"Dia... dia orang yang menjualku ke Nyonya Poppy untuk dilelang."Bella meremat tangannya dan menatap Damian, sadar bahwa ia tidak pernah menceritakan kejadian itu. Damian mengira bahwa Nyonya Deborah sendiri yang menjual Bella ke tempat pelelangan, sebab Nyonya Poppy adalah rekannya.Saat itu, Bella masih terguncang dan memilih untuk diam. Kemudian lambat laun saat ia mulai terbiasa dengan mansion, ia tidak pernah lagi memikirkan penculikan itu. Tetapi melihat foto yang terpampang, kejadian saat ia kabur dari rumah Tuan Hugo kembali terngiang."Apa?" Damian hampir tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri. Ia menarik Bella untuk duduk di atas satu pahanya—menatap gadis itu lekat-lekat dengan tatapan khawatir. "Menjualmu ke pelelangan? Kau tidak menceritakan ini, Sayang. Aku pikir Deborah... tolong ceritakan dari awal padaku."Bella menunduk dan ragu-ragu bicara, "Ya... saat itu—ada pesta dan terjadi kebakaran besar di rumah Tuan Hugo. Para budak mengajakku untuk kabur, tapi aku te
Damian memalingkan wajah secara perlahan, tidak ingin keterkejutannya menarik perhatian Van.Ia tidak menyangka bahwa Van akan datang dengan pakaian kumuh layaknya gelandangan, sehingga Damian tidak langsung mengenalinya. Tetapi melihat wajahnya sekarang, pria itu rupanya tidak banyak berubah. Hanya kerutan halus di sekitar matanya, juga janggut tipis di rahangnya. Damian tidak berniat untuk memata-matainya sepanjang malam. Jika Van memang telah berpengalaman, maka dia akan menyadari gerak-gerik Damian. Ia hanya akan menunggu sampai Fabrizio datang untuk memastikan segalanya.Jika mereka berdua memang bekerja sama, maka Fabrizio akan datang malam ini juga.Andrius telah memberikan informasi baru mengenai sosok Fabrizio. Dia masih muda dan memiliki rambut cokelat yang agak ikal, bentuk wajahnya khas kebangsaan Italisa—garis wajah tajam, mata gelap, dan kulit pucat. Dia juga memiliki luka memanjang di tengkuknya."Dhruv, ayo pindah." Damian meraih minumannya yang baru tiba dan mengisyar
"Sial!" Damian mengumpat keras dan memukul kap mobil. Ia dan Dhruv harus kehilangan jejak Ymar karena sebuah truk sampah besar yang lewat. "Ck, gagal lagi!" Kenapa selalu seperti ini? Setiap kali Damian memiliki kesempatan, ada saja penghalang yang muncul. Padahal jika ia bisa menangkap Ymar, maka ia juga akan dapat informasi mengenai organisasi baru Fabrizio dan Van. Damian menghela napas frustrasi dan memijat sisi kepalanya. Di sampingnya, Dhruv hanya bisa diam—menunggu sampai amarah Damian mereda. Kristal es terus berjatuhan. Kepala dan pundak Damian terasa membeku, tetapi ia masih enggan beranjak dari tempatnya. Ditatapnya ujung jalan tempat menghilangnya Ymar, dan ia kembali membuang napas kasar. Damian baru beranjak dari tempatnya saat Dhruv memanggil, mengingatkan Damian bahwa Bella berada di rumah sendirian. Bella mungkin sudah tidur sesuai dengan permintaan Damian yang akan pulang larut, tetapi tetap saja ia merasa khawatir. "Ayo kembali, Dhruv. Setidaknya kita sudah d
"Baiklah, mari kita mulai rapatnya."Damian mengeluarkan seluruh berkas yang diperlukan, kemudian menatap seluruh anggota senior yang hadir dalam ruangan itu. Untuk sesaat, tatapannya bersirobok dengan Massimo yang duduk di kursi paling ujung. Hanya beberapa detik sebelum pria itu memalingkan wajahnya.Entah sampai kapan rasa kesalnya itu bertahan. Damian tidak ambil pusing karena tahu Massimo sangat setia dengan organisasi.Sama halnya dengan anggota lain, setiap kali mereka menunjukkan ketidaksukaannya pada Damian, Damian memilih untuk tak acuh. Selama mereka tidak merugikan organisasi, maka ia akan menganggap kebencian mereka sebagai angin lalu."Pembahasan awal adalah kerja sama Van Dominguez dan Fabrizio Alessio," mulai Damian. "Mereka adalah ketua baru organisasi Italisa itu. Ya, dua ketua dalam satu organisasi," tambahnya saat melihat kerutan di wajah para anggota.Terdengar dengungan ketika mereka membaca berkas yang telah dilipatgandakan."Organisasi itu memang baru dibangun,
