Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya.
"Dyra," suara memanggilDyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kerahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat jendela." Melihat ke sekeliling."Kamu yakin. Kalau ketahuan, aku akan dimarahi lagi," ucap Dyra ragu-ragu."Tenanglah, aku akan mengantarmu setelah acaranya selesai," ucap Robin menyakinkan."Baiklah."Dyra berusaha menaiki jendela, kaki sebelah kanan telah berhasil keluar, diikuti dengan kaki kirinya. Sedikit lagi Dyra akan berhasil keluar, Robin yang ada di luar membantu, dia menggendong Dyra keluar."Hati-hati, jangan sampai terjatuh," ucap Robin."Cepat turunkan aku," ucap Dyra.Setelah berhasil keluar dari sana, Dyra dan Robin berjalan dengan sangat pelan melewati halaman depan rumah, dengan mengendap-endap keduanya berusaha agar tidak terlihat."Ayo, cepat. Sebelum kita ketahuan." Dyra menepuk punggung Robin dari belakang."Cepat naik," ucap Robin.Dyra dan Robin pergi dengan sepeda, dengan dayungan cepat keduanya langsung tiba di tempat tujuan. Di dalam penginapan, tepatnya di aula telah ramai orang. Mereka sebagian penduduk desa dan kerabat Ayu."Kalian sudah datang," suara ramah menyapa."Tante Mila, Apa kabar?" Salim Dyra dengan sangat sopan.Wanita paruh baya yang dipanggil tante Mila itu adalah Ibu dari Ayunda dan sekaligus adik dari Ibu kandung Dyra. Semenjak meninggalnya Ibu Dyra keluarga mereka menjadi tidak terlalu akur.Robin ikut menyalam. "Ayu mana tante?""Ayu masih bersiap-siap, sebentar lagi dia akan datang," ucap tante Mila."Kalau begitu kami akan tunggu disini," saut Robin."Dyra, tante dengar bahwa nilaimu sangat bagus, Apakah kamu akan melanjutkan sekolahmu?" tanya tante Mila."Tidak tante, untuk saat ini aku akan membantu Ayah bekerja di kebun, Ayah tidak punya cukup uang untuk biaya kuliahku dengan Sarianti," jelas Dyra."Jadi maksudmu, Sarianti akan kuliah, sedangkan kamu bekerja di desa." Raut wajah tante Mila tampak tidak senang."Begitulah tante.""Aku tidak bisa percaya ini, Adamas mengabaikan putri kandungnya. Dasar tidak tahu diri."Dahulu setelah Ibu Dyra meninggal, Ayah Dyra langsung menikahi seorang janda yaitu Rossy, dari sejak itu Mila sangat tidak menyukai Adamas, bahkan kerap terjadi pertengkaran di masa lalu."Tidak apa tante, Ayah berjanji tahun depan aku bisa kuliah setelah keuangan Ayah membaik," ucap Dyra."Tante bisa membiayai kuliahmu, ikutlah bersama Ayu, dan tetaplah belajar. Tante akan mengurus semua keperluan kamu." Tante Mila menggenggam tangan Dyra."Tidak perlu tante, aku tidak ingin tante mendapat masalah, Ibu tiriku itu akan membuat keributan, jika tante bersikeras membantu," saut Dyra.Dyra sendiri tidak bisa menerima kebaikan tantenya dikarenakan Rossy pasti akan mencari masalah dengan menghasut Ayahnya agar tante Mila tidak ikut campur tentang urusan keluarga."Baiklah, tapi setidaknya kamu bekerja disini saja, tante akan menempatkanmu di bagian tamu, itu akan jauh lebih baik untukmu daripada bekerja di kebun," ucap tante Mila."Akan aku pikirkan tante," saut Dyra.Ayu yang telah datang dari kejauhan menghentikan perbincangan antara Dyra dan tante Mila."Apa aku terlihat cantik," ucap Ayu riang"Kamu sangat cantik," puji Dyra sambil tersenyum."Robin! Apa kau tidak bisa memujiku sedikit saja, kau bahkan tidak memperhatikanku," ucap Ayu kesal karena melihat Robin biasa saja dengan penampilannya."Dyra sudah mewakilinya, bukankah pendapat kita bertiga selalu sama," kekeh Robin."Selagi disini nikmatilah hidangannya, tante akan menyambut tamu lainnya." Tante Mila meninggalkan mereka bertiga."Aku sangat gugup, hari ini adalah pesta kelulusanku, aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya," ucap