Damian memalingkan wajah secara perlahan, tidak ingin keterkejutannya menarik perhatian Van.Ia tidak menyangka bahwa Van akan datang dengan pakaian kumuh layaknya gelandangan, sehingga Damian tidak langsung mengenalinya. Tetapi melihat wajahnya sekarang, pria itu rupanya tidak banyak berubah. Hanya kerutan halus di sekitar matanya, juga janggut tipis di rahangnya. Damian tidak berniat untuk memata-matainya sepanjang malam. Jika Van memang telah berpengalaman, maka dia akan menyadari gerak-gerik Damian. Ia hanya akan menunggu sampai Fabrizio datang untuk memastikan segalanya.Jika mereka berdua memang bekerja sama, maka Fabrizio akan datang malam ini juga.Andrius telah memberikan informasi baru mengenai sosok Fabrizio. Dia masih muda dan memiliki rambut cokelat yang agak ikal, bentuk wajahnya khas kebangsaan Italisa—garis wajah tajam, mata gelap, dan kulit pucat. Dia juga memiliki luka memanjang di tengkuknya."Dhruv, ayo pindah." Damian meraih minumannya yang baru tiba dan mengisyar
"Sial!" Damian mengumpat keras dan memukul kap mobil. Ia dan Dhruv harus kehilangan jejak Ymar karena sebuah truk sampah besar yang lewat. "Ck, gagal lagi!" Kenapa selalu seperti ini? Setiap kali Damian memiliki kesempatan, ada saja penghalang yang muncul. Padahal jika ia bisa menangkap Ymar, maka ia juga akan dapat informasi mengenai organisasi baru Fabrizio dan Van. Damian menghela napas frustrasi dan memijat sisi kepalanya. Di sampingnya, Dhruv hanya bisa diam—menunggu sampai amarah Damian mereda. Kristal es terus berjatuhan. Kepala dan pundak Damian terasa membeku, tetapi ia masih enggan beranjak dari tempatnya. Ditatapnya ujung jalan tempat menghilangnya Ymar, dan ia kembali membuang napas kasar. Damian baru beranjak dari tempatnya saat Dhruv memanggil, mengingatkan Damian bahwa Bella berada di rumah sendirian. Bella mungkin sudah tidur sesuai dengan permintaan Damian yang akan pulang larut, tetapi tetap saja ia merasa khawatir. "Ayo kembali, Dhruv. Setidaknya kita sudah d
"Baiklah, mari kita mulai rapatnya."Damian mengeluarkan seluruh berkas yang diperlukan, kemudian menatap seluruh anggota senior yang hadir dalam ruangan itu. Untuk sesaat, tatapannya bersirobok dengan Massimo yang duduk di kursi paling ujung. Hanya beberapa detik sebelum pria itu memalingkan wajahnya.Entah sampai kapan rasa kesalnya itu bertahan. Damian tidak ambil pusing karena tahu Massimo sangat setia dengan organisasi.Sama halnya dengan anggota lain, setiap kali mereka menunjukkan ketidaksukaannya pada Damian, Damian memilih untuk tak acuh. Selama mereka tidak merugikan organisasi, maka ia akan menganggap kebencian mereka sebagai angin lalu."Pembahasan awal adalah kerja sama Van Dominguez dan Fabrizio Alessio," mulai Damian. "Mereka adalah ketua baru organisasi Italisa itu. Ya, dua ketua dalam satu organisasi," tambahnya saat melihat kerutan di wajah para anggota.Terdengar dengungan ketika mereka membaca berkas yang telah dilipatgandakan."Organisasi itu memang baru dibangun,
Damian mengancingkan kemejanya sambil menatap Bella yang kembali mencoba membubuhkan tanda tangannya. Sejak semalam, Bella terus berlatih di atas kertas, berusaha membuat tanda tangan yang indah."Apa ini sudah cukup bagus, Damian?" Bella menoleh dan memperlihatkan tanda tangannya dengan khawatir.Damian mendekat dan mengecup lembut pelipis gadis itu. "Itu tanda tangan yang sangat indah. Jangan khawatir, mereka tidak akan berkomentar apa pun."Bella meremat tangannya. Meskipun Damian terus meyakinkannya, tetapi ia masih saja merasa gugup."Kita berangkat sekarang, ya?" sahut Damian, menarik lembut lengan Bella untuk berdiri. "Semuanya akan baik-baik saja, Sayangku," bisiknya di telinga gadis itu.Bella menatap Damian cukup lama, kemudian menganggukkan kepalanya. Sejenak, ia memperbaiki ikatan tali dress-nya, lalu mengamit lengan Damian. Jantungnya berdebar kian kencang di setiap langkah yang ia ambil.Ia masuk ke mobil dan Damian membawa keduanya menuju tempat sidang yang berada di pu
"Axel tidak datang saat Massimo memanggilnya. Sepertinya dia sudah tahu apa yang akan kita lakukan padanya," jelas Andrius, mendengus keras. "Aku mendapat informasi kalau dia terakhir kali terlihat di Rainelle, dekat dengan kawasan kumuh tempat para berandal itu berkumpul. Kebetulan sekali, bukan?""Aku curiga dia kembali berhubungan dengan Ymar dan berniat ikut dengannya," ucap Damian. Ia mengetukkan jarinya ke meja, merasa jengkel karena rencananya tidak berjalan sesuai rencana.Sungguh bodoh karena ia tidak memperhatikan hal ini dari dulu. Ia jarang berbicara dengan Axel, tetapi ia yakin pria itu sama keparatnya dengan Ymar."Aku juga berpikir begitu." Andrius menghela napas dan menatap Damian. "Sekarang apa yang akan kau lakukan? Haruskah aku mengeksekusinya sendiri?"Damian menghela napas kasar dan memijat batang hidungnya. Belum selesai permasalahan Ymar, sekarang Axel juga ikut-ikutan menambah beban organisasi.Selama beberapa hari setelah sidang pembebasan Bella, Damian memili
"Tapi namanya—" "Dia menggunakan nama lamanya—Van Dominica," sela Martinez. "Meskipun sekarang, orang-orang lebih mengenal nama aslinya yaitu Van Dominguez." Damian hanya bisa mengangguk, benar-benar tercengang sampai ia tidak bisa mengatakan apa pun. Matanya bergerak menelusuri identitas dan foto Van Dominguez. Itu adalah berkas pengajuan untuk menjadi anggota dari Serpenquila. "Tahun 1995, seorang pria dengan penampilan yang menyedihkan datang ke markas kita, memohon untuk menjadi bagian dari Serpenquila," jelas Martinez, menghela napas panjang. Tatapannya tampak menerawang jauh. "Tapi dia ditolak dengan keji karena tidak memiliki kemampuan yang mumpuni, dia bahkan gagal dalam ujian tahap pertama. Sebagian anggota mengolok-oloknya, bahkan ada dua-tiga orang yang memberikan pukulan bertubi-tubi di wajahnya." "Itu sangat kacau." Damian tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Van saat itu. Sekarang jelas alasan kenapa Van bekerja sama dengan Fabrizio untuk menghancurkan Serpenq
"Pesta ganja?""Ya, pesta ganja di kasino milikku, Tuan Damian. Aku dengar kau menyukai anggur tua, jadi aku juga telah menyiapkan hal itu. Datanglah besok, pestanya dimulai pukul enam sore.""Yah, baiklah," sahut Damian setelah beberapa saat. Evren secara pribadi mengundangnya untuk pergi ke pestanya, katanya itu adalah pesta kecil-kecilan untuk mempererat hubungan sesama 'rekan kerja'. Damian tidak memiliki pilihan selain menerima undangannya, meskipun sejujurnya ia tidak suka dengan pesta ganja."Baiklah, aku menunggumu kedatanganmu.""Ya," ucap Damian sebelum menutup telepon. Ia meletakkannya di atas meja, lalu beranjak untuk menutup gorden. Malam semakin larut, beberapa menit lagi tepat tengah malam.Setelah merapikan semua berkas, Damian mengeluarkan vodka dan ganja yang ia ambil di markas. Ia meletakkan semuanya di atas meja, lalu membuka laci, mencari-cari kertas penggulung untuk membungkus daun ganja keringnya menjadi sebatang rokok.Bella telah tidur ketika Damian keluar dar
Damian merasa menyesal telah mengajak Bella untuk ikut ke pesta ganja. Efek ganja membuatnya bicara tanpa saringan. Sekarang saat otaknya berfungsi dengan baik, ia sibuk merutuki dirinya sendiri.Pesta ganja tidak seperti pesta lain yang penuh dengan kue dan minuman. Kau tidak bisa mengharapkan suasana bahagia dan hangat yang diselenggarakan di mansion-mansion mewah. Pesta itu dipenuhi bajingan yang sibuk sakau dan mabuk-mabukan.Damian mengusap wajahnya dengan hela napas frustrasi. Ia mondar-mandir di depan kamar dan menatap ke arah pintu. Pintu berayun terbuka dan Damian berdiri kaku saat Bella muncul dibaliknya.Dia sangat cantik, pikirnya. Tidak, tapi luar biasa menawan.Damian merasa terbakar, hanya dengan memikirkan berapa banyak pria yang akan melirik kekasihnya. Sial. Seharusnya ia tidak pernah menghisap ganja.Tetapi terlambat untuk menyesal sekarang. Bella terlanjur bersiap dan tampak antusias dengan perjalanan keduanya. Jika Damian menyuruhnya untuk tinggal di rumah, sement
Langit kelabu menaungi kota Rainelle. Angin kencang tak henti-hentinya berembus, menampar-nampar wajah Damian dengan keras. Sore itu, hujan sepertinya akan turun menyapa.Damian berdiri diam dibalik batang pohon pinus. Matanya tertuju pada bangunan tua yang berdiri di seberang jalan. Bau karat besi dan sampah busuk menyengat hidungnya, tetapi ia tetap berdiri di sana.Damian menggenggam erat pistolnya dan menajamkan pandangan. Urat sarafnya terasa tegang. Sudah setengah jam ia menunggu, tetapi Lester tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Dari informasi yang ia dapatkan, Lester kembali ke rumah lamanya hari ini untuk melakukan transaksi. Damian tidak akan membiarkan pria itu lolos begitu saja. Dia mengambil andil sangat besar dalam rencana penculikan Bella.“Ya, para keparat itu sudah mati.”Sebuah suara terdengar dari seberang jalan. Damian menatap waspada dan menempelkan tubuhnya ke pinus di belakangnya.Sedetik kemudian, Lester muncul dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia
Untuk sesaat, Bella kira ia sedang bermimpi. Tetapi sentuhan tangan ibunya begitu nyata, mengelus lembut wajahnya. Air mata mendesak keluar, dan pada akhirnya Bella terisak kencang. Tanpa bisa ditahan, tangis Helena ikut tumpah. “Sayang...” gumam Helena dan tangis Bella mengencang. Betapa Bella merindukan suara ibunya. Setelah sekian tahun tidak bertemu, ini semua terasa seperti kemustahilan. “Ibu... ibu sungguh di sini?” Bella tersedak tangisnya sendiri. Ia ingin merangkul ibunya ke dalam dekapan, tetapi tangannya terlalu lemah untuk diangkat. “Ya, Ibu di sini, Nak. Ibu di sini...” Helena tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya dan membungkuk untuk memeluk Bella. “Anakku... Ibu merindukanmu. Ibu sangat merindukanmu.” “Aku juga sangat merindukan... ibu! Kupikir... kita tidak akan bertemu... lagi. Ibu sungguh di sini... Ini...” Bella terisak-isak, tubuhnya bergetar hebat. Pelukan Helena menguat dan Bella merasa tenggelam dalam kerinduan yang menyakitkan. Untuk waktu yang l
“Massimo sedang mengejarnya. Segera setelah kita temukan lokasinya, maka dia akan berakhir sama seperti anggota Uncamord lainnya.”Damian mengangguk mendengar penjelasan ayahnya. Setelah Bella dirawat bersama ibunya di mansion, mereka bergerak lebih lanjut untuk menemukan kelompok Evren yang ikut berkhianat dalam pesta. Mereka menolak untuk bekerja sama, jadi Serpenquila membantai mereka semua.Setidaknya, hama di dunia para mafioso telah menghilang.“Yang lainnya sedang beristirahat setelah mendapat beberapa jahitan. Kau juga, Damian. Istirahatlah,” lanjut Martinez, menatap rahang, kepala, bahu, dan punggung Damian yang diperban.“Ya, Ayah juga.” Damian berdiri dari kursinya dan berhenti sejenak. Ia menatap Martinez, lalu tersenyum tipis. “Terima kasih, Ayah. Selamat malam.”Martinez mengangguk dengan senyum kecil. “Sudah seharusnya aku melakukan ini, Nak. Selamat malam untukmu.”Damian melangkah pergi dan bergegas menuju kamarnya. Bella dirawat di sana dan masih tidak sadarkan diri.
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka