Sesuai arahan Arleta langsung pergi ke ruang ganti bersama seorang kepala OB di sini.
“Ini seragammu. Semoga betah.” ucapnya. Sambil menyodorkan baju pada Arleta.Arleta menerima baju itu.” Terimakasih, nama ku Arleta.” Kini giliran Arleta yang mengulurkan tangan.“Ami.” sahutnya, sambil menerima uluran tangan Arleta.“Cepatlah ganti. Nanti langsung saja pergi ke dapur. Disana kamu akan tahu pekerjaanmu nanti.” titahnya, setelah itu Ami langsung pergi meninggalkan Arleta.Setelah Ami keluar, Arleta langsung mengganti pakaiannya dengan seragam baru. Arleta tersenyum menatap dirinya di cermin.“Semoga kali ini, tidak ada halangan dalam pekerjaanku. Dengan begitu aku akan segera mendapatkan uang untuk membayar hutang.” “Semangat Arleta! Ingat! Jangan buat kesalahan lagi!” ucap Arleta menyemangati dirinya sendiri. Setelah itu Arleta langsung keluar dari ruang ganti dan berjalan menuju dapur dengan semangat empat lima.Tiba di pintu dapur Arleta menghentikan langkahnya sebentar. Dia menarik nafas berulang kali, untuk menetralisir rasa gugupnya.Jujur saja Arleta selalu merasa gugup jika berhadapan dengan orang-orang baru. Setelah merasa cukup tenang. Arleta mulai menekan handle pintu, lalu mendorongnya pelan.Begitu pintu terbuka, Arleta hanya melihat Ami disana. Arleta buru-buru melangkah menghampiri Ami, gang sepertinya sedang menunggunya.“Kebetulan Arleta. Ini tolong kamu bawakan kopi-kopi ini ke departemen lima ya. Ruangannya ada di lantai 3 di lorong pertama.” Jelas Ami.“I..iya baik.” jawab Arleta gugup. Bagaimana tidak! Ini hari pertama Arleta bekerja, dia belum tahu seluk beluk kantor ini, dan langsung disuruh mengantarkan minuman ke lantai tiga!Bahkan Arleta tidak tahu jalannya!“Arleta ayo! Kenapa malah bengong?!” seru Ami.“Eh,Iya..tapi..aku belum tahu kemana jalannya?” tanya Arleta pelan. Arleta terus menundukan kepala tidak berani menatap Ami.Ami menghela nafas.” Keluar dari sini, belok kiri nanti ada lift khusus untuk para pekerja. Kamu bisa naik itu agar lebih cepat sampai ke lantai tiga. Ingat Arleta! Jangan sampai salah!” Ami memperingatkan lagi Arleta.Arleta mengangguk mengerti.” Baik.” Setelah itu Arleta langsung mengambil nampan berisi kopi, lalu melangkah keluar.Arleta berjalan dengan terus memperhatikan jalan, dan juga mengingat setiap perkataan Ami.Arleta berhenti sejenak, saat di hadapannya banyak lorong.Arleta melirik kanan kiri.” Ami bilang tadi, belok kiri! Berarti kesini!” Arleta menunjuk jalan yang menurutnya benar.Dengan langkah penuh kehati-hatian, akhirnya Arleta tiba di lift yang dimaksud. Arleta kembali berdiri di depan lift memastikan benar ini lift yang dimaksud Ami tadi.Arleta tersenyum bangga.”Ah. Benar ini! Kan itu ada tulisannya.” Tangan Arleta bergerak menekan angka pada tombol lift. Tring!Tidak lama, pintu lift terbuka. Arleta segera masuk, tidak lama pintu lift kembali tertutup. Hanya ada Arleta sendiri di dalam lift, tidak ada orang lain disana.Hingga beberapa menit kemudian pintu lift kembali terbuka, Arleta segera keluar.