Ayu sambil mengusap dada."Kapan seorang Ayu akan merasa gugup, kau itu bagaikan bom waktu, meledak sesuka hatimu," ejek Robin."Yahhh, aku tidak seperti itu, aku ini gadis elegan dan paling cantik di desa ini, kau sangat beruntung bisa berteman dengan gadis secantik diriku ini," dengan percaya diri Ayu menyatakan bahwa dia paling tercantik."Sudah kuduga kau akan mengoceh," tertawa tipis.Candaan mereka membuat Dyra sedikit terhibur, dia tertawa dan merasa senang."Aku suka ini," ucap Dyra tiba-tiba.Robin dan Ayu menatap ke arah Dyra bersamaan."Apanya yang suka?" tanya Robin.Dyra tidak mengatakan isi hatinya karena itu dia berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku suka aroma makanannya."Dengan begitu mereka menikmati makanan, setelah hampir setengah jam, semua para tamu telah hadir di pesta.Ayu dipersilahkan untuk memberi kata sambutan. Dengan gaun berwarna pink, dan rambut terurai serta bando pink yang selaras dengan baju, Ayu tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih pada semua orang.Suara tepuk tangan terdengar riang, Dyra melihat itu mengingatkannya pada Ibunya. Membayangkan dirinya berada diposisi Ayu.Seandainya Ibuku masih ada, mungkin aku juga akan menjadi seorang putri yang bahagia. Batin Dyra.Robin yang berada disamping Dyra melihat bahwa mata Dyra seperti sedang berkaca-kaca."Ada apa?" Robin menatap Dyra."Apa?" Dyra balik bertanya.Ayu kembali menghampiri mereka berdua. "Apakah aku melakukannya dengan baik?" Ayu masih merasa gugup."Iya. Kau melakukannya dengan baik," ucap Dyra.Robin tidak mengatakan hal yang sama. "kata sambutannya terlalu panjang," senyum sumringah di wajah Robin."Robin! Hari ini saja, jangan meledekku. Aku akan marah jika kamu melanjutkannya," memukul bagian sisi bahu Robin."Ok, hentikan," ucap Robin."Kapan kamu pergi?" tanya Dyra."Sekitar dua minggu lagi, kita masih bisa bermainsebelum aku pergi." Ayu merangkul Robin dan Dyra.***Seminggu sebelum keberangkatan Sarianti kekota.Untuk memenuhi kebutuhan Sarianti, Ayah Dyra harus memaksakan diri untuk memperbaiki kapal dan menjual hasil panen.Hasil panen yang belum terjual akan dibawa ke kota, bersama dengan para pekerja lain, Ayah Dyra akan berdagang ke kota untuk sementara waktu, karena itu dia telah mengangkut barang-barang dan memasukkan ke dalam mobil lalu membawanya menuju pelabuhan."Ayah pergi dulu, kalian harus patuh pada Ibu, apalagi kamu Dyra, jangan membantah Ibumu lagi," ucap Ayah Dyra."Baik Ayah." Dyra patuh."Jaga anak-anak, aku akan segera kembali," ucap Ayah Dyra pada Rossy."Iya Pak, jaga kesehatanmu dan cepatlah pulang," peluk Rossy dengan hangat."Ayah, jangan lupa bawakan aku mainan setelah kembali," ucap Niko.Niko adalah adik tiri Dyra, anak dari Rossy dan Adamas. Karena itulah, Rossy mendapatkan kasih sayang penuh karena kehadiran Niko.Saat melihat Ayahnya akan segera pergi, hati Dyra sedikit sedih, dia begitu khawatir. "Ayah, hati-hati dijalan, jangan lupa makan, dan beristirahatlah dengan cukup," ucap Dyra mendekati Ayahnya.Ayah Dyra hanya tersenyum tipis membalas ucapan putrinya itu.Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kearahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Rossy merasa Dyra mulai berani melawannya, selama ini Dyra hanya diam dan menerima perlakuan darinya. Tetapi sekarang Dyra lebih berani dan tidak takut.Tentu Rossy tidak akan membiarkan Dyra seperti itu. "Kamu, sepertinya menjadi kurang ajar." Tangannya menunjuk ke wajah Dyra.Sarianti juga mengambil bagiannya, dia begitu merasa kesal dengan Dyra mulai menghasut Ibunya agar Dyra dihukum. "Cambuk saja Bu, biar dia tahu akibatnya membanta Ibu. " Kata Sarianti memanasi ibunya.Ibu tiri Dyra berdiri dan menuju ke arah Dyra, saat tangannya ingin memukul wajah Dyra tangannya terhenti ditahan oleh Dyra."Karena ayah juga tidak dirumah, maka aku tidak perlu patuh terhadapmu, selama ini aku menjaga perasaan ayah, tapi tidak hari ini" Sembari memegang tangan ibu tirinya.Terkejut melihat ekspresi Dyra yang penuh dengan amarah. Rossy tidak tahu harus berbuat apa lagi, karena itu dia memikirkan satu cara yaitu
