Beberapa hari kemudian.
Ginda yang kini telah menjalankan tugasnya dari Lian, untuk bekerja sama dengan Teddy mengurus perusahaannya. Ginda berusaha menjalankan tugas dengan baik, bekerja sama secara profesional pada laki laki yang biasa ia panggil 'Pak' itu.Hari ini mereka yang harus keluar berdua untuk menemui klien pentingnya disebuah restoran yang saat ini mereka telah berada."Sudah disiapkan semuanya, Nda?""Oh sudah, Pak. Semua sudah ada didalam laptop ini," jawab Ginda tersenyum.Wanita berhijab yang berpenampilan elegan itu tampak begitu ayu, siapa yang terpesona melihatnya, jangan kan para laki laki yang berkunjung ke restoran, bahkan Teddy sendiri pun pandangannya tak jarang tertuju pada Ginda.Mungkin batinnya berkata, kalau saja Ginda bukan istri dari sahabatnya sudah pasti ia tak akan menyia nyiakan kedekatannya ini. Ditengah tengah kebersamaannya, tiba tiba..Dreet dreet!Ponsel Ginda berdering,Bruuaakkk!Sebuah tendangan mendarah di punggung lakiaki tersebut, hingga membuatnya seketika menjauh. Ekspresi wajahnya meringis kesakitan, setelah ternyata Teddy melayangkan tendangannya.Beruntung, Ginda akhirnya dapat terbebas dari kungkungan laki laki brengsek tersebut, hingga membuatnya dapat bernafas lega."Berani beraninya kamu macam macam dengan dia, laki laki tak berakhlak," ucap Teddy dengan pandangan tajam dan rahang mengeras.Dengan ekspresi wajah kesakitan, laki laki itu mendongakkan wajahnya, namun entahlah apakah laki laki tersebut memang gila, hingga kini ia tertawa terbahak bahak."Sudah kuduga kamu bukan wanita baik baik, kamu pasti sudah pernah bersenang senang dengan bos kamu ini kan? hingga dia membelamu seperti ini agar kamu tak jatuh dalam pelukanku," ucapnya yang membuat Teddy terbelalak.Sementara Ginda yang saat ini masih menyudut karena ketakutan, ia tak habis pikir dan tak tahu apa yang akan terjadi j
Sinta yang kini melangkah memasuki ruangan Marvin dengan leluasa, bak memasuki ruangan suaminya sendiri, tanpa mengetuk pintu terlebih dulu Sinta masuk begitu saja.Hingga membuat pandangan Marvin yang tertuju pada layar laptop itu seketika tertuju padanya."Apa apaan kamu? masuk tanpa mengetuk pintu dulu," tegur Marvin pada wanita modis yang kini melangkah mendekat itu."Sayang." panggilnya aleman, yang kemudian meraih tubuh Marvin dari belakang, melingkarkan kedua tangannya pada bahu tegap itu."Apa apaan sih? lepas!""Sayang, kamu harus tau sesuatu deh, ini tuh urgent banget," ucap Sinta setelah melepas dekapannya.Kini ia melangkah terduduk dihadapan Marvin. Sementara Marvin yang tak menghiraukan Sinta malah ia kembali pada layar laptopnya."Ini tentang Ginda, istri kamu," tambah Sinta yang membuat gerak tangan Marvin seketika terhenti.Kini pandangannya menatap tajam kearah Sinta, yang baru saja mengucap na
Sore ini, Ginda melangkahkan kaki memasuki rumahnya, sementara Marvin yang sedari tadi sudah menunggu kepulangan sang istri.Ia yang sudah tak sabar ingin mempertanyakan hal yang tadi ia dengan dari Sinta, Marvin terduduk dengan tegang, seolah siap menerkam mangsanya yang seketika melintas.Kini Ginda pun mulai mendekat tak lupa mengucapkan salam sebelum memasuki rumah. Langkah kebut Ginda seketika terhenti kala ia dapati Marvin yang sudah terduduk di sofa ruang tamunya."Mas, udah pulang?" sapa Ginda yang kini mendekat, mengulurkan tangan ke hadapan Marvin namun tak dihiraukan.Melihat itu Ginda sejenak terdiam bingung, mengapa sikap suaminya dingin sekali? padahal sebelum berangkat tadi pagi ia masih baik baik saja."Mas, ada apa?" tambah Ginda yang membuat Marvin kali ini mendongakkan wajahnya, ia menatap wajah Ginda dengan tajam.Matanya memerah dan rahang mengeras, membuat Ginda yang memperhatikannya bergidik ngeri.
"Ibu, Ibu mau kemana?" tanya Ginda pada Rumi yang kini memasukan pakaiannya kedalam tas ransel."Ibu mau pulang kerumah Ibu. Ibu malu disini, karena tingkah kamu yang aneh itu," jawab Rumi tanpa memandang."Bukannya berterimakasih malah seenaknya mengkhianati suamimu, ingat Ginda dia itu suami yang baik tidak seharusnya kamu perlakukan Marvin seperti itu.""Tapi, Bu. Aku ngga melakukan semua itu, Ibu sa...""Sudahlah Ginda, daripada Ibu harus menahan malu disini, lebih baik Ibu pergi sekarang," sambar Rumi memutuskan ucapan Ginda yang belum usai, yang kemudian melangkah meninggalkan tempat.Panggilan sang anak kini tak lagi dihiraukan, permohonan untuk tidak pergi ditolak mentah mentah, entahlah harus bagaimana Ginda menghadapi masalahnya kali ini?Tampaknya terasa begitu berat, dan kali ini tak hanya menyangkut suaminya namun Ibunya pun turut kecewa."Ibu, aku mohon, Bu. Dengerin dulu penjelasanku, ini ngga seperti yang
"Ibu, Ibu bertahan ya. Ibu yang kuat, Ibu pasti sembuh kok, biar kata dokter usia Ibu ngga akan lama lagi, tapi yang menentukan usia seseorang itu cuma Allah, Bu. Ibu yang tenang, ada aku disini yang akan selalu ada buat Ibu," ucap Ginda dengan suara bergetar.Menggenggam tangan sang Ibu yang belum sadarkan diri dibed rumah sakit. Cukup lama Ginda menangisi, sebelum akhirnya perlahan Rumi membuka mata, hingga membuat Ginda dengan cepat menghapus air matanya dan memperhatikan wajah Rumi dengan seksama."Ibu, alhamdulillah Ibu udah bangun," ucap Ginda pada wanita paruh baya yang masih tampak lemah tersebut."Nda.""Iya, Bu. Ini aku, aku minta maaf ya, Bu. Aku minta maaf sama Ibu, aku ngga bermaksud buat Ibu kecewa," ucap Ginda menggenggam tangan Rumi lebih erat."Minta maaf pada suamimu, Nda. Karena kamu sudah menyakiti dia," jawab lemah Rumi yang membuat Ginda hanya bisa diam.Percuma ia terus membela diri namun Rumi masih tak per
Keesokan harinya, Ginda yang kembali beraktifitas diperusahaan. Langkah kebut Ginda seketika terhenti kala Teddy memanggilnya, dengan cepat Ginda pun menoleh."Pak Teddy.""Kamu keliatan terburu buru, ada apa?""Saya mau cari bapak," jawab Ginda yang membuat Teddy mengerutkan dahi."Mencari saya ada apa, Ginda?""Boleh saya bicara didalam?"Mendengar ucapan itu Teddy pun mengangguk yang lalu mengikuti Ginda yang sudah lebih dulu melangkah. Tampaknya Ginda begitu serius dengan pembahasan apa yang hendak ia katakan pada Teddy saat ini?Kini keduanya telah duduk dalam satu ruangan yang sama, sejenak terdiam Teddy yang terus memperhatikan wajah Ginda yang tampaknya sedang berpikir."Ginda, ada apa sebenarnya?""Suami saya marah, Pak," ucap Ginda yang membuat Teddy mengerutkan dahi."Marah?""Iya, Pak. Karena ucapan Bapak di restoran kemarin sampai ditelinganya, dia mengira ucapan Bapak bah
Setelah kepergian Teddy, Marvin pun dengan cepat beranjak menjauh dari Sinta yang sejak tadi menggodanya."Pergi kamu!" ucap Marvin tanpa basa basi.Membuat ekspresi Sinta seketika berubah, ia pikir Marvin mulai bersikap lembut dengannya namun ternyata ia salah."Dasar aneh, dari tadi kenapa kamu diem aja, giliran sekarang berubah jadi kaya singa," gerutu Sinta seraya meraih tasnya.Tak menunggu lama, Sinta pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat, membuat Marvin memandangnya dengan tajam, seolah begitu membenci mantan istrinya itu."Kalau aja aku ngga cinta sama dia, ngga akan aku deket deket sama laki laki garang yang dingin kaya Marvin," ucap Sinta yang terus menggerutu sepanjang perjalanannya.Sesampainya Teddy di perusahaan, ia bertemu dengan Ginda, dengan cepat Ginda menyambut kedatangan Marvin untuk menanyakan apakah ia sudah menjelaskan semuanya pada Marvin?Hanya menggeleng lemah Teddy menjawab pertanyaan da
Kini Marvin yang sedang duduk seorang diri dihalaman belakang rumahnya, Ginda yang melihatnya pun perlahan menghampiri, ingin sekali rasanya ia menjelaskan apa yang telah terjadi sebenarnya.Dengan ragu Ginda pun melangkah mendekati Marvin, berharap permasalahannya kali ini dapat terselesaikan."Mas," panggil Ginda yang membuat Marvin perlahan menoleh.Hanya melirik, seolah ia tak sudi memperhatikan Ginda dengan jelas. Perasaannya mungkin begitu sakit, Marvin merasa telah dipatahkan hatinya."Mas, aku mau minta maaf," tambah Ginda yang kini terduduk tepat disebelah Marvin.Tak langsung menjawab Marvin yang lebih dulu mengernyitkan bibirnya, ia merasa ucapan Ginda adalah ucapan yang lucu."Bisa bisanya minta maaf, kamu pikir permasalahan ini akan selesai begitu saja hanya dengan kamu minta maaf? tidak Ginda, jangan kamu pikir hanya dengan kamu meminta maaf permasalahan ini akan selesai.""Tapi, Mas. Aku bisa jelasin semua