Suara langkah itu semakin mendekat ke arah Dyra, lalu suara berat memanggil.
"Dyra."Dyra menoleh. "Robin." Sautnya sembari menghapus air matanya."Aku mencarimu dari tadi, rupanya kamu disini.""Memangnya untuk apa kamu mencariku."Robin dengan senyuman mengajak rambut Dyra. "Apa kamu lupa bahwa hari ini kita akan kesekolah melihat kelulusan," oceh Dilan."Aku lupa. Tapi tidak masalah, sekarang aku sudah ingat. Ayo kita pergi." Dyra kembali memasang wajah ceria.Sekeras apapun Dyra menyembunyikan kesedihannya, Robin tahu bahwa Dyra sudah menghabiskan air matanya.Dyra dan Robin pergi mengunakan sepeda. Robin membonceng Dyra. Rasanya suasana pagi hari memang selalu indah untuk dinikmati.Setibanya di sekolah, seorang gadis melambaikan tangan meneriaki mereka. Dia adalah Ayunda teman Dyra, sekaligus sepupu Dyra."Kenapa kalian begitu lama, aku sudah menunggu sejak tadi." Ayu terus mengoceh sambil cemberut."Maaf, aku lupa hari ini kita kesekolah." Dyra memasang wajah penyeselan.Ayunda langsung berubah wajah. "Ahhh. Aku bercanda. Kalian sudah datang buat hatiku senang sekali." Merangkul Dyra.Robin yang masih memarkirkan sepedanya langsung bergegas menyusul. "Apa aku ketinggalan sesuatu, sepertinya pembicaraan kalian sangat seru.""Robin mau tahu aja, atau mau tahu banget." Canda Ayu mengoles wajah Robin.Mereka bertiga memang sangat akrab, sejak kecil mereka sudah berteman, mungkin karena sebaya, ketiganya selalu berada disekolah yang sama. Ayunda yang kerap dipanggil Ayu punya sifat ceria dan riang, kadangkala mengoceh tentang hal yang tidak penting, berbeda denga Robin yang selalu berhati-hati bicara, ibaratnya Robin itu laki-laki yang tidak bisa ditebak.Ketika Ayu terus menggoda Robin, tidak sengaja mereka menabrak seseorang."Dasar sialan! mata dipake!" Bentaknya keras.Gadis kasar itu bernama Sarianti. Dia itu saudara tiri Dyra, sifatnya pemarah dan suka dengki hati.Sarianti bersama teman-temannya mulai menyerang. "Wajah kalian itu selalu membuat kesal," ucap Sarianti sambil mendorong Ayu."Orang-orang udik ini menularkan hal buruk," kata salah satu teman Sarianti.Mereka mendorong Ayu agar segera menyingkir dari jalan mereka.Tentunya Ayu tidak terima begitu saja. "Beraninya kau menyentuhku," teriak Ayu marah.Ayu langsung menarik rambut Sarianti dengan sangat kuat."Auhh. Cewek sinting. Lepaskan!" Sarianti memegang tangan Ayu. Mencoba melepaskan diri tapi masih tidak berhasil.Robin dan Dyra mulai melerai mereka berdua. Pertengkaran mulai terjadi, temannya Sarianti menyerang Dyra. Lalu Robin sendiri sibuk memisahkan mereka semua. Suara teriakan terdengar sangat keras, semua orang memperhatikan mereka, orang yang disana berusaha menghentikan kekacauan itu."Kalian jangan ikut campur, biar aku bersihkan para kutu ini," ucap Ayu dalam kekesalan."Sudahlah. Kita sedang disekolah." Dyra menarik tangannya sendiri.Setelah bersusah payah, Robin akhirnya berhasil memisahkan mereka berdua. Ayu merapikan kembali rambutnya. Begitu juga dengan Dyra.Sedangkan Sari menggertakkan giginya. "Dyra, awas Lo." Ancamnya.Dyra menatap dengan sepele, dia tahu maksud dari Sarianti. "Kau itu selalu saja menyebalkan." Dyra menatap balik."Sari. Kami hanya tidak sengaja menabrakmu. Haruskah kau meributkannya," ucap Robin.Perkataan Robin membuat sarinti tidak bisa berkata lagi, akhirnya dia mengakhiri pertengkaran itu dan pergi bersama teman-temannya, selagi berjalan, Sarinti menabrakkan bahunya ke arah bahu Dyra.Ayu yang merasa kesal, ingin memulai kembali pertengkaran, tapi ditahan oleh Robin."Sudahlah, itu akan membuat Dyra dalam masalah," ucap Dilan.Dyra masih terdiam, menyangkut saudara tirinya itu membuat Dyra malas untuk berkata. Apapun itu pastinya hal buruk akan selalu datang jika dia melawan saudara tirinya itu.***Mereka telah masuk ke dalam kelas dan menerima kata sambutan dari guru. Dengan suara riuh kelas telah dipenuhi dengan siswaHari ini hanya anak kelas tiga yang datang ke sekolah tanpa seragam. Mereka menerima pengumuman tentang kelulusan. Dyra berada di peringkat teratas. Semua orang bertepuk tangan karena Dyra dipanggil ke depan."Sebagai gurumu, aku sangat bangga terhadap Dyra. Selamat atas kelulusanmu." Guru tersenyum lebar."Terima kasih Bu." Dyra menerima hasil ujiannya."Apa kamu tidak ingin kuliah, Ibu bisa mendaftarkan dan mengajukan beasiswa untukmu." Saran guru."Belum saya pikirkan Bu. Tapi kalau saya ingin kuliah, saya akan meminta bantuan Ibu," saut Dyra."Baiklah. Ibu tunggu."Dari sisi lain ada Sari yang tersenyum sumengeriah. "Kau pikir bisa kuliah. Lihat saja nanti apa nilaimu itu membantu."Setelah itu guru memberikan sertifikat kelulusan pada semua siswa. Setelah selesai dengan pertemuan itu, semua siswa kembali pulang.Dyra, Robin dan Ayu berjalan di koridor sekolah sambil memperhatikan nilai mereka.Ayu melihat nilainya. Tidak terlalu rendah atau juga tinggi. "Aku sudah tahu ini. Masih untung aku lulus."Robin sendiri melihat nilainya. Cukup bagus. Tapi langsung menutup. "Selanjutnya kalian ingin melakukan apa?" tanya Robin kepada Dyra dan Ayu."Aku tidak tahu. Ini membuatku bingung," saut Dyra lesu."Kalau aku pasti orang tuaku memintaku untuk melanjutkan kuliah perhotelan. Untuk melanjutkan bisnis keluarga."Keluarga Sari memiliki penginapan paling besar di pulau itu, keluarganya termasuk orang yang mampu. Karena itu masa depannya telah ditentukan dengan sangat jelas."Kalau Robin mau melakukan apa setelah kelulusan ini?" tanya Ayu."Aku tidak tahu. Yang jelas aku akan disini membantu orang tuaku untuk beternak," sautnya.Dyra diam sejenak, sepertinya semua orang sudah tahu tujuannya, sedangkan dia tidak punya keinginan apapun untuk saat ini."Hari ini aku tidak ingin cepat pulang. Mari kita bermain di tepi danau untuk sebentar saja," ajak Dyra."Ide yang bagus." Ayu langsung setuju.Mereka menuju ke tepi danau, Dyra dan Robin berboncengan, sedangkan Ayu mengikuti dari belakang dengan sepedanya."Mari kita berteriak. Mungkin kita tidak akan bisa seperti ini di lain waktu." Robin berteriak."Baiklah." Dyra menyahut."Aaaaa." Dyra berteriak keras sambil membentangkan tangannya di belakang Robin."Ayu cobalah. Ini sangat menyenangkan." Dyra menoleh kebelakang."Aaaaa." Mengikuti perkataan Dyra. "Wahhh. Ini sangat menyenangkan." Ayu terus berteriak sepanjang jalan.Di sepanjang jalan, mereka tertawa ria sambil berteriak melampiaskan isi hati mereka. Robin juga sesekali berteriak.Sesampainya di tepi danau, mereka langsung duduk berjejeran. "Yu. Kalau nanti kamu pergi dari desa. Jangan lupakan kami ya." Dyra menatap Ayu."Kita ini masih sepupu Dyra. Bagaimana bisa aku melupakanmu, orang yang paling aku rindukan di desa ini pasti hanya kamu." Rangkul Ayu."Masih ada aku. Jadi jangan khawatir." Robin menatap Dyra."Sekalipun, aku tidak ingin ditinggalkan oleh kalian." Dyra memainkan jarinya sambil menatap ke arah danau.Robin dan Ayu saling memandang, kehidupan Dyra sangat sulit karena tinggal bersama ibu tirinya, mereka tahu bahwa Dyra selalu mendapatkan perlakuan yang buruk."Dyra. Kenapa kamu tidak pergi saja bersamaku. Aku akan bicara pada Ibuku," ucap Ayu."Tidak bisa. Jika aku pergi dari sini, dan pada saat itu dia kembali. Dia tidak akan menemukanku," saut Dyra."Aku harap dia segera kembali, agar kamu tidak tersiksa seperti ini." Robin berbicara dengan serius."Aku tidak mengharapkan ini. Mari bersenang-senang untuk hari ini. Dan menenggelamkan diri kita." Dyra berdiri, kemudian beranjak ke arah danau.Dengan berjalan perlahan, Dyra masuk ke danau dan berenang, Robin dan Ayu segera menyusul. Mereka berenang sambil tertawa keras.Mereka telah menghabiskan waktu yang lama sebagai sahabat, mereka selalu bermain bersama di danau. Banyak sekali hal yang menyenangkan yang dilalui bersama di danau itu. Danau ini menjadi saksi bisu kisah persahabatan mereka.Hari-hari terakhir sebagai siswa dihabiskan dengan bermain dan berenang di tepi danau, tempat yang penuh dengan kenangan ini. Sebentar lagi masa-masa ini akan berakhir, kami akan memulai menjalani kehidupan kami masing-masing di tempat berbeda.Setelah selesai bermain, Dyra diantar pulang sampai depan rumah, lalu Robin berpamitan. Dari kejauhan tampaklah halaman rumah yang dipenuhi dengan bunga, di depan rumah terdapat kursi bambu tua, dimana saat ini ayah Dyra sedang duduk bersantai dengan kain sampannya sambil menulis di atas buku. Kembali Dyra mengingat perkataan gurunya tentang kelanjutan studinya, Dyra ingin mencoba bertanya tentang pendapat ayahnya. Dyra mulai beranjak mendekati ayahnya lalu tetap berdiri disamping, namun tidak ada sepatah kata dari ayahnya.Dyra ingin mengatakan sesuatu. "Ayah. Dyra mendapat nilai teratas." Dyra menunjukkan sertifikat kelulusannya, tetap tidak ada respon dari ayahnya.Lalu Dyra mencoba berkata lagi. " Bagaimana jika Dyra melanjutkan sekolah di kota," ucap Dyra. Meski ragu, tetap Dyra menyampaikan keinginannya.Ketika mendengarnya, ayah Dyra meletakkan pulpennya, dan memperhatikan ke arah Dyra. Saat ingin mulai berkata, suara langkah kaki mendekat ke arah mereka, dia adalah ibu tiri
Setelah selesai membersihkan diri, Dyra menatap ke sekeliling kamarnya. Gambar Almarhum Ibunya terpajang penuh di dinding. Dyra mulai merenung, dengan pelan Dyra berjalan ke arah tempat tidur, dia mulai membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.Kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Dulu sekali semua masih terasa indah bersama Ibunya, tapi hari ini, Dyra menyadari bahwa dia benar-benar membutuhkan Ibu kandungnya disisinya."Jika Ibu masih bersama Dyra saat ini, pasti Ibu akan mendengarkan Dyra," gumam Dyra.Dyra menangis tersedu, tubuhnya yang kelelahan membuatnya cepat tertidur.***Matahari mulai terbenam, suara angin dan rasa dingin menandakan malam hari telah tiba. Malam ini Ayah Dyra bertugas jaga malam, di desa ada kebiasaan bahwa setiap orang akan bergantian ronde keliling kampung dan berjaga pos, semua itu diperuntukkan untuk keamanan desa.Brakkk.Suara keras membanting pintu kamar Dyra, orang yang melakukan itu tidak lain adalah Sarianti dan Ibu tiri Dyra. Mereka b
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kerahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kearahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Rossy merasa Dyra mulai berani melawannya, selama ini Dyra hanya diam dan menerima perlakuan darinya. Tetapi sekarang Dyra lebih berani dan tidak takut.Tentu Rossy tidak akan membiarkan Dyra seperti itu. "Kamu, sepertinya menjadi kurang ajar." Tangannya menunjuk ke wajah Dyra.Sarianti juga mengambil bagiannya, dia begitu merasa kesal dengan Dyra mulai menghasut Ibunya agar Dyra dihukum. "Cambuk saja Bu, biar dia tahu akibatnya membanta Ibu. " Kata Sarianti memanasi ibunya.Ibu tiri Dyra berdiri dan menuju ke arah Dyra, saat tangannya ingin memukul wajah Dyra tangannya terhenti ditahan oleh Dyra."Karena ayah juga tidak dirumah, maka aku tidak perlu patuh terhadapmu, selama ini aku menjaga perasaan ayah, tapi tidak hari ini" Sembari memegang tangan ibu tirinya.Terkejut melihat ekspresi Dyra yang penuh dengan amarah. Rossy tidak tahu harus berbuat apa lagi, karena itu dia memikirkan satu cara yaitu
"Kenapa ayah tidak mendengarkan penjelasan Dyra, kenapa hanya wanita itu dan para tetangga yang ayah dengar. Sekali saja ayah bertanya pada Dyra apa yang terjadi." Ucap Dyra mulai berkaca-kaca."Ayah tidak perlu penjelasanmu, apapun yang dilakukan ibumu, kamu pasti akan menjelek-jelekkan ibumu." Ayah Dyra yang sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Dyra."Sekali lagi ayah suruh kamu meminta maaf pada ibumu. Kalau tidak ayah akan memukulmu sampai kamu setuju meminta maaf." Ucap ayah Dyra."Pukul saja, lebih baik aku dipukul daripada meminta maaf pada wanita jahat itu." Dyra yang tidak sama sekali takut dipukul oleh ayahnya.Dyra diam dan hanya menatap ibu tirinya itu dengan wajah biasa saja, ayahnya mulai memukul kakinya.Plakk,,. Satu pukulan di kaki Dyra. "Tetap tidak mau minta maaf." Ucap ayah Ardella.Ayah Dyra semakin kesal melihat Dyra yang keras kepala. Mengangkat kembali rotannya tak henti
Keesokan harinya.Pagi sekali seluruh keluarga berkumpul di pelabuhan, mereka memberangkatkan Sarianti untuk melanjutkan sekolahnya. Disana terlihat kesedihan dimata ibu tiri Dyra karena melihat putri kesayangannya pergi, dia memeluk Sarianti dan mengatakan untuk menjaga diri, sedangkan ayah Dyra sibuk merapikan barang bawaan Sarianti."Ibu, aku pasti akan merindukan kalian semua." Peluk Sarianti ibunya."Ibu juga pasti akan merindukanmu sayang." Ucap ibunya membalas pelukan Sarianti."Sarianti hanya pergi untuk menuntut ilmu, dia juga akan masih kembali, jadi jangan menangis." Ucap ayah Dyra."Ayah. Sarianti juga pasti akan rindu ayah." Ucap Sarianti."Ayah juga. Sebaiknya kamu segera masuk. Kapalnya sebentar lagi akan berangkat. Jaga dirimu baik-baik selama berada di kota.""Baik ayah." Kata Sarianti mencium tangan ayah Dyra.Akhirnya Sarianti masuk ke dalam kapal. Kapal
Hari pertama Dyra hidup mandiri, mulai dari hari ini Dyra akan mencari uang sendiri untuk bertahan hidup, selama ini dia bekerja di perkebunannya sendiri, karena itu Dyra masih bingung cara mencari uang di luar sana.Dyra yang tengah bingung pergi ketempat Robin, saat sampai disana Robin juga sedang bersiap untuk menggembala, dia yang melihat Dyra langsung menyapa."Dyra. Tumben kamu sepagi ini udah berkeliaran." Tanya Robin.Dyra kemudian menceritakan dengan singkat permasalahan antara dia dan ayahnya. Mendengar cerita Dyra. Robin hanyut dalam ceritanya dan merasa kasihan melihat temanya."Dyra yang sabar, jangan sedih. Aku akan selalu mendukungmu." Ucap Robin."Sungguh, kau akan membantuku," ucap Dyra tersenyumDengan semangat Robin mengatakan bahwa dia akan membantunya. "Betul. Aku akan membantu dan selalu berada disamping Dyra Karena itu jangan bersedih, Dyra tidak sendirian, aku a
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m