Clare segera menepis pikirannya.
“Dia bukan pria! Dia makhluk aneh yang berasal dari lubang galian!” Clare berusaha untuk menepis pikirannya, dengan wajah yang memerah, ia melongok sebentar keluar pintu kamar sang Kakek. Kemudian ia mengamati pakaian kakeknya dan bergumam pelan.“Maaf, Kakek, tetapi aku harus meminjamkan baju ini kepadanya…” ujarnya sembari membelai kemeja peninggalan mendiang sang Kakek. Kemudian ia bergegas menuju ke kamar mandi, yang terletak di lantai satu. Ketika membuka pintu, ia merasa terkejut, ketika melihat pria itu keluar tanpa busana. Seketika wajahnya memerah dan jantungnya berdetak dengan keras. Clare segera memalingkan wajahnya, sementara tangannya meraba dinding, lalu meletakan pakaian di atas meja kecil, yang terdapat di dalam ruangan besar itu.“Ke-Kenakan bajumu! Setelah itu aku akan menggunting rambutmu dan mencukur janggutmu!” Setelah berkata dengan nada berteriak seperti itu, ia segera keluar dari dalam sana dan melesat menuju ke kamarnya. Enzo menatap pakaian yang diletakkan oleh Clare.Air masih menetes dari rambutnya, ia menyekanya sedikit lagi dan kemudian segera mengenakan pakaian, yang diberikan oleh Clare. Sementara itu, Clare yang masuk ke dalam kamarnya, bergegas mencari gunting rambut miliknya, ia juga membuka lemari sang Nenek, karena biasanya wanita itu menggunting rambut suaminya sendiri, dengan menggunakan pencukur portable miliknya.Clare sudah diajari beberapa kali sebelumnya, jadi ia mengerti bagaimana cara menggunakannya. Namun setelah menemukan apa yang ia cari, lututnya terasa lemas.ia terduduk di atas lantai, sementara ingatannya terpaku pada sosok Enzo, yang telah membersihkan tubuhnya. Tubuh pria itu terlihat sangat tegap dan bersih, kulitnya putih pucat, dengan bulu-bulu halus di dadanya yang bidang, meskipun tertutup janggut dan kumisnya yang panjang, tetapi Clare bisa melihat, betapa merah bibir Enzo. Ia meraba dadanya dan mencoba untuk menenangkan dirinya.“Tenanglah jantungku! Bersahabatlah dengan logika dan akal sehatku! Jangan berdetak di saat yang tidak tepat!” Clare mendengus dan kemudian menghela nafas panjang, untuk sesaat ia terdiam dan berusaha untuk mengatur nafasnya.“Mengapa kau tidak juga keluar?” Clare tersentak, karena ternyata Enzo sudah berdiri di ambang pintu dan memperhatikan dirinya. Dadanya yang sudah tenang, kini kembali bergemuruh, ditatapnya pria itu dengan seksama, kemudian ia bangkit.“Kau lebih terlihat seperti manusia saat ini, sekarang saatnya merapikan rambut dan juga janggutmu!” Clare keluar dari dalam kamar, tanpa memperhatikan wajah Enzo, ia terlalu malu untuk menatap pria itu! Mereka menuruni tangga dan kemudian berjalan ke gudang, yang terletak di belakang rumah.Enzo mengamati detil rumah itu, Clare menyadari hal itu, namun ia mencoba untuk tidak berburuk sangka. Clare memutar handle pintu gudang, lalu mempersilahkan pria itu untuk masuk. Ia lantas menggeser sebuah kursi dan meletakkannya tepat di depan sebuah cermin, yang memang sudah tersedia di sana.“Duduk,” pinta Clare, masih tanpa melihat wajah Enzo. Meskipun sedikit heran dengan sikap Clare, namun Enzo hanya menuruti ucapan gadis itu dan duduk di depan cermin. Clare lalu memasangkan alas kain, di sekitar tubuh Enzo, agar rambut dan janggutnya, tidak mengotori pakaian yang ia kenakan.Gadis itu lalu mencoba untuk menghidupkan pencukur itu, dengan menekan saklar daya di sampingnya. Mesin kecil itu segera mengeluarkan suara, pertanda jika ‘ia’ baik-baik saja. Enzo merasa terkejut, ketika melihat mesin pencukur itu menyala, ia mengambil sikap bersiaga, namun Clare justru tersenyum senang, ia segera meraih sisir dan memotong rambut pria itu perlahan-lahan. Pria itu menyadari niat baik Clare dan membiarkan gadis itu mencukur rambutnya.Enzo menatap pantulan Clare di cermin, jemari gadis itu nampak lincah dalam menggunakan pencukur rambut dan juga gunting, seolah-olah ia adalah seorang yang profesional! Clare memotong rambutnya yang panjang, menjadi model undercut, sehingga menjadi terlihat rapi.Gadis itu bahkan sampai kagum pada hasil kerjanya sendiri, ia kemudian meletakkan gunting dan mulai mencukur janggut dan kumis Enzo. Perlahan-lahan, Clare mulai bisa melihat, penampakan wajah Enzo yang sesungguhnya, ia lantas merapikan sisa-sisa janggut dan kumis, dengan menggunakan pencukur manual, milik kakeknya, yang terletak di dalam gudang itu.Semuanya masih bersih dan tersimpan di dalam sebuah kotak plastik, gadis itu mencoba untuk tidak gemetar dan berusaha untuk berhati-hati, ketika mencukur janggut dan kumis Enzo. Detak jantungnya lebih mirip dengan genderang, yang ditabuh bertalu-talu.“Mengapa jantungmu terdengar sangat keras sekali?” tiba-tiba saja Enzo bertanya kepada dirinya.“Diamlah, aku sedang membersihkan wajahnmu!” Clare merasa sedikit kesal, namun ia masih terus melanjutkan pekerjaannya, ia sama sekali tidak menatap Enzo sedikitpun, karena ia masih merasakan debaran yang menurutnya cukup aneh itu. Enzo menatapnya dengan seksama, namun tiba-tiba ia terdiam, dan mengendus tubuh Clare perlahan.Ia tidak ingin bersikap terlalu mencolo di depan gadis itu. Ia merasa tidak yakin, namun ia kembali mengendusnya, tiba-tiba saja pupil mata birunya berubah menjadi abu-abu terang dan urat-urat di tangannya bermunculan. Bulu-bulu halus berwarna hitam keabuan, mulai muncul di permukaan kulitnya.Tidak mungkin, apakah gadis ini adalah keturunan dari keluarga Adam? Jika ia sungguh keturunan dari keluarga Adam, apakah ia tidak mengenali jati diriku yang sesungguhnya? Sudah berlalu hampir dua ratus tahun dan selama itu, aku telah terkubur di dalam ruang bawah tanah rumah ini.Tetapi ini tetap di Bloomsbury… Enzo kemudian berusaha untuk menenangkan dirinya, perlahan pupil mata dan juga tubuhnya kembali normal. Clare kemudian menghela nafas lega, setelah ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Ia menatap wajah Enzo, yang ternyata sangat tampan. Mungkin pria ini baru berusia sekitar di bawah tiga puluh tahun? Clare mengerutkan keningnya dan mencoba untuk menebak usia pria itu.Ia lalu membuka kain penutup tubuh, kemudian membersihkan semua peralatan dan juga ruangan itu, Enzo berdiri di depan cermin, ia berpura-pura memperhatikan penampilannya, namun diam-diam, ia menatap Clare. Namun gadis itu terlihat sibuk sekali membersihan tempat itu, sehingga ia tidak menyadari, jika dirinya sedang diawasi oleh Enzo.“Selesai! Nah, kau terlihat lebih baik, dengan penampilanmu saat ini!” Clare benar-benar merasa bangga dengan hasil kerjanya.“Sekarang, pulanglah ke rumahmu dan jangan menggali terowongan di rumah keluarga kami lagi!” Namun Enzo hanya diam dan menatap lantai, ketika Clare mengatakan hal itu. Clare ikut terdiam dan menatap Enzo dengan mulut terbuka.