"Kenapa ayah tidak mendengarkan penjelasan Dyra, kenapa hanya wanita itu dan para tetangga yang ayah dengar. Sekali saja ayah bertanya pada Dyra apa yang terjadi." Ucap Dyra mulai berkaca-kaca."Ayah tidak perlu penjelasanmu, apapun yang dilakukan ibumu, kamu pasti akan menjelek-jelekkan ibumu." Ayah Dyra yang sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Dyra."Sekali lagi ayah suruh kamu meminta maaf pada ibumu. Kalau tidak ayah akan memukulmu sampai kamu setuju meminta maaf." Ucap ayah Dyra."Pukul saja, lebih baik aku dipukul daripada meminta maaf pada wanita jahat itu." Dyra yang tidak sama sekali takut dipukul oleh ayahnya.Dyra diam dan hanya menatap ibu tirinya itu dengan wajah biasa saja, ayahnya mulai memukul kakinya.Plakk,,. Satu pukulan di kaki Dyra. "Tetap tidak mau minta maaf." Ucap ayah Ardella.Ayah Dyra semakin kesal melihat Dyra yang keras kepala. Mengangkat kembali rotannya tak henti
Keesokan harinya.Pagi sekali seluruh keluarga berkumpul di pelabuhan, mereka memberangkatkan Sarianti untuk melanjutkan sekolahnya. Disana terlihat kesedihan dimata ibu tiri Dyra karena melihat putri kesayangannya pergi, dia memeluk Sarianti dan mengatakan untuk menjaga diri, sedangkan ayah Dyra sibuk merapikan barang bawaan Sarianti."Ibu, aku pasti akan merindukan kalian semua." Peluk Sarianti ibunya."Ibu juga pasti akan merindukanmu sayang." Ucap ibunya membalas pelukan Sarianti."Sarianti hanya pergi untuk menuntut ilmu, dia juga akan masih kembali, jadi jangan menangis." Ucap ayah Dyra."Ayah. Sarianti juga pasti akan rindu ayah." Ucap Sarianti."Ayah juga. Sebaiknya kamu segera masuk. Kapalnya sebentar lagi akan berangkat. Jaga dirimu baik-baik selama berada di kota.""Baik ayah." Kata Sarianti mencium tangan ayah Dyra.Akhirnya Sarianti masuk ke dalam kapal. Kapal
Hari pertama Dyra hidup mandiri, mulai dari hari ini Dyra akan mencari uang sendiri untuk bertahan hidup, selama ini dia bekerja di perkebunannya sendiri, karena itu Dyra masih bingung cara mencari uang di luar sana.Dyra yang tengah bingung pergi ketempat Robin, saat sampai disana Robin juga sedang bersiap untuk menggembala, dia yang melihat Dyra langsung menyapa."Dyra. Tumben kamu sepagi ini udah berkeliaran." Tanya Robin.Dyra kemudian menceritakan dengan singkat permasalahan antara dia dan ayahnya. Mendengar cerita Dyra. Robin hanyut dalam ceritanya dan merasa kasihan melihat temanya."Dyra yang sabar, jangan sedih. Aku akan selalu mendukungmu." Ucap Robin."Sungguh, kau akan membantuku," ucap Dyra tersenyumDengan semangat Robin mengatakan bahwa dia akan membantunya. "Betul. Aku akan membantu dan selalu berada disamping Dyra Karena itu jangan bersedih, Dyra tidak sendirian, aku a
Hujan dan petir terdengar nyaring saling sahut, sebuah rumah yang mewah dipenuhi dengan aura mencekam, di dalam rumah itu, seorang lelaki paruh baya sekitar 50 tahunan duduk di sofa.Semua orang tengah berkumpul, sekitar empat orang di sana duduk saling berhadapan."Itu semua salahmu, jika bukan karenamu Anggara tidak akan mati," suara berat berbicara lebih dulu."Sudahlah kak, Ayah akan marah," seorang gadis dengan suara lembut menyahut.Sedangkan wanita paruh baya hanya meneteskan air mata tanpa bicara sepatah kata.Ashmore. Alih-alih mengatakan bahwa mereka adalah keturunan bangsawan yang berasal dari jerman. Sebulan lalu alih waris Ashmore yang bernama Anggara Ashmore wafat saat menjalankan bisnis.Didunia bisnis, kematian bisa saja menghampiri setiap saat."Mulai hari ini, kau akan menempati posisi Anggara, persiapkan dirimu sebagai ketua dari Ashmore," suara berat dan disertai bat
