"Ibu, Ibu bertahan ya. Ibu yang kuat, Ibu pasti sembuh kok, biar kata dokter usia Ibu ngga akan lama lagi, tapi yang menentukan usia seseorang itu cuma Allah, Bu. Ibu yang tenang, ada aku disini yang akan selalu ada buat Ibu," ucap Ginda dengan suara bergetar.
Menggenggam tangan sang Ibu yang belum sadarkan diri dibed rumah sakit. Cukup lama Ginda menangisi, sebelum akhirnya perlahan Rumi membuka mata, hingga membuat Ginda dengan cepat menghapus air matanya dan memperhatikan wajah Rumi dengan seksama."Ibu, alhamdulillah Ibu udah bangun," ucap Ginda pada wanita paruh baya yang masih tampak lemah tersebut."Nda.""Iya, Bu. Ini aku, aku minta maaf ya, Bu. Aku minta maaf sama Ibu, aku ngga bermaksud buat Ibu kecewa," ucap Ginda menggenggam tangan Rumi lebih erat."Minta maaf pada suamimu, Nda. Karena kamu sudah menyakiti dia," jawab lemah Rumi yang membuat Ginda hanya bisa diam.Percuma ia terus membela diri namun Rumi masih tak perKeesokan harinya, Ginda yang kembali beraktifitas diperusahaan. Langkah kebut Ginda seketika terhenti kala Teddy memanggilnya, dengan cepat Ginda pun menoleh."Pak Teddy.""Kamu keliatan terburu buru, ada apa?""Saya mau cari bapak," jawab Ginda yang membuat Teddy mengerutkan dahi."Mencari saya ada apa, Ginda?""Boleh saya bicara didalam?"Mendengar ucapan itu Teddy pun mengangguk yang lalu mengikuti Ginda yang sudah lebih dulu melangkah. Tampaknya Ginda begitu serius dengan pembahasan apa yang hendak ia katakan pada Teddy saat ini?Kini keduanya telah duduk dalam satu ruangan yang sama, sejenak terdiam Teddy yang terus memperhatikan wajah Ginda yang tampaknya sedang berpikir."Ginda, ada apa sebenarnya?""Suami saya marah, Pak," ucap Ginda yang membuat Teddy mengerutkan dahi."Marah?""Iya, Pak. Karena ucapan Bapak di restoran kemarin sampai ditelinganya, dia mengira ucapan Bapak bah
Setelah kepergian Teddy, Marvin pun dengan cepat beranjak menjauh dari Sinta yang sejak tadi menggodanya."Pergi kamu!" ucap Marvin tanpa basa basi.Membuat ekspresi Sinta seketika berubah, ia pikir Marvin mulai bersikap lembut dengannya namun ternyata ia salah."Dasar aneh, dari tadi kenapa kamu diem aja, giliran sekarang berubah jadi kaya singa," gerutu Sinta seraya meraih tasnya.Tak menunggu lama, Sinta pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat, membuat Marvin memandangnya dengan tajam, seolah begitu membenci mantan istrinya itu."Kalau aja aku ngga cinta sama dia, ngga akan aku deket deket sama laki laki garang yang dingin kaya Marvin," ucap Sinta yang terus menggerutu sepanjang perjalanannya.Sesampainya Teddy di perusahaan, ia bertemu dengan Ginda, dengan cepat Ginda menyambut kedatangan Marvin untuk menanyakan apakah ia sudah menjelaskan semuanya pada Marvin?Hanya menggeleng lemah Teddy menjawab pertanyaan da
Kini Marvin yang sedang duduk seorang diri dihalaman belakang rumahnya, Ginda yang melihatnya pun perlahan menghampiri, ingin sekali rasanya ia menjelaskan apa yang telah terjadi sebenarnya.Dengan ragu Ginda pun melangkah mendekati Marvin, berharap permasalahannya kali ini dapat terselesaikan."Mas," panggil Ginda yang membuat Marvin perlahan menoleh.Hanya melirik, seolah ia tak sudi memperhatikan Ginda dengan jelas. Perasaannya mungkin begitu sakit, Marvin merasa telah dipatahkan hatinya."Mas, aku mau minta maaf," tambah Ginda yang kini terduduk tepat disebelah Marvin.Tak langsung menjawab Marvin yang lebih dulu mengernyitkan bibirnya, ia merasa ucapan Ginda adalah ucapan yang lucu."Bisa bisanya minta maaf, kamu pikir permasalahan ini akan selesai begitu saja hanya dengan kamu minta maaf? tidak Ginda, jangan kamu pikir hanya dengan kamu meminta maaf permasalahan ini akan selesai.""Tapi, Mas. Aku bisa jelasin semua
Sesampainya dirumah sakit dengan cepat Ginda dilarikan diruang IGD untuk segera mendapat penanganan. Sementara Marvin dan Teddy yang kini menunggu didepan ruangan dengan penuh kegelisahan.Berharap agar wanita ayu itu baik baik saja, lalu bagaimana dengan janinnya? tentu saja Marvin berharap janinnya akan baik baik saja, karena janin dalam kandungan itu adalah buah hatinya.Tak lama kemudian. Sukma dan Rumi yang datang berdua dengan wajah panik, langkahnya tergopoh gopoh yang kini semakin mendekati Marvin dan Teddy."Marvin," panggil Sukma yang membuat laki laki berpenampilan kantoran itu seketika menoleh.Matanya memerah raut wajahnya tampak sekali rasa penyesalan. Ya, ia menyesal mengapa tadi ia harus pergi meninggalkan Ginda hingga ia mengejarnya. Mungkin jika hal itu tidak ia lakukan Ginda akan baik baik saja saat ini."Apa yang terjadi, Vin? kenapa Ginda sampai seperti ini?" tanya Sukma membuat hati Marvin semakin tak karua
"Pasien, koma."Terbelalak kala mendengar ucapan dokter tentang Ginda, tak menyangka keadaan Ginda akan seperti ini.Berada diantara hidup dan mati, tidak akan mudah, Ginda harus berjuang bertahan untuk Dunianya atau malah akan kembali ke sang