“Ja-Jangan bilang kau tidak memiliki rumah? Apakah kau pelarian dari desa terpencil atau semacamnya? Apakah kau penganut sekte sesat? Apakah kau manusia berang-berang??? Tikus tanah???” Enzo hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Clare, yang dirasa sudah berlebihan, sang Gadis kemudian menutup mulutnya dan nampak berpikir.“Tetap di sini, hingga ada berita pencarian akan dirimu, kau harus bersembunyi, jika keluargaku datang, kau tidak boleh terlihat oleh mereka, atau Matthew akan menggorok leherku!” Clare akhirnya mengambil keputusan sepihak, ia menghela nafas untuk sesaat dan kemudian mengulurkan tangannya kepada Enzo.“Karena kau telah memperkenalkan dirimu, kini giliranku untuk memperkenalkan diri padamu.” Enzo kemudian meraih jemari Clare dan menjabatnya perlahan, namun tatapannya tetap mengawasi gadis itu.“Namaku Clare Caroline, kau saat ini berada di rumah mendiang Kakekku Hugo Adam.”Memang benar gadis ini adalah keturunan keluarga Adam, tetapi mengapa seolah ia tidak mengetahui apapun tentang keberadaan kami? Ia terlihat sangat naif dan polos, juga nampak tidak berbahaya.Enzo bertanya-tanya di dalam hatinya, ia memandangi telapak tangan besarnya yang sedang menjabat jemari tangan Clare yang mungil.“Baiklah, karena kita sudah berkenalan, aku akan membereskan segala sesuatunya di sini, dan kita akan memikirkan bagaimana caranya kau akan tinggal di sini, untuk sementara waktu!”Enzo tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti apa yang dikatakan oleh Clare, ia berada di dunia yang sangat asing, dengan pemandangan dan udara yang berbeda. Ini bukanlah Bloomsburry yang ia kenal, kota ini terlihat jauh berbeda.Ketika Clare selesai merapikan tempat itu kembali, ia segera mengajak Enzo untuk masuk kembali ke dalam rumah. Clare berjalan perlahan dengan kening berkerut, ia sedang berpikir, di mana sebaiknya Enzo bersembunyi, jika kedua kakaknya kembali ke rumah ini.Di
Clare hanya menganggukkan kepalanya perlahan dengan wajah yang agak memucat, Raymond yang melihat hal itu merasa tak tega, lalu menepuk-nepuk bahu Matthew. “Sudahlah, kau akan menakutinya jika terus bersikap demikian, alih-alih jujur, dia akan menyembunyikan segala sesuatunya darimu, jika kau bersikap menyeramkan seperti ini…”Matthew masih menatap sang Adik dalam-dalam, sebelum akhirnya ia menghela nafas panjang dan kemudian mulai menyiapkan makan malam untuk mereka. Raymond mendekati Clare dan menepuk bahu sang Adik dengan lembut, “Sudah, jangan terlalu dipikirkan, bukankah kau juga tau jika Matthew memang over protective sedari dulu? Kau bisa mengadukan apa saja padaku, akan tetapi aku tidak menjamin jika aku tidak menyampaikannya kepada Matthew.”Clare melirik ke arah Raymond dan memukul dada bidang pemuda itu dengan kuat. “Intinya kau tetap ingin mengambil keuntungan dengan menjahiliku, bukan?” Raymond tertawa terbahak-bahak karena ia berhasil mengerjai Clare lagi. Ia mengekori s
BAB 1PINDAH KE RUMAH KAKEKPagi yang cerah, udara yang sejuk dan sinar matahari yang menghangatkan dunia, membuat Clare Caroline menghirup udara pagi itu dengan rakus.“Jika kau menghirup seperti itu, lebah pun akan masuk ke dalam hidungmu, Clare…” goda sang Ibu, Nyonya Audrey sembari melewati Clare.“Lebah tidak akan menyukai ingus pagiku, Ibu. Sangat lengket dan membuatnya bisa terjebak di sana selamanya,” sahut Clare sembari terus menghirup udara pagi.Sang Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, pagi ini ia sangat sibuk, karena Clare akan tinggal di rumah kakeknya, sesuai dengan wasiat sang Kakek, sebelum meninggal dunia, jika rumah itu akan diwariskan kepada Clare. Kakeknya memilih Clare sebagai pewaris rumah besar itu, karena Clare adalah satu-satunya cucu perempuan di dalam keluarga besar Hugo Adam.Clare yang baru menginjak usia dua puluh tahun, di tahun ini, akhirnya diberikan ijin untuk tinggal sendiri di sana, dengan alasan ingin hidup mandiri dan berusaha sendiri. Sungguh ala