Setelah selesai makan mereka beristirahat sebentar, tiba-tiba salah satu karyawan wanita restoran memintanya foto bersama."Permisi, bisakah saya minta foto bersama." Ucapnya mendekat pada Aoran dan menyodorkan hpnya.Aoran dengan tatapannya tidak suka, dirinya hanya diam dan memperhatikan wanita itu berdiri tersipu malu. Gaya wanita seperti itu sudah sering dilihat Aoran, mereka hanya tertarik dengan ketampanan.Evan yang tahu bahwa Aoran kurang nyaman langsung mengambil kamera dan mengajak wanita itu foto bersamanya."Foto bersama saya saja." Evan meraih kamera dan berselfie bersama. "Sebaiknya jangan mengajaknya berfoto, dia itu sedikit pemarah." Berbisik setelah foto bersama.Mendengar perkataan Evan membuat karyawan itu langsung pergi dengan wajah kecewa.Evan melihat Aoran duduk dengan santai. "Ao sebaiknya besok lu pake masker aja pas jalan-jalan, kasihan gue lihat cewek-cewek yang minta foto
Pagi hari.Ayu yang baru saja datang dari kota berencana untuk menemui Dyra dan Robin.Dia berjalan keluar, saat tengah berjalan Ayu melihat sosok pria tampan ada di penginapannya. Pria itu tengah duduk di kursi deret dengan secangkir kopi hangat.Ayu yang penasaran langsung pergi menuju penginapan, dia bertanya pada karyawan di sana tentang tamu yang tengah duduk itu.Tentu karyawan itu jelas mengingat siapa dia. Pria tampan yang bernama Aoran itu tidak sulit diingat.Setelah mendengar penjelasan karyawan. Ayu mulai mendekat dan berdiri agak jauh memandangi wajah Aoran."Aduh, ada ya manusia setampan itu. Bahkan di kota aku gak pernah ketemu," gumam Ayu."Permisi, boleh saya lewat." Evan dengan secangkir kopi di tangannya."Oh. Maaf," ucap Ayu menyingkir.Ketika Ayu berbalik, Evan merasa tertarik dengan wajah manis Ayu. Dari tadi Evan tidak melihat ada gadis
"Aoran."Aoran menyebutkan namanya sendiri. Mendengar Ardella memanggil namanya dengan langsung, Aoran sangat tidak suka.Ardella yang tengah terlentang di sofa dibawah tubuh Aoran yang kekar meronta-ronta, dia berusaha untuk terlepas dari genggaman Aoran.Ardella meronta hingga memukul dada bidang Aoran, tetap saja pukulan Ardella tidak membuat Aoran melepaskan dirinya. Semakin Ardella melawan semakin membuat Aoran bertambah agresif. Secepat kilat Aoran menggerakan mulutnya ke bibir Ardella.Dikejutkan dengan serangan Aoran, mata Ardella terbelalak lebar, mulutnya terbungkam oleh lidah Aoran. "Mum." Masih dalam keadaan berontak, Ardella mendorong Aoran.Aoran sama sekali tidak peduli dengan perlawanan Ardella, ciuman di bibir Aoran terasa kasar di mulut Ardella."Auh!" Seru Aoran menyentuh bibirnya. Ardella menggigit Aoran. Dengan tatapan acuh, Aoran kembali menyerang Ardella.Tidak hanya sampai disitu, satu persatu Aoran membuka kancing baju Ardella."Aoran! kau gila. Aku akan mel
Di tengah perjalanan menuju pulang. Aoran menyetir dengan cepat. Sepanjang jalan Aoran hanya memikirkan Ardella yang dibencinya.Ckitt.Tiba dirumah Aoran langsung melangkah masuk kedalam rumah."Kak Aoran." Panggil Anasya dari bawah tangga. Kebetulan Anasya yang belum tidur melihat Aoran melangkah dengan terburu-buru naik keatas lantai dua.Mendengar panggilan Anasya Aoran berbalik. "Kenapa belum tidur jam segini?" Aoran melirik jam tangannya."Aku terbangun karena haus kak." Anasya mendekat kearah Aoran. "Kak Aoran bau alkohol." Mencium bau alkohol, Anasya menutup hidungnya."Kembali lah tidur, kakak ingin istirahat juga," ucap Aoran tanpa melanjutkan pembicaraan lagi."Iya kak,” saut Anasya dengan lembut.Aoran masih dalam suasana hati marah, dia melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dengan posisi tengkurap Aoran terbaring diatas kasur. "Ardella aku lelah, aku ingin berhenti. " Sangat melelahkan untuk membenci orang yang kita pernah cintai, seandainya bisa memilih Aoran lebih