“Lorong pertama!” ucap Arleta mengingatkan dirinya sendiri.Arleta kembali melangkahkan kaki menuju lorong yang dimaksud. Mata Arleta terus memperhatikan tulisan di setiap ruangan, hingga akhirnya menemukan ruangan yang bertuliskan departemen lima.Arleta menekan handle pintu, lalu membukanya perlahan.“Permisi. Saya mau mengantarkan kopi.” ucap Arleta begitu pintu terbuka. Namun Arleta masih berdiam di depan pintu.“Bawa sini!” teriak seorang karyawan yang duduk di pojokan.Arleta mengangguk, lalu melangkah maju menuju kursi yang paling pojok.“Silahkan.” ucap Arleta setelah menyimpan kopi di atas meja.Pria itu mengangguk, dia menoleh menatap Arleta.“Kamu anak baru ya?” tanyanya.Arleta mengangguk.” Iya, tuan.” .“Pantas saja, aku baru melihatmu.” katanya lagi.“Woi! Kopi ku bawa kemari!” teriak seorang yang ada di kursi yang lain.Arleta mengangguk.” Baik. Maaf, saya permisi.” pamit Arleta dengan sopan.Arleta berbalik, kembali melangkah menuju kursi pria yang memanggilnya tadi.Arleta melakukan hal sama seperti pada pria tadi. Setelah selesai Arleta, berjalan keluar dari departemen ini untuk kembali ke dapur.Arleta berjalan menyusuri jalan yang tadi dia lewati. Arleta sudah mengingat-ingat jalan yang dilewatinya tadi agar tidak tersesat.Arleta cukup menikmati pekerjaannya saat ini walau masih seumur jagung. Menurut Arleta para pekerja disini tidak sombong. Setelah tadi Arleta bertemu dengan beberapa orang mereka sangat ramah. Padahal biasanya, banyak karyawan yang sombing apalagi jika hanya OG/OB mereka akan menganggap rendah pekerjaan itu. Tapi sepertinya tidak kalau di perusahaan ini.Arleta menjadi merasa kagum pada pimpinan perusahan yang bisa membuat semua karyawannya berjalan seiringan tanpa ada yang saling mengucilkan.“Eh. Kamu siapa? tanya seorang wanita yang baru saja memasuki dapur.Arleta yang sedang mencuci gelas menoleh. “Hallo, kenalin nama ku Arleta.” Arleta mengelap tangannya yang basah, lalu mengeluarkan pada wanita di hadapannya.Wanita itu pun satu profesi dengan Arleta.“Widi.” jawabnya. Sambil menerima uluran tangan Arleta. “Semoga betah kerja disini.” ucap Widi, setelah uluran tangan mereka terlepas.Arleta mengangguk.” Pasti.” . Kemudian melanjutkan kembali mencuci piring.Sedangkan Widi. Dia membuat beberapa minuman mungkin pesanan para karyawan. Karena tidak lama setelah itu Widi kembali keluar.Tidak terasa hari sudah beranjak sore. Pekerjaan Arleta hari ini berjalan dengan lancar, tidak ada halangan apapun. Jam makan siang tadi Alana sempat bertemu dengan Riri.“Ri. Terimakasih! Kamu sudah banyak membantuku.” ucap Arleta.“Sama-sama Lana. Semoga kamu betah ya.” sahut Riri.Arleta hanya menjawab dengan anggukan. Lalu setelah itu mereka melanjutkan makan siang.“Lana!” panggil Ami. Ketika Arleta hendak masuk ke ruang ganti.Arleta menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Ami.“Iya, ada apa?” tanya Arleta.