Hari-hari cuti.Masih menikmati hari cuti, kegiatan Ardella masih tetap sama.Saat cuti kegiatan Ardella yang paling berat adalah menjaga Edward dan Erwin, kedua keponakannya ini sekarang lebih aktif, ditambah lagi mereka tidak mau jauh dari jangkauan Ardella. Kemanapun Ardella ingin pergi harus membawa Edward dan Erwin.Ardella yang sedang ingin pergi ke salon mengajak mbak Dila bersamanya, dia tidak bisa menjaga Edward dan Erwin sendirian."Non, kita mau kemana." Tanya mbak Dila saat sedang berada di taxi."Kesalon mbak. Aku mau potong rambut." Sautnya."Non, lebih cantik panjang rambut, sayang kalau dipotong." Ucapnya memberikan pendapat."Cuman merapikan rambut aja, gk dipotong sampe pendek kok." Kata merapikan Ardella memang hanya berencana memotong bagian ujung yang terlihat rusak."Tante beli mainan." Ucap Erwin."Ok, nanti kita beli mainan." Sautnya melihat ke arah Erwin.Setelah dari salon, rambut Ardella tidak ada perubahan, hanya saja bagian ujungnya yang rusak telah dipoto
Brukk.Ardella terjatuh ketika hendak mencari lilin. "Sepertinya aku menabrak orang" Pikir Ardella terkejut.Ruangan penuh dengan kegelapan, Ardella menjadi gelap. "Siapa disana?" Tanyanya dengan suara getar.Teng,,, tengg."Happy birthday to you." Nyanyian selamat ulang tahun, terdengar serentak, ditambah dengan bunyi peluit.Lampu kembali menyala, Ardella melihat hiasan ulang tahun di ruang tengah, semua tampak berkumpul, ekspresi mereka mengejutkankan Ardella, mereka semua tampak konyol dengan topi kerucut di kepala, ditambah ada gundulan bola pingpong di wajah, seperti badut di taman bermain."Hah lucunya", dengan kejutan seperti itu rasanya Ardella tidak sanggup marah karena manakutinya, dan orang ditabrak tidak lain adalah Robin. Sama dengan yang lain dia tampak lebih konyol.Tangan Robin yang masih memegang peluit, dipindahkan ke sebelah tangan kiri, kemudian tangan kanannya diulurkan ke arah Ardella yang masih duduk di lantai. "Huh, kalian menakutiku." Ucap Ardella memukul k
Aoran membawa Ardella ke sebuah butik. Dibutik terlihat beberapa baju yang telah jadi dipajang, Ardella melihat dan menyentuh baju yang ada hadapanya. Kainnya halus, gaun itu sesuai dengan warna kesukaannya yaitu warna pink.Dengan perintah dari Aoran dia menyuruh karyawan butik untuk mencari baju yang cocok bagi Ardella. Dia yang masih kesal tidak bicara dengan Ardella, dia beranjak dan menunggu di sofa yang tersedia di butik.Mencoba beberapa pakaian, kemudian dengan memasang wajah datar menunjukkan kepada Aoran. Aoran dengan hanya satu kata bahwa dia tidak suka dengan gaun nya. "Aku tidak suka, coba yang lain. " Komentar dengan nada rendah.Berbagai gaun telah dicoba oleh Ardella, namun masih saja tidak cocok dengan Ardella. Apakah baju yang salah di mata Aoran, atau dirinya yang jelek dimata Aoran. Setidaknya itu adalah pikiran Ardella.Mengerutkan dahinya, dia menghentakkan kaki, kembali masuk kedalam ruang ganti. Baju terakhir yang ingin Ardella coba, kalau masih ada penolakan d
Air wine yang ada di gelas wanita itu tersiram ke wajah Ardella.Bagi wanita itu, Ardella tidak terlihat seperti gadis kelas atas, tingkah Ardella ketika meminta maaf menunjukkan ada rasa takut, ditambah dengan tubuhnya yang gemetar ketika wanita itu menyerangnya.Dengan percaya diri wanita itu ingin menindas Ardella lebih kejam.Dengan mengangkat tangannya wanita itu hendak menampar Ardella. Isss, tidak semudah itu dia menindas Ardella. Tangannya tiba-tiba ditahan oleh Aoran.Ketika mendengar suara Ardella, Aoran sudah beranjak mendekati Ardella, dia ingin tahu siapa yang berani mengganggu Ardella, hampir saja wanita itu menyentuh wajah Ardella, jika sampai terjadi, kemungkinan tangan wanita itu akan terpisah dari tubuhnya. Aoran dengan gesit menghempaskan wanita itu. "Berani menyentuh wanita ku." Ucapnya dengan tatapan mematikan.Nyali yang tadi membara tiba-tiba menciut. Ketika melihat ke arah mata Aoran, ada sesuatu yang sangat menyeramkan. "Maafkan saya tuan Fritsch." Saut wan
Jika diperhatikan lebih dekat, ke empat laki-laki itu berbentuk tubuh besar, berotot dan perawakannya sangat tegas, ekspresi serius terpanjar di wajah keempat laki-laki itu. Mereka mengenakan baju berjaket hitam, di dalam kaos mereka bertuliskan sesuatu. Sebuah mobil dengan sirine di atas mobil terparkir didepan rumah. Sepertinya terlihat polisi, bukan terlihat, tapi memang benar seorang polisi.Raka dan Robin dibawa dengan borgol, Ardella yang masih bingung dengan situasi, pertanyaan-pertanyaan yang Ardella lontarkan pada polisi yang membawa Robin dan kakaknya tidak ada jawaban.Keempat laki-laki itu membawa Raka dan Robin kearah mobil yang terparkir. Mobil itu berbunyi. Mobil melaju membawa Raka dan Robin ke kantor polisi."Kakak ipar, kenapa kak Raka dan Robin dibawa oleh polisi?" Tanya Ardella melihat kakak iparnya menangis."Tidak tahu dek, sebaiknya kita menyusul ke kantor polisi." Ucapnya segera mengambil tasnya.Ardella dan Lisa mengikuti mobil polisi dari belakang, mereka me
"Kakak." Panggil Ardella mendekat.Melihat Ardella dan Lisa datang. Robin dan Raka berhenti bicara."Mas, apa yang harus kita lakukan sekarang." Ucap Lisa memegang tangan Raka, ada pembatas jeruji besi diantara mereka, Lisa menunjukkan wajah cemas, tangannya bergetar dan terasa dingin."Kalian jangan cemas, aku akan menyewa pengacara terbaik untuk mengatasi masalah ini." Ucapnya berusaha menenangkan Lisa.Raka juga melihat Ardella tengah berdiri, sama seperti Lisa, Ardella juga terlihat jelas kesedihan di matanya."Dek, jangan khawatir, kakak pasti bisa keluar dari sini." Dengan lembut, Raka melempar senyum, menunjukkan bahwa ini bukanlah masalah besar. Meski dihati Raka sangat khawatir, disembunyikannya dalam senyumnya agar adiknya Ardella dan istrinya Lisa tidak bersedih."Iya kak. Aku akan berusaha membantu kak Rakaa dan Robin secepatnya keluar dari sini." Terlihat wajah Ardella bertekad, dia juga melihat kearah Robin yang dari tadi berdiam di pojok sel. Menatap Robin dengan dala
Malam hari.Dikediaman Aoran.Sekitar jam 9.00 wib, Aoran berada di ruang kerjanya.Menyeritkan wajah, Aoran sedang sibuk membaca dokumen yang berada di atas mejanya, sesekali dia mengetik di layar laptopnya, matanya fokus tak bergeming. Dengan pelan Anasya beranjak masuk, perlahan mendekati kakaknya yang sedang fokus. Menarik nafas, Anasya berusaha membuka pembicaraan."Ehem. Kakak." Panggilnya lembut.Aoran menoleh dan melihat Anasya berdiri. Terlihat Anasya gugup, jarinya dipetik satu persatu. Anasya selama ini memang bersifat manja terhadap Aoran. Tapi dalam hal urusan kerja, Anasya tidak pernah diperbolehkan untuk ikut campur."Iyah." Sekali menoleh Aoran kembali fokus mengetik."Aku dengar bahwa salah satu proyek kak Aoran mengalami masalah." Ucapnya pelan, berhati-hati berbicara."Mmm." Sautnya tanpa berekspresi. Aoran melanjutkan pekerjaanya."Kak bolehkah aku mengatakan sesuatu." Ucap Anasya lebih mendekat. Dia berusaha terlihat tenang. "Sebenarnya, Orang yang kakak tuntut i
Seminggu telah berlalu.Raka dan Robin masih di dalam penjara.Pagi hari."Kakak ipar." Panggil Ardella melihat kakak iparnya masih mengenakan baju rumahan. "Kakak tidak mengajar." Tanyanya kembali.Lisa dalam keadaan menyajikan makanan untuk sarapan. "Mulai hari ini kakak tidak mengajar lagi dek." Sautnya senyum."Tapi kenapa kak." Bingung dengan ucapan Lisa."Kakak dipecat." Ucapnya singkat."Dipecat, tapi kenapa bisa tiba-tiba." Terkejut."Jangan cemas dek, nanti kakak masih bisa cari sekolah lain untuk mengajar kembali." Berusaha tegar, dan memberikan senyuman, bahwa ini bukanlah masalah besar.Ardella menghela nafas dengan dalam. Ketika kakaknya masih dipenjara, dan sekarang kakak iparnya berhenti bekerja. Apa yang akan terjadi setelah ini. Ardella juga tidak punya pilihan lain, rencananya pagi ini Ardella akan menemui Aoran. Dia tidak akan menunda lagi untuk bicara dengan Aoran.***Dalam seminggu ini, banyak sekali perubahan. Dan Ardella merasakan perubahan dari Aoran. Meski du