Share

Mark Dawson

* POV Mark Dawson *

Namaku Mark Dawson dan aku adalah dokter di rumah sakit milik keluargaku sendiri.

Setelah sekian banyak patient yang menatapku wajah tampanku. Yang bahkan membuatku risih karenanya..., aku akhirnya bertemu dengan wanita yang kukenal.

Ralat!

Maksudnya, wanita yang pernah menjadi patientku.

Sebelumnya, aku memang bekerja di puskesmas kecil saat aku sudah menjadi dokter pertama kali semenjak aku berusia 17 tahun. Aku memang pandai. Sehingga, bisa menyelesaikan study dokterku di usiaku yang masih sangat muda.

Dan wanita yang menjadi patient ku hari ini adalah Alana Kendrick ini.

Ia dulunya selalu menjadi langgananku. Alana selalu mimisan di saat ia masih kecil. Aku pikir.., itu hanya alasan orang tuanya. Hanya agar bisa bertemu denganku. Karena, tidak sedikit orang yang sengaja pura-pura sakit.., hanya untuk di periksa olehku.

Namun, melihat jika di hidung gadis itu masih menyisakan darah yang mengering.., aku tahu jika gadis kecil itu benar-benar mimisan.

Dan herannya, setiap kali mimisan, badannya akan panas esok harinya.

Mungkin, badan gadis itu memang lemah?

karena, aku tidak menemukan ada penyakit di dalam tubuh gadis kecil itu.

Namun, dulu aku memang sering menjumpai gadis itu ketika orangtuanya membawanya untuk keluhan yang sama;

tiba- tiba mimisan.

Sampai dimana, tiba-tiba gadis kecil itu tidak lagi pernah terlihat atau periksa lagi di puskesmas.

Aku pikir;

'Apakah ia sudah sembuh dan memiliki tubuh yang lebih sehat?'

Entahlah.

Saat aku berusia 30 tahun, aku mulai bekerja di rumah sakit milik keluargaku. Dan aku hampir melupakan gadis yang selalu periksa di puskesmas dulu.

Sampai, aku bertemu lagi saat wanita itu berusia 30 tahun ketika aku berusia 34 tahun.

Wait? Ia hanya berbeda 4 tahun denganku?

Dulu aku pikir, ia adalah anak kecil. Karena ia memang sangat mungil saat itu. Saat ini, ia juga terlihat sangat mungil. Tidak akan ada yang percaya jika ia sudah berumur 30 tahun saat ini.

Bagaimana mungkin seorang doctor tidak tahu tentang usia patientnya?

Saat aku masih bekerja di puskesmas, aku memang memiliki assistant dokter yang membantuku melihat data patient.

Aku saat itu hanya perlu memeriksa patient-patient dan memberi obat berdasarkan keluhan para patient itu.

Tak heran, waktu itu tak sedikit orang yang memilih pura-pura sakit hanya untuk aku periksa. Sehingga, aku memilih untuk menyewa assistant untuk melihat data diri patient dan keluhan patient.

Sementara, karena ini rumah sakit milik orang tuaku, aku tidak bisa bersikap seenaknya di sini dan hal itu mengharuskan aku membaca sendiri biodata patient yang datang periksa.

Aku menatap wanita yang baru kuketahui data dirinya ini.

Dia terlihat begitu kacau dan menderita.

Namun, yang menarik perhatianku adalah..,

Ia yang memeriksakan dirinya sendiri, saat ia sedang terlihat tidak kuat hanya untuk berjalan.

' ia memeriksakan dirinya sendiri?' heranku.

Bahkan, terlihat jika sedari tadi ia hanya memejamkan matanya- mungkin, karena matanya yang berkunang- kunang atau kepalanya yang terasa sakit?

Aku yakin, ia begitu menderita karena sakitnya.

Jika orang lain atau patient lain yang suka menatapku wajah tampanku.., mereka pasti akan akan dengan senang hati membuka baju mereka. Namun, ketika aku menghadapi wanita yang sama dengan gadis yang sering aku periksa ketika di puskesmas dulu..., ia tampak terkejut ketika aku memintanya untuk membuka bajunya.