Perjalanan dari Birmingham, di mana rumah keluarga Adam berada, menuju ke Bloomsbury, menjadi perjalanan yang cukup panjang. Setidaknya mereka harus menempuh jarak selama dua jam perjalanan, Matthew dan Raymond rela mengosongkan jadwal mereka, demi mengetahui kondisi rumah kakek mereka.“Clare…?” Raymond menegur adiknya dan memastikan jika ia masih terjaga.“Ada apa?” tanya Clare sembari menikmati pemandangan musim semi di sepanjang jalan.“Apakah kau tidak takut, jika tiba-tiba saja Kakek muncul di hadapanmu?” Raymond kembali menggoda Clare, sang Adik mendelikan matanya dan mendengus.“Trik apa lagi yang akan kau mainkan, supaya aku merasa takut dan tidak jadi tinggal di sana? Katakan saja sejujurnya, Ray, kau takut bukan jika kalah dalam taruhan denganku?” Clare balik meledek Raymond, sembari menjulurkan lidahnya.“Ck, bocah ini, tidak bisakah kau membiarkan aku menang sekali-sekali? Ayah, Ibu dan Matthew selalu membela dan membuatmu menang, meskipun seharusnya kau kalah,” Raymond m
“Ini…?” Clare tidak melanjutkan kata-katanya, ia masih terkagum-kagum dan terpesona dengan ruangan itu.“Sepertinya ini adalah ruang rahasia milik kakek,” Matthew memberitaukan hal tersebut kepada kedua adiknya. Raymond memperhatikan benda-benda yang terpajang di sana, pistol, peluru, busur panah dan mata panah yang juga terbuat dari perak. Clare mengusap buku yang halamannya nampak terbuka, di atas meja sang Kakek. Ia memperhatikan tulisan-tulisan kecil di halaman itu, lantas kemudian mengerutkan keningnya.“Ada apa?” tanya Raymond sembari menghampiri sang Adik, dilihatnya halaman itu dan kemudian berdiri tegak menatap Matthew.“Apakah kau sudah mengetahui tempat ini sejak lama?” ia bertanya kepada sang Kakak, nadanya terdengar sedikit gusar.“Ya, aku mengetahuinya sudah sejak kita masih remaja, Ray,” jawab Matthew dengan tenang.“Lalu apakah kau menanyakan tentang hal ini kepada kakek?” Clare ikut bertanya karena merasa penasaran. Matthew hanya menggeleng pelan, mata Raymond melotot
Lagi-lagi pria itu tidak langsung menjawab, ia justru menatap ke sekelilingnya dan wajahnya nampak kebingungan. Clare merasa sedikit jengkel dan kemudian masuk ke dalam basement, ia segera melongok ke dalam lubang galian dan melihat, apakah pria itu masuk dengan menggali lubang?Ya, tentu saja, Clare bisa melihat lubang galian, yang sepertinya cukup panjang. Ia berdecak karena kesal dan segera naik kembali. Pria itu masih berdiri di sana dan melihat seisi Perpustakaan.“Apakah kau sudah mau menjawab, siapa dirimu yang sebenarnya?” Clare berkacak pinggang dan mendongakan kepalanya. Pria itu menatap Clare dengan sepasang mata birunya yang tajam.“Enzo Etienne, itu namaku.” Ia menjawab dengan singkat dan kemudian menarik sebuah buku dari rak, lalu membacanya.“Hmm, Enzo… Etienne? Kau ini, namamu bahkan kuno sekali seperti tampangmu,” Clare mengomentari pria itu.“Apa yang sedang kau lakukan di rumah Kakekku? Seberapa jauh kau menggali hingga kau bisa masuk ke dalam sini?” Clare kembali b