“Em. Begini Leta. Tuan presdir minta ruangannya di bersihkan sekarang, sedangkan anak-anak yang lain sudah pulang. Sedangkan aku harus segera pulang, anakku sedang sakit.Apa kamu bersedia?” tanya Ami.Arleta diam sesaat, kemudian mengangguk.” Baiklah. Aku akan membersihkan.” “Apa kamu tidak keberatan?” Arleta menggeleng. “Tidak! Ini sudah bagian dari pekerjaan bukan? “Ami reflek mengangguk. “Baiklah, kalau begitu aku pulang ya. Oh. Iya Leta ruangan presdir ada di lantai 10. Kamu kesana saja langsung ya.”Setelah mengiyakan ucapannya. Ami segera pergi dengan berjalan terburu-buru.Arleta menghela nafas. Kemudian gadis itu kembali ke dapur. Arleta mengambil peralatan kebersihan, lalu melangkah kembali keluar dan bersiap menuju lantai sepuluh.Sore hari begini suasana kantor terasa sepi, karena sebagian besar para karyawan sudah pulang. Hanya terlihat beberapa orang yang memilih lembur.Sepanjang perjalanan Arleta memperhatikan setiap sudut bangunan. Arleta cukup di buat terkesima karena untuk ukuran kantor bangunan ini cukup mewah dan juga sangat nyaman.Tanpa terasa Arleta sudah sampai di depan ruang presdir.“Permisi!” panggil Arleta, setelah lebih dulu mengetuk pintu.“Masuk!”Setelah mendengar sahutan dari dalam Arleta membuka pintu lalu melangkah masuk.“Permisi tuan, saya diperintahkan ibu Ami untuk membersihkan ruangan ini tuan.” izin Arleta.Pria yang tampak sedang khusu pada laptopnya itu mulai bergerak, lalu menoleh pada Arleta.“Kamu!”“Anda!”Arleta terkejut, tidak menyangka akan bertemu dengannya kembali!Laki-laki yang Arleta ketahui bernama tuan Mahendra itu melotot menatap Alana, yang juga sedang menatapnya. Namun dengan tatapan penuh kekhawatiran.‘Astaga! Kenapa bisa ada orang ini disini? Kalau sampai dia bilang sama yang punya perusahaan aku bisa kehilangan pekerjaan lagi.’ batin Arleta.“Hey! Kenapa kau ada disini!” bentak Mahen.Arleta terlonjak, kemudian menundukan pandangan.“Ma_maaf tuan. Sa_saya sedang beekerja disini.” jawab Arleta dengan tergagap. Lalu Arleta memberanikan diri mengangkat wajah, menatap laki-laki yang sedang memelototinya dari tadi.Arleta menjatuhkan alat kebersihannya begitu saja, lalu berlutut di hadapan Mehendra.“Tuan saya mohon maaf, atas kejadian tempo lalu. Saya mohon tuan, jangan bilang sama orang yang punya perusahaan ini, saya tidak ingin di pecat lagi tuan. Saya benar-benar sangat membutuhkan pekerjaan ini.” Arleta memohon dengan kedua tangan di tanggupka di depan dada.Pria itu tetap diam.‘Oh. Rupanya dia belum tahu kalau aku pemilik
Sangat mudah untuk Bas mencari tahu tentang Arleta, pagi ini Bas sudah mengantongi semua dan siap diberikan pada MahenKetika hari masih sangat pagi, Bas sudah keluar dari apartemennya, menuju rumah utama tempat dimana Mahen tinggal.Bas sengaja berangkat sepagi ini, karena akan membicarakan tentang informasi yang di dapatnya..Tidak butuh waktu lama untuk Bas sampai di rumah utama. Setelah mobilnya terparkir dengan baik, Bas segera turun dan melangkah masuk.Di rumah besar ini hanya ada Gio tinggal seorang diri, hanya ada beberapa pelayan dan juga penjaga rumah saja. Sesekali Bas juga menginap disana.“Tuan!” panggil Bas. Ketika susah tiba di depan pintu kamar Mahen.Bas mencoba membuka pintu namun tidak bisa.’’ Sepertinya tuan Mahen masih tidur.’’ Bas mengambil ponsel dalam saku celana, lalu menghubungi nomor Mahen. ‘’Astaga. Mengganggu saja!’’ keluh Mahen. Perlahan pria itu membuka mata, tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas.‘’Bas. Ini masih sangat pagi, kenapa dia su
