Dua minggu kemudian.Ardella yang tengah disibukkan dengan tugas kuliah hampir lupa dengan kejadian pertemuannya dengan Aoran.Jadwal Nina dan Anasya yang tak sama dengan jadwalnya membuat Ardella harus sendirian tanpa kedua temannya itu. Kelas pagi telah selesai, Ardella yang tidak masuk kelas sore rencana mau langsung balik ke rumah. Berjalan menyusuri lorong-lorong ruangan dengan membawa buku di tangannya.Perut Ardella yang mulai keroncongan. "Mending makan siang dirumah aja." Ucap Ardella saat ingin makan di kantin kampus.Saat menginjakkan kakinya di taman kampus, Ardella melihat sosok yang seperti dikenalnya sedang berdiri.Bukannya itu kakaknya Anasya, ngapain dia disini, jangan-jangan mau bertingkah aneh lagi. Ah aku jalan terus atau belok nih. Ardella membatin.Masih melihat Aoran yang tampak sibuk dengan ponsel genggamnya, Ardella berbalik arah.Aoran yang melihat tingkah Ardella. "Heii." Hentak Aoran keras.Deg,,, Ardella yang terkejut berhenti mematung.Aduh bagaimana nih
Hari demi hari telah berlalu. Hari kemarin bukanlah hari kita lagi melainkan hari ini, setiap hari yang kita jalani selalu berbeda. Berjalannya waktu tidak terasa Ardella harus menjalani magang.Di perpustakaan.Ardella yang letih lesu menuju mendekat pada Anasya dan Nina yang sedang membaca jurnal."Aku ditolak lagi." Ucap Ardella lesu bertelengkup diatas meja."Serius. Ditolak lagi." Ucap Anasya."Ardella yang sabar ya." Ucap Nina. "Coba deh cari perusahaan yang lain." Menyemangati Ardella."Tapi kok bisa ya, lamaran kamu ditolak terus." Ucap Anasaya. "Aku dan Nina langsung diterima saat pertama kali mengajukan surat lamaran magang, kenapa kamu sampai sekarang masih ditolak, kalau dipikirkan kualifikasi kamu cukup mantap. Salahnya dimana." Ucap Anasya sambil berpikir."Gk tahu ne, kepalaku mumet, waktunya tinggal seminggu lagi." Ucap Ardella kembali.Ardella yang harus menjalani magang melamar ke setiap perusahaan, tapi dari semua lamarannya Ardella ditolak, bahkan tidak sampai se
Keesokan harinya.Robin yang telah menunggu Ardella diluar rumah. Ardella dengan pakaian rapi gaya ala kantoran datang menemui Robin."Rob, gimana penampilanku." Tanya Ardella.Bagaimanapun penampilan Ardella jelas saja Robin akan merasa Ardella cantik. "Cantik." Senyum Robin memuji."Sungguh." Ardella merasa percaya diri."Iya, apa gunanya berbohong." Ucap Robin kembali.Ardella tersenyum melihat Robin menatapnya. "Aku sayang Robin." Ucap Ardella.Robin terkejut dengan pujian yang dilemparkan oleh Ardella. "Aku lebih sayang kamu." Ucap Robin menyentuh pipi Ardella.Ardella dan Robin menjalani hubungan yang sederhana, menjadi sepasang kekasih bukan harus berarti kencan, membelikan hadiah mahal dan selalu mengucapkan kata-kata cinta. Bagi Robin menunjukkan cintanya untuk Ardella cukup dengan perhatian, menjaga dan menjadi teman baik yang selalu ada untuk Ardella.Chiuuuu,,,.Ardella telah sampai ditempat tujuan. Ardella mulai sedikit gugup dengan hari pertamanya kerja."Aku gugup bange
Selesai makan Ardella mencuci tangannya. Masih mengeringkan tangannya, Ardella Kembali memikirkan perkataan Rama. Setelah dipikirkan sifatnya memang sedikit aneh, tatapannya juga sering berubah, kadang hangat, kadang dingin dan kadang terlihat mesum. Ardella membatin. "Huh, sudahlah, kenapa harus aku pikirin, tugasku disini hanya bekerja." Gumam Ardella kembali. Aoran yang telah kembali dari makan siang tidak mendapati Ardella di dalam ruang kerjanya. "Kemana dia?" Aoran melihat ke sekeliling. "Mana saya tahu Bos, kita kan makan bareng. " Saut Parto. Aoran menatap Parto dengan kesal dan mengerutkan dahinya. "Akan saya cari Bos." Parto bergegas keluar saat melihat ekspresi Aoran. Aoran merasa tidak sabar hanya dengan menunggu, dia keluar berjalan mencari keberadaan Ardella. Dilihatnya Ardella yang sedang berjalan dengan santai. "Huh, sekarang seperti dia terlihat seperti bosnya, dan aku sekretarisnya." Ucap Aoran berbicara sendiri. Ardella yang juga melihat Aoran ber
Kembali ke Edward yang melihat Ardella menggendong Erwin, dia merasa sedih. Lari meninggalkan Ardella, Edward kemudian mengambek menutup wajahnya dengan bantal yang ada di sofa.Ardella mendekat pada Edward, dilihatnya Edward menangis. "Edward kenapa menangis sayang." Tanya Ardella menurunkan Erwin.Edward yang tidak mau berbicara, memalingkan wajah kecilnya dan memegang erat bantal yang menutupi wajahnya. Ardella tersenyum melihat tingkah Edward ngambek dengan lucu. Ardella mengangkat Edward ke pelukannya, begitu juga dengan Erwin. Sama-sama dipelukannya Ardella memeluk keduanya."Keponakan tante udah besar rupanya." Elus Ardella dengan lembut.Sering kali Edward selalu membuat Erwin menangis, misalnya bertengkar karena memperebutkan mainan, bahkan untuk memperebutkan perhatian Ardella juga sering dilakukan Edward.Ardella melihat wajah Edward menatap Erwin dengan dingin. " Sebagai kakak Edward harus mengalah pada Erwin." Ucap Ardella lembut melihat kearah mata Edward.Anak kecil ya
"Kubilang jangan mendekat." Teriak Ardella lebih keras.Aoran terkejut melihat Ardella berteriak padanya. "Kamu pikir siapa dirimu, beraninya berteriak padaku." Aoran yang tidak mengerti kondisi Ardella."Bukan begitu Bos." Saut Ardella dengan canggung.Berjalan dengan wajah dingin, tangannya berada di sakunya. "Jadi apa alasannya, sepertinya semakin hari kamu semakin tidak tahu posisimu." Aoran lebih mendekati Ardella.Rasa tidak nyaman serta jawaban yang tidak bisa diucapkan oleh Ardella. "Aku lagi." Saut Ardella masih ragu mengatakannya.Aoran melihat wajah Ardella sedikit pucat, tangannya yang masih menyentuh dibagian perutnya, matanya yang sedari tadi tidak berani menatapnya, ucapan Ardella sedikit bergetar dan tingkahnya yang tidak mau beranjak dari kursi.Mengerti kondisi Ardella, Aoran seketika wajah kesal berubah menjadi senyum tipis melihat wajah Ardella yang tampak malu. "Mungkinkah kamu sedang datang bulan?" Tanya Aoran."Harus sejelas itukah dia mengucapkannya." Gumam A
"Ada lalat di nasinya. Untung kamu masih belum sempat makan, berterima kasihlah padaku karena mengusir lalatnya dari dalam nasi." Saut Aoran mencari alasan.Perkataan Aoran rasanya tidak benar. "Robin selalu membuatkan makanan bersih, tidak mungkin ada lalat dinasi." Ucap Ardella mencari-cari lalat yang dimaksud Aoran.Aoran kesal sekali mendengar nama Robin. "Apa kamu berpikir aku berbohong hanya karena itu, lagian apa untungnya aku berbohong padamu. Membuatku kesal saja." Aoran meletakkan sendoknya, suara beratnya terasa marah."Lupakan saja, aku tidak ingin makan." Saut Ardella menutup kembali bekalnya.Ardella memalingkan wajahnya dari Aoran. "Dari tadi dia membuatku jengkel." Gumamnya pelan.Dengan melanjutkan makan, Aoran mengabaikan Ardella, tidak peduli dengan Ardella yang tidak mau makan, liriknya Ardella yang menggerutu tentang dirinya. Ketika perutnya telah terisi dan kenyang, Aoran meletakkan sendoknya kemudiaan mengambil segelas wine yang tidak jauh dari piringnya. Ardel
Pagi hari yang cerah.Tringgg. Bunyi alarm berdering dengan keras.Ardella membuka matanya mematikan alarm, jam menunjukkan pukul 6.00 wib pagi."Hoamm." Menguap dan meregangkan otot-ototnya, dimulai mengambil handuknya dan bergegas mandi."Hari ini kan aku sedang cuti." Ucapnya saat mengingat bahwa Aoran memberikannya cuti seminggu.Ardella kembali meletakkan handuknya keatas gantungan, dia kembali berjalan menuju tempat tidurnya.Ardella merebahkah tubuhnya ke atas kasur, dia ingin menikmati masa-masa cutinya. "Hari ini aku ingin bermalas-malasan." Ucapnya pada dirinya, sambil bergolek kesana-kesini.Satu jam kemudian.Diluar tampak suara sedang mencari keberadaan Ardella.Robin tidak melihat Ardella dimeja makan, diliriknya jam tangannya. Pikirnya sudah waktunya untuk sarapan sebelum berangkat kerja. "Apa Ardella sudah berangkat." Gumamnya. Robin merasa tidak biasanya Ardella lupa sarapan, karena itu dia mencari Ardella hingga ke kamarnya."Ardella." Panggil Robin dari luar.Arde