapa seolah ia tidak mengetahui apapun tentang keberadaan kami? Ia terlihat sangat naif dan polos, juga nampak tidak berbahaya.Enzo bertanya-tanya di dalam hatinya, ia memandangi telapak tangan besarnya yang sedang menjabat jemari tangan Clare yang mungil.“Baiklah, karena kita sudah berkenalan, aku akan membereskan segala sesuatunya di sini, dan kita akan memikirkan bagaimana caranya kau akan tinggal di sini, untuk sementara waktu!”Enzo tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti apa yang dikatakan oleh Clare, ia berada di dunia yang sangat asing, dengan pemandangan dan udara yang berbeda. Ini bukanlah Bloomsburry yang ia kenal, kota ini terlihat jauh berbeda.Ketika Clare selesai merapikan tempat itu kembali, ia segera mengajak Enzo untuk masuk kembali ke dalam rumah. Clare berjalan perlahan dengan kening berkerut, ia sedang berpikir, di mana sebaiknya Enzo bersembunyi, jika kedua kakaknya kembali ke rumah ini.Di
Clare hanya menganggukkan kepalanya perlahan dengan wajah yang agak memucat, Raymond yang melihat hal itu merasa tak tega, lalu menepuk-nepuk bahu Matthew. “Sudahlah, kau akan menakutinya jika terus bersikap demikian, alih-alih jujur, dia akan menyembunyikan segala sesuatunya darimu, jika kau bersikap menyeramkan seperti ini…”Matthew masih menatap sang Adik dalam-dalam, sebelum akhirnya ia menghela nafas panjang dan kemudian mulai menyiapkan makan malam untuk mereka. Raymond mendekati Clare dan menepuk bahu sang Adik dengan lembut, “Sudah, jangan terlalu dipikirkan, bukankah kau juga tau jika Matthew memang over protective sedari dulu? Kau bisa mengadukan apa saja padaku, akan tetapi aku tidak menjamin jika aku tidak menyampaikannya kepada Matthew.”Clare melirik ke arah Raymond dan memukul dada bidang pemuda itu dengan kuat. “Intinya kau tetap ingin mengambil keuntungan dengan menjahiliku, bukan?” Raymond tertawa terbahak-bahak karena ia berhasil mengerjai Clare lagi. Ia mengekori s
BAB 1PINDAH KE RUMAH KAKEKPagi yang cerah, udara yang sejuk dan sinar matahari yang menghangatkan dunia, membuat Clare Caroline menghirup udara pagi itu dengan rakus.“Jika kau menghirup seperti itu, lebah pun akan masuk ke dalam hidungmu, Clare…” goda sang Ibu, Nyonya Audrey sembari melewati Clare.“Lebah tidak akan menyukai ingus pagiku, Ibu. Sangat lengket dan membuatnya bisa terjebak di sana selamanya,” sahut Clare sembari terus menghirup udara pagi.Sang Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, pagi ini ia sangat sibuk, karena Clare akan tinggal di rumah kakeknya, sesuai dengan wasiat sang Kakek, sebelum meninggal dunia, jika rumah itu akan diwariskan kepada Clare. Kakeknya memilih Clare sebagai pewaris rumah besar itu, karena Clare adalah satu-satunya cucu perempuan di dalam keluarga besar Hugo Adam.Clare yang baru menginjak usia dua puluh tahun, di tahun ini, akhirnya diberikan ijin untuk tinggal sendiri di sana, dengan alasan ingin hidup mandiri dan berusaha sendiri. Sungguh ala
Perjalanan dari Birmingham, di mana rumah keluarga Adam berada, menuju ke Bloomsbury, menjadi perjalanan yang cukup panjang. Setidaknya mereka harus menempuh jarak selama dua jam perjalanan, Matthew dan Raymond rela mengosongkan jadwal mereka, demi mengetahui kondisi rumah kakek mereka.“Clare…?” Raymond menegur adiknya dan memastikan jika ia masih terjaga.“Ada apa?” tanya Clare sembari menikmati pemandangan musim semi di sepanjang jalan.“Apakah kau tidak takut, jika tiba-tiba saja Kakek muncul di hadapanmu?” Raymond kembali menggoda Clare, sang Adik mendelikan matanya dan mendengus.“Trik apa lagi yang akan kau mainkan, supaya aku merasa takut dan tidak jadi tinggal di sana? Katakan saja sejujurnya, Ray, kau takut bukan jika kalah dalam taruhan denganku?” Clare balik meledek Raymond, sembari menjulurkan lidahnya.“Ck, bocah ini, tidak bisakah kau membiarkan aku menang sekali-sekali? Ayah, Ibu dan Matthew selalu membela dan membuatmu menang, meskipun seharusnya kau kalah,” Raymond m
“Ini…?” Clare tidak melanjutkan kata-katanya, ia masih terkagum-kagum dan terpesona dengan ruangan itu.“Sepertinya ini adalah ruang rahasia milik kakek,” Matthew memberitaukan hal tersebut kepada kedua adiknya. Raymond memperhatikan benda-benda yang terpajang di sana, pistol, peluru, busur panah dan mata panah yang juga terbuat dari perak. Clare mengusap buku yang halamannya nampak terbuka, di atas meja sang Kakek. Ia memperhatikan tulisan-tulisan kecil di halaman itu, lantas kemudian mengerutkan keningnya.“Ada apa?” tanya Raymond sembari menghampiri sang Adik, dilihatnya halaman itu dan kemudian berdiri tegak menatap Matthew.“Apakah kau sudah mengetahui tempat ini sejak lama?” ia bertanya kepada sang Kakak, nadanya terdengar sedikit gusar.“Ya, aku mengetahuinya sudah sejak kita masih remaja, Ray,” jawab Matthew dengan tenang.“Lalu apakah kau menanyakan tentang hal ini kepada kakek?” Clare ikut bertanya karena merasa penasaran. Matthew hanya menggeleng pelan, mata Raymond melotot