“Tuan, saya turun disini saja.’’ ucap Arleta saat mobil Bas tiba di pintu gerbang kantor.Tanpa menunggu jawaban dari Mahen, Bas menghentikan mobilnya tepat di samping pintu masuk. Setelah mobil berhenti Arleta segara membuka pintu.‘’Tuan terima kasih atas tumpangannya.’’ ucap Arleta, sebelum dia benar-benar turun.‘’Hem.’’ sahut Ma singkat. Setelah Arleta benar-benar turun Bas langsung melajukan mobilnya kembali masuk kedalam pekarangan gedung. Sedangkan Arleta berjalan di belakang.Arleta bersyukur, tadi dia mendapatkan tumpangan kalau tidak, Dia pasti akan kesiangan . Arleta buru-buru masuk ke dalam ruang ganti, setelah berganti pakaian Arleta langsung menuju dapur. Bersiap untuk menjalankan tugas. Seperti biasa di dapur sudah ada pembagian tugas masing-masing, hari ini Arleta kebagian tugas membersihkan ruangan di lantai tiga.Di lantai lain, tepatnya di ruangan presdir Mahendra sedang sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja. Pria itu terlalu fokus sehingga
Mehen mendorong tubuh Arleta hingga gadis itu jatuh terlentang diatas sofa empuk yang ada di ruangan presdir. Mehen langsung menindih Arleta dan melanjutkan mencumbu gadis itu dengan brutal.“Tuan! Berhenti! Tolong jangan lakukan ini!” Arleta memohon dengan mengiba. Tapi pria di atasnya ini seakan tuli tidak mendengar jerit tangisnya.Tangis dan rengekan Arleta seperti musik yang membuat Mahenra semakin bernafsu. Puas bermain di area leher kini Mahendra mencium bibir Arleta kembali dengan brutal menyusuri setiap rongga mulut gadis di bawahnya. Tangan Mahen bergerak meremas payudara Arleta yang berukuran sedang namun sangat pas ditangan Mehendra, tangan satunya pria itu digunakan untuk memegang tangan Arleta agar tidak bisa berontak.“Empt..”“Empt..” Arleta berteriak tertahan, nafasnya hampir habis akibat ulah Mahen.Pria itu melepaskan ciumannya, membiarkan Arleta mengambil oksigen. Matanya menatap dua buah gunung yang sangat indah di balik kaos yang Arleta kenakan.Dan…Srek!“Tid
Arleta langsung menyambar jubah mandi dari tangan Mahen, lalu dengan cepat memakainya. Dari pada dia harus telanjang di hadapan laki-kali brengsek yang telah merenggut masa depannya.“Aw!” Arleta terpekik, saat akan berdiri, area di bawah sana terasa sangat sakit dan ngilu ketika dibawa untuk bergerak.“Biar saya bantu!” Mahen hendak memegang tangan Arleta. Tapi cepat ditepis oleh gadis itu.“Tidak perlu!” tolak Arleta dengan kasar.Mahen menghela nafas kasar.Sedangkan Arleta, dia berjalan dengan tertatih menahan rasa sakit. Dengan pelan Arleta masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Mahen segera menghubungi Bas, ketika Arleta sudah benar-benar masuk kedalam kamar mandi.“Bas. Carikan aku pakaian wanita. Cepat! Bawa keruanganku sekarang!” titah Mahen, begitu panggilan bari terhubung.“Pakaian wanita?” tanya Bas dengan nada heran.“Iya! Cepat!”“Tapi tuan…”“Kalau kau terus bertanya! Kapan kau akan berangkat mencarinya. Nanti aku akan jelaskan setelah kau bawa pakaian itu kemar
“Arleta kamu sakit?” tanya Ami ketika melihat Alana yang pucat.“Sepertinya begitu. Apa boleh hari ini aku izin?” Arleta terpaksa berbohong, demi kebaikannya sendiri. “Pulanglah! Dan segera pergi ke dokter.” Arleta mengangguk.” Terimakasih.”Ami mengangguk.” Sama-sama. Semoga lekas sembuh.” ucap Ami.Setelah mendapatkan izin Arleta langsung mengambil tasnya yang ada di ruang ganti. Setelah itu langsung melangkah keluar dari perusahaan ini. Di ruang presdir.“Bagaimana kalau gadis itu. Membocorkan masalah ini di luaran? Bisa hancur nama baik yang selama ini aku jaga.” ucap Mahen. Terlihat sangat khawatir. Dari tadi pria itu terus mondar mandir tidak jelas di ruangannya. Bas yang melihatnya pun menjadi pusing.“Tenanglah tuan! Duduklah! Jika anda terus mondar mandir seperti ini, saya malah ikutan pusing.” tegur Bas.Mahen menurut, langsung duduk kembali di kursinya.“Begini saja tuan. Bukankah, tuan tadi mengatakan punya penawaran untuk Arleta? Bagaimana sore nanti kita datengin
Cepat angkat bodoh! kenapa malah diam di situ.” bentakan Mahen cukup menyadarkan Bas.“Eh. Iya tuan.” Dengan cepat Bas, mengangkat tubuh Alana yang terkulai lemas. Setelah itu Bas berjalan dengan sedikit berlari menuju mobil sambil membopong tubuh Arleta.Sedangkan Mahen, berjalan di belakang Bas. Tidak lupa Mahen juga menutup pintu rumah Arleta. Pria itu berlari menyusul Bas, lalu membukakan pintu mobil.Bas segera menidurkan Arleta di kursi belakang, setelah itu baru Bas ikut masuk kedalam mobil, sebelumnya tadi Mahen sudah masuk, dan duduk di kursi depan.“Cepat Bas! Kau lambat sekali.” protes Mahen.Mahen menoleh ke belakang, untuk melihat kondisi Arleta. Dengan perasaan khawatir.“Ini sudah ngebut tuan!” jawab Bas. Lalu menambah kecepatan laju mobilnya.Baru kali ini, Bas melihat Mahen begitu peduli dengan wanita, apalagi hanya seorang Office Girl. Atau mungkin karena kejadian siang tadi? ‘Ah! Tapi, ya sudahlah!’Setelah empat puluh menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di rum
Mahendra menyodorkan amplop coklat dengan isi yang cukup tebal. Berharap kali ini Arleta mau menerimanya dan tidak jadi melaporkannya pada polisi. Arleta menoleh, menatap Mahen dengan tatapan penuh amarah! “Aku bukan pelacur! Silahkan ambil saja uangmu!” seru Arleta marah. “Aku tidak bermaksud begitu. Aku tahu kau sedang butuh uang bukan? Untuk membayar hutang ayahmu? Uang ini aku rasa cukup untuk melunasinya.” ucap Mahen mencoba bernegosiasi. “Aku memang butuh uang! Tapi tidak dengan menjual harga diriku! Dan kau! Kau telah mencurinya!” Arleta menunjuk wajah Mahen dengan penuh emosi. “Terserah, kau saja! Jika kau butuh kau bisa hubungi aku! Atau jika kau mau? Aku bisa memberimu banyak uang asal! Asal kau mau menjadi budak nafsuku. Aku rasa aku sudah kecanduan dengan tubuhmu.” ucap Mahen dengan prontal. Brak! Arleta memukul pintu mobil. “Berhenti!” teriak Arleta. Arleta sungguh tidak mengerti dengan pria ini! Tadi dia meminta maaf, namun sekarang? Dia menawarkan hal