Apakah, ini kali pertama baginya untuk memeriksakan dirinya lagi?

" Don't worry, I'm G." ucapku jujur. Karena, aku memang seorang G. Aku bahkan memiliki kekasih pria.

Entahlah.

dari setiap wanita, Mau tua atau muda, dari yang memiliki tubuh yang buruk sampai termulus sekalipun., sudah aku lihat tubuhnya di meja operation. Namun, dari sekian banyak wanita itu,

tidak ada satupun yang dapat membuat milikku terbangun.

Itulah alasan mengapa aku meyakinkan diriku sendiri.

'Jika aku ini seorang G.'

Aku kembali melihat ke arah wanita yang kini tampak membaringkan tubuhnya dan mulai membuka bajunya.

Ia terlihat kurus. Mungkin, karena tidak nafsu makan akibat sakitnya.

Satu hal yang membuatku terkejut adalah ia yang sudah menderita selama lima hari karena sakitnya.

Ingin sekali aku memarahinya. Namun, melihatnya yang datang sendirian untuk periksa- membuatku memilih bertanya..,

" Anda tidak memiliki kerabat?"

Namun, tampak jika wanita itu malah tampak kesal dengan pertanyaanku. Aku yakin; jika dalam biadata dirinya; ia masih memiliki keluarga. Ibunya memang telah tiada. Namun, seharusnya, ia masih memiliki ayah kandung.

Namun, melihat ia yang tidak mau mengungkitnya...., aku memilih diam dan melanjutkan memeriksanya.

Sebenarnya, apa yang membuatnya berubah seperti ini?

Dulu, ia tampak seperti gadis yang polos.

Orang tuanya selalu memeriksakannya. Bahkan, meski ia hanya mimisan saja.

Apa itu alasan mengapa ia sudah jarang periksa dulu? Bukan karena ia yang telah sehat..., namun, karena tidak ada yang peduli padanya.

Mungkin, satu-satunya keluarganya yang peduli padanya adalah ibunya. Namun, ibunya telah tiada?

Abaikan!

Ia hanya patientku tidak lebih.

Aku tidak harus memberikan rasa simpati lebih kepada patient ku.

***

Setelah mendiagnosa penyakit wanita itu.., aku menyarankan ia untuk opname.

Namun, ia tampak memegang pelipis nya.

Mungkin, karena bangun tiba-tiba?

Karena khawatir, aku memilih kembali bertanya padanya. Namun, sepertinya alasan mengapa ia memegangi pelipis nya bukan karena pusing. Namun karena, harus memikirkan biaya yang akan ia keluarkan ketika ia opname nanti.

Bukankah ia masih memiliki keluarga? Heranku.

Namun, aku memilih memberinya obat dan memintanya mengambil obat di apotek di rumah sakit ini. Dengan menunjukkan kartu namaku- sedikitnya, ia akan mendapatkan potongan untuk obat yang harus ia minum.

Sayangnya, sebelum ia pergi iamalah menyinggungku. Mengatakan aku yang merupakan seorang G.

Aku balik menyiggungnya.

Ralat! Itu bukan kata- kata singgungan. Hanya kata yang terlontar karena kesal karena ia telah mengataiku. Namun, melihat ia yang terdiam..., aku yakin, apa yang aku ucapkan adalah kebenaran.

Ia kembali mengataiku dan aku mengembalikkan kata-katanya. Ia tampak membalikkan tubuhnya. Namun, sesaat kemudian, tubuhnya tampak bergetar.

Ia menangis?

Jika kata-kataku memang benar.., lantas, mengapa ia menangis?

Karena sakitnya?

Karena ia yang datang memeriksakan dirinya sendiri, meski ia masih memiliki keluarga?

Tubuhnya yang mungil membuat pundaknya yang tegak terasa mungil juga.

Entah mengapa, aku jadi ingin merengkuhnya dan menenangkannya. Namun, aku adalah seorang dokter. Dan sebagai dokter, bukankah aku seharusnya bersikap profesionalitas dan tidak mempedulikan masalah patientku?

' Namun, jika perkataanku benar..., beruntung sakitnya bukan karena kebiasaan liarnya itu.'

*POV ALANA*

Setelah bersusah payah kerumah sakit untuk periksa. Kini, aku juga berusaha bersusah payah untuk kembali pulang.

Tak heran, karena perkataan dokter gay itu atau mungkin, karena beban di hatiku, membuat suhuku lebih cepat meningkat.

Apa lagi.., taxi tidak bisa sampai di depan rumahku karena jalan di kompleks rumahanku yang cukup kecil.

Di lewati dua motor saja ribet- apa lagi di lewati mobil.

Sehingga, setelah Taxi menurunkanku di depan complex, aku masih harus bersusah payah untuk jalan menuju rumahku. Beruntung, aku tidak harus pingsan dulu di tengah jalan.

Aku kembali melihat handphoneku.

Aku ini bukan type wanita yang romantis yang akan menghubungi terlebih dahulu. Kalaupun menghubungi terlebih dahulu..., aku akan bingung bagaimana melanjutkan percakapan dengan orang yang kuhubungi.

Mungkin, itulah alasan mengapa handphoneku selalu sepi. Kalaupun ada, biasanya adalah chat grup. Dimana aku jarang terlibat di dalamnya.

Sampai ada notification Chat yang sengaja aku sembunyikan.

Karena orang terakhir yang bermain denganku sudah aku blokir nomornya..., ada kemungkinan, jika ini nomor lama yang belum aku blokir.

' Sudah kuduga.' batinku saat melihat siapa yang mengirimiku chat.

Ia adalah teman VCS ku.

Aku tidak memblokirnya.., karena, ia selalu memberiku uang saat aku butuh. Tanpa perlu aku memuaskannya. Meski di sebut VCS.., aku hanya perlu ada di depan camera dan membiarkan sang penelphone itu berfantasy.

Namun, karena aku sedang sakit, aku sedang malas menanggapi VCS dan membalas jika aku sedang tidak ingin melakukan panggilan Video karena sedang sakit.

Namun, ia beralasan jika ia ingin melihat keadaanku.

Aku akhirnya mengiyakan dan memilih mengalah. Lagi pula, ia terlanjur membelikan aku kuota dan sebelumnya, ia juga telah membayar tagihan listrikku. Jadi, aku terpaksa menerima sambungan Video Call nya.

Dan...

Seperti yang kuduga.

Ia akan memintaku memperlihatkan tubuhku.

Padahal, aku sudah mengatakan jika aku sakit.

Lama-lama ini membuatku muak.

Apa bagi orang-orang, kata Sakitku di sini hanya pura-pura?

Hei! Aku benar- benar sakit!

Selama ini, aku selalu pura-pura kuat dan tidak apa-apa. Namun, lama-lama aku lelah.

Sudah cukup! Kenapa disaat sakit aku hanya sendiri?

Pria yang memiliki status sebagai kekasihku bahkan tidak mau mengerti.

Saat di periksa, aku juga bertemu dengan dokter yang rese. Ya, meski, aku juga yang salah, karena mengatainya terlebih dahulu.., namun, aku tetap saja kesal.

Dan sekarang? Aku bertemu dengan pria yang hanya bisa mengerti jika kebutuhannya harus terpenuhi. Tanpa mau mengerti aku.

aku memilih mematikan panggilan video dalam keadaan ia yang sedang memperlihatkan dirinya yang sedang memainkan miliknya.

Ia berusaha menghubungi aku lagi. Namun, aku tidak sedang dalam mood yang baik- sehingga, memilih memblokir nomornya. Hanya agar ia tidak dapat menghubungi aku lagi.

Sebagai seorang perempuan, apa aku tidak bisa memilih?

Aku hanya ingin orang yang memperhatikanku. Tidak lebih.

Orang yang menemaniku saat aku sedih.

Tidak perlu muluk-muluk. Hanya menemaniku dalam diam, tidak perlu melakukan apapun. Menghiburku pun tidak perlu. Memberi simpati pun tidak perlu. Karena aku tahu, simpati mereka kosong tanpa empati di dalamnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status