Gadis desa yang kini sedang mengandung dibawa kekantor kepala desa, warga desa telah ramai berkumpul untuk membicarakan kehamilan itu.Didesa yang kini masih kuno, memiliki keyakinan bahwa wanita hamil diluar nikah membuat leluhur mereka marah, dan paling ironisnya mereka takut terjadi bencana yang akan melanda desa jika membiarkan wanita hamil tanpa suami."Usir gadis ini dari desa," seru mereka."Anak diluar nikah akan berdampak buruk bagi desa kita. Sebaiknya wanita itu segera diusir.""Dia hamil pasti karena mencari uang dengan menjual diri."Ucapan para warga menunjuk-nunjuk kewajah gadis yang tidak terbedaya."Tenang semuanya, jangan saling menghakimi, kita harus dengarkan dulu penjelasannya," ucap kepala desa."Apa benar kamu sedang hamil, terus siapa laki-laki yang telah menghamilimu? " tanya kepala desa baik-baik."Semua sudah jelas bahkan kami sudah memeriksanya kerumah sakit." Salah satu warga."Anak itu harus digugurkan, atau kamu pergi dari desa ini," ucap warga lain.Men
Konon katanya ada sebuah pulau yang memiliki sejuta keindahan, pulau itu letaknya tepat berada ditengah danau yang terbentang luas, pesona pemandangan yang begitu indah serta udaranya sejuk, pulau ini kerap kali dijadikan tempat wisata oleh orang asing. Keindahan pulau yang dapat dinikmati dengan melihat ragam budaya dan tempat-tempat menarik yang dapat dikunjungi.Dyra Agata seorang gadis berparas cantik dengan postur tubuh mungil tinggal di salah satu desa dekat pulau. Kebiasaan mengunjungi tepi danau dekat pelabuhan. Sepasang bola mata terus memandang ke arah kapal.Di tengah danau yang kini semakin dekat ke arahnya, angin yang berhembus membuat mata berwarna hazel itu memerah dan tubuhnya gemetar kedinginan. Helaan nafasnya begitu panjang, perasaannya hatinya sangat hampa."Hari ini juga bukan, mungkin besok ." Gumam Dyra sedih melihat ke arah tepi kapal.Dyra berjalan dengan langkah kecil, perlahan-lahan meninggalkan tepi danau, sesekali liriknya lagi ke arah danau. Tak terasa la
Suara langkah itu semakin mendekat ke arah Dyra, lalu suara berat memanggil."Dyra."Dyra menoleh. "Robin." Sautnya sembari menghapus air matanya."Aku mencarimu dari tadi, rupanya kamu disini." "Memangnya untuk apa kamu mencariku." Robin dengan senyuman mengajak rambut Dyra. "Apa kamu lupa bahwa hari ini kita akan kesekolah melihat kelulusan," oceh Dilan."Aku lupa. Tapi tidak masalah, sekarang aku sudah ingat. Ayo kita pergi." Dyra kembali memasang wajah ceria.Sekeras apapun Dyra menyembunyikan kesedihannya, Robin tahu bahwa Dyra sudah menghabiskan air matanya.Dyra dan Robin pergi mengunakan sepeda. Robin membonceng Dyra. Rasanya suasana pagi hari memang selalu indah untuk dinikmati.Setibanya di sekolah, seorang gadis melambaikan tangan meneriaki mereka. Dia adalah Ayunda teman Dyra, sekaligus sepupu Dyra."Kenapa kalian begitu lama, aku sudah menunggu sejak tadi." Ayu terus mengoceh sambil cemberut."Maaf, aku lupa hari ini kita kesekolah." Dyra memasang wajah penyeselan.Ayun
Setelah selesai bermain, Dyra diantar pulang sampai depan rumah, lalu Robin berpamitan. Dari kejauhan tampaklah halaman rumah yang dipenuhi dengan bunga, di depan rumah terdapat kursi bambu tua, dimana saat ini ayah Dyra sedang duduk bersantai dengan kain sampannya sambil menulis di atas buku. Kembali Dyra mengingat perkataan gurunya tentang kelanjutan studinya, Dyra ingin mencoba bertanya tentang pendapat ayahnya. Dyra mulai beranjak mendekati ayahnya lalu tetap berdiri disamping, namun tidak ada sepatah kata dari ayahnya.Dyra ingin mengatakan sesuatu. "Ayah. Dyra mendapat nilai teratas." Dyra menunjukkan sertifikat kelulusannya, tetap tidak ada respon dari ayahnya.Lalu Dyra mencoba berkata lagi. " Bagaimana jika Dyra melanjutkan sekolah di kota," ucap Dyra. Meski ragu, tetap Dyra menyampaikan keinginannya.Ketika mendengarnya, ayah Dyra meletakkan pulpennya, dan memperhatikan ke arah Dyra. Saat ingin mulai berkata, suara langkah kaki mendekat ke arah mereka, dia adalah ibu tiri
Setelah selesai membersihkan diri, Dyra menatap ke sekeliling kamarnya. Gambar Almarhum Ibunya terpajang penuh di dinding. Dyra mulai merenung, dengan pelan Dyra berjalan ke arah tempat tidur, dia mulai membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.Kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Dulu sekali semua masih terasa indah bersama Ibunya, tapi hari ini, Dyra menyadari bahwa dia benar-benar membutuhkan Ibu kandungnya disisinya."Jika Ibu masih bersama Dyra saat ini, pasti Ibu akan mendengarkan Dyra," gumam Dyra.Dyra menangis tersedu, tubuhnya yang kelelahan membuatnya cepat tertidur.***Matahari mulai terbenam, suara angin dan rasa dingin menandakan malam hari telah tiba. Malam ini Ayah Dyra bertugas jaga malam, di desa ada kebiasaan bahwa setiap orang akan bergantian ronde keliling kampung dan berjaga pos, semua itu diperuntukkan untuk keamanan desa.Brakkk.Suara keras membanting pintu kamar Dyra, orang yang melakukan itu tidak lain adalah Sarianti dan Ibu tiri Dyra. Mereka b
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kerahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kearahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Rossy merasa Dyra mulai berani melawannya, selama ini Dyra hanya diam dan menerima perlakuan darinya. Tetapi sekarang Dyra lebih berani dan tidak takut.Tentu Rossy tidak akan membiarkan Dyra seperti itu. "Kamu, sepertinya menjadi kurang ajar." Tangannya menunjuk ke wajah Dyra.Sarianti juga mengambil bagiannya, dia begitu merasa kesal dengan Dyra mulai menghasut Ibunya agar Dyra dihukum. "Cambuk saja Bu, biar dia tahu akibatnya membanta Ibu. " Kata Sarianti memanasi ibunya.Ibu tiri Dyra berdiri dan menuju ke arah Dyra, saat tangannya ingin memukul wajah Dyra tangannya terhenti ditahan oleh Dyra."Karena ayah juga tidak dirumah, maka aku tidak perlu patuh terhadapmu, selama ini aku menjaga perasaan ayah, tapi tidak hari ini" Sembari memegang tangan ibu tirinya.Terkejut melihat ekspresi Dyra yang penuh dengan amarah. Rossy tidak tahu harus berbuat apa lagi, karena itu dia memikirkan satu cara yaitu
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m