Dengan memainkan gelas yang berisikan wine, Aoran melirik Ardella yang berdiri di depannya."Aku merasa bosan, berikan aku hiburan." Ucapnya meneguk minumannya."Hiburan. Siapa kamu yang mewajibkan aku menghiburmu. Sungguh menyebalkan. " Kata Ardella dalam hati."Maaf tuan, saya tidak bisa menghibur anda." Suara Ardella sungguh ramah dan manis didengar. "Kalau mau dihibur cari saja wanita seksi yang bisa menghiburmu." Gumamnya menyeret suaranya.Meski mendengar ucapan Ardella, tetap saja Aoran bersikeras mau dihibur. "Ayolah, kamu bisa menari, kalau tidak menyanyi untuk menghiburku." Saut Aoran meminta.Menari? aku tidak mau menari dihadapan cowok rese ini, sepertinya menyanyi lebih baik. Ardella membatin."Baiklah, aku akan menyanyi. Tapi kamu tidak boleh tertawa." Memastikan bahwa Aoran tidak akan tertawa. Bakat Ardella sangat terpancar jika menari, tapi menyanyi bisa dikatakan kurang memenuhi syarat."Ok." Senyum Aoran yakin.Ardella mengambil mikrofon yang ada di sudut meja, mikr
Flashback.Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri, Aoran merasa tidak tenang, dia memastikan sendiri Ardella aman bekerja di bar."Apa ini barnya?" tanya Aoran pada Parto."Iya Bos," saut Parto yakin.Pupil mata Aoran mengerut ketika melihat ke arah bar. Alis matanya terangkat tajam menandakan hatinya dalam suasana suram.Parto yang berdiri di samping Aoran merasa merinding. Mungkin sebentar lagi akan ada kejadian buruk. Mengenal sifat Aoran dengan tempramental buruk, tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya."Parto." Panggil Aoran dengan tatapan mematikan. "Apa maksudnya kamu menggelengkan kepala," tanya Aoran dengan suara bergetar."Aku yakin Bos, sebentar lagi akan ada kekacauan disini,” sautnya tanpa menyaring perkataannya. Parto tertawa menunjukkan giginya.Raut muka Aoran berubah menjadi mengkerut. "Berhentilah bercanda denganku, sebelum kurontokkan semua gigimu." Nada datar tapi bermakna dari suara berat Aoran."Maaf Bos." Secepatnya Parto merapatkan bibirnya.Pertama kali m
Pagi hari.Terdengar suara langkah ribut dari kejauhan.Srek.Edward naik ke atas kasur Ardella. Menatap tantenya masih tidur dia menggelengkan kepala."Tante bangun." Edward membangunkan Ardella, dengan tangan kecilnya di menggoyang-goyang tubuh Ardella yang masih tidur dibawah selimut.Akibat lembur dari semalaman kelopak mata Ardella masih berat, dia menarik tubuh Edward kepelukannya. "Sepuluh menit lagi. Tante masih mengantuk." Ardella masih memejamkan matanya dengan rapat.Edward membalas pelukan Ardella, dengan tenang dia menunggu tantenya untuk bangun. "Ok. Waktunya bangun." Ardella menendang selimutnya, ketika membuka matanya terbuka lebar dia melihat tatapan Edward yang sangat menggemaskan."Aduhh, keponakan tante yang satu ini." Ardella mencium pipi Edward dengan gemes. "Ayo, bangun,” ucap Ardella ketika masih melihat Edward berbaring dengan santai di atas kasurnya."Huh, beratnya. " Menggendong Edward di pangkuannya."Aku tidak suka tante pulang malam." Kata Edward menunj
Malam hari.Ketika tiba dirumah Ardella disambut oleh kakak iparnya. Dengan wajah tersenyum Lisa menghampiri Ardella. "Dek, suruhan Aoran datang lagi." "Apalagi yang diinginkan cowok bre*ngsek itu." Gumamnya pelan. Ardella mengitari tubuh Lisa."Ada apa dek?" tanya Lisa ketika melihat Ardella membalikkan tubuhnya."Untung kakak ipar baik-baik saja, aku hanya takut mereka melukai kakak ipar." Suara lega terdengar dari hembusan nafas Ardella.Teringat dengan amplop yang diberikan oleh Parto. "Orang itu juga menitipkan ini." Amplop yang masih berada diatas meja diserahkan pada Ardella.Tidak lama kemudian Lisa juga membahas masalah kontrak rumah yang ditawarkan oleh Parto. Penjelasan Lisa sangat panjang dan detail."Sungguh kak." Terkejut mendengar penjelasan kakak iparnya."Iya dek, bahkan surat kontraknya sudah dibuat." Lisa menunjukkan isi kontrak pada Ardella.Membaca isi surat kontrak sepertinya tidak ada masalah, Ardella juga memikirkan betapa rumitnya mereka harus berkemas dan
Mencari pekerjaan di kota metropolitan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berjalan kesana kemari untuk mencari kerja tapi masih saja belum mendapatkan pekerjaan. Rasa frustasi sedikit tersirat di benak Ardella yang sedang mencari pekerjaan.Sudah beberapa kali Ardella menerima penolakan dari perusahaan lain. Kakinya begitu lelah dan sulit untuk berjalan, dia menghembuskan nafas dengan pelan. "Huh. Lelah sekali." Gumamnya.Karena merasa kakinya sedikit pegal, Ardella ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanannya. Ardella yang sedang berdiri dipinggir jalan melihat ke arah sekitarnya, melihat warung kecil di depannya dengan langkah kecil Ardella beranjak ke arah warung.Setibanya di warung Ardella duduk dengan meluruskan kakinya lebih condong ke depan. Melihat pemilik warung yang sedang berjualan Ardella merasa tidak enak hati hanya menumpang duduk, dia pun membeli beberapa cemilan kecil untuk dimakan.Sambil duduk Ardella melihat kembali sekelilingnya, di
Hari berikutnya.Semua kembali seperti semula. Menjalani kehidupan masing-masing. Pepatah mengatakan jika karena mengalami hal terpuruk membuat dirimu lebih kuat, maka bagi Ardella merasa semuanya tidak masalah, asalkan dia masih berada dekat dengan orang dia sayangi.Jika untuk sementara diriku kehilanganmu, maka aku akan terima dengan lapang dada. Tapi kumohon jangan pergi lebih lama lagi. Mungkin aku akan berubah lebih buruk dari ini. Aoran membiarkan Ardella bernafas untuk sejenak, dia tidak mengganggu Ardella untuk sementara waktu.***Pagi hari.Tak,, tak,,, tak. Suara langkah Aoran mengitari lapangan golf.Seperti biasa Aoran selalu melakukan olahraga kecil. Halaman taman di kediaman Aoran begitu luas, di sekitar pekarangan rumah terdapat lapangan golf seluas tiga ribu meter. Lapangan beralaskan rumput hijau dan beratapkan langit biru menjadi tempat santai bagi Aoran. Terkadang Aoran menghabiskan waktu bermain golf ketika waktunya senggang. Dipagi hari Aoran selalu memanjakan
Aoran sendiri tertegun dengan ucapan Ardella. Memperhatikan Ardella yang saat ini berdiri di hadapannya, Aoran masih merasa hatinya bergetar untuk Ardella. Tetapi sekarang dia berusaha menolak hatinya untuk menerima Ardella kembali.Disisi lain, Ardella merasa dirinya bagaikan sebuah bayangan untuk Aoran. Mungkin kah bayangan wanita itu menjadikan alasan semua perbuatan Aoran terhadapnya.Keduanya berbicara didalam hati masing-masing. Di Ruangan sunyi tanpa suara, detak jantung terdengar di telinga mereka sendiri. Aoran dan Ardella kini saling menatap, sesama melihat ke arah mata masing-masing. Keduanya hanya membentuk pola pikiran rumit."Jika saja aku wanita itu, maka sekarang aku akan melihatmu dengan rasa jijik,” ucap Ardella dingin. Dirinya masih dalam keadaan tidak terima Aoran menganggapnya sebagai wanita mainan."Mungkinkah kamu sendiri yang meninggalkan wanita itu, atau sebenarnya dari awal kamu memang tidak mencintainya,” ucap Ardella sembarangan menebak. Mungkin diantara m