Damian mengancingkan kemejanya sambil menatap Bella yang kembali mencoba membubuhkan tanda tangannya. Sejak semalam, Bella terus berlatih di atas kertas, berusaha membuat tanda tangan yang indah."Apa ini sudah cukup bagus, Damian?" Bella menoleh dan memperlihatkan tanda tangannya dengan khawatir.Damian mendekat dan mengecup lembut pelipis gadis itu. "Itu tanda tangan yang sangat indah. Jangan khawatir, mereka tidak akan berkomentar apa pun."Bella meremat tangannya. Meskipun Damian terus meyakinkannya, tetapi ia masih saja merasa gugup."Kita berangkat sekarang, ya?" sahut Damian, menarik lembut lengan Bella untuk berdiri. "Semuanya akan baik-baik saja, Sayangku," bisiknya di telinga gadis itu.Bella menatap Damian cukup lama, kemudian menganggukkan kepalanya. Sejenak, ia memperbaiki ikatan tali dress-nya, lalu mengamit lengan Damian. Jantungnya berdebar kian kencang di setiap langkah yang ia ambil.Ia masuk ke mobil dan Damian membawa keduanya menuju tempat sidang yang berada di pu
"Axel tidak datang saat Massimo memanggilnya. Sepertinya dia sudah tahu apa yang akan kita lakukan padanya," jelas Andrius, mendengus keras. "Aku mendapat informasi kalau dia terakhir kali terlihat di Rainelle, dekat dengan kawasan kumuh tempat para berandal itu berkumpul. Kebetulan sekali, bukan?""Aku curiga dia kembali berhubungan dengan Ymar dan berniat ikut dengannya," ucap Damian. Ia mengetukkan jarinya ke meja, merasa jengkel karena rencananya tidak berjalan sesuai rencana.Sungguh bodoh karena ia tidak memperhatikan hal ini dari dulu. Ia jarang berbicara dengan Axel, tetapi ia yakin pria itu sama keparatnya dengan Ymar."Aku juga berpikir begitu." Andrius menghela napas dan menatap Damian. "Sekarang apa yang akan kau lakukan? Haruskah aku mengeksekusinya sendiri?"Damian menghela napas kasar dan memijat batang hidungnya. Belum selesai permasalahan Ymar, sekarang Axel juga ikut-ikutan menambah beban organisasi.Selama beberapa hari setelah sidang pembebasan Bella, Damian memili
"Tapi namanya—" "Dia menggunakan nama lamanya—Van Dominica," sela Martinez. "Meskipun sekarang, orang-orang lebih mengenal nama aslinya yaitu Van Dominguez." Damian hanya bisa mengangguk, benar-benar tercengang sampai ia tidak bisa mengatakan apa pun. Matanya bergerak menelusuri identitas dan foto Van Dominguez. Itu adalah berkas pengajuan untuk menjadi anggota dari Serpenquila. "Tahun 1995, seorang pria dengan penampilan yang menyedihkan datang ke markas kita, memohon untuk menjadi bagian dari Serpenquila," jelas Martinez, menghela napas panjang. Tatapannya tampak menerawang jauh. "Tapi dia ditolak dengan keji karena tidak memiliki kemampuan yang mumpuni, dia bahkan gagal dalam ujian tahap pertama. Sebagian anggota mengolok-oloknya, bahkan ada dua-tiga orang yang memberikan pukulan bertubi-tubi di wajahnya." "Itu sangat kacau." Damian tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Van saat itu. Sekarang jelas alasan kenapa Van bekerja sama dengan Fabrizio untuk menghancurkan Serpenq
"Pesta ganja?""Ya, pesta ganja di kasino milikku, Tuan Damian. Aku dengar kau menyukai anggur tua, jadi aku juga telah menyiapkan hal itu. Datanglah besok, pestanya dimulai pukul enam sore.""Yah, baiklah," sahut Damian setelah beberapa saat. Evren secara pribadi mengundangnya untuk pergi ke pestanya, katanya itu adalah pesta kecil-kecilan untuk mempererat hubungan sesama 'rekan kerja'. Damian tidak memiliki pilihan selain menerima undangannya, meskipun sejujurnya ia tidak suka dengan pesta ganja."Baiklah, aku menunggumu kedatanganmu.""Ya," ucap Damian sebelum menutup telepon. Ia meletakkannya di atas meja, lalu beranjak untuk menutup gorden. Malam semakin larut, beberapa menit lagi tepat tengah malam.Setelah merapikan semua berkas, Damian mengeluarkan vodka dan ganja yang ia ambil di markas. Ia meletakkan semuanya di atas meja, lalu membuka laci, mencari-cari kertas penggulung untuk membungkus daun ganja keringnya menjadi sebatang rokok.Bella telah tidur ketika Damian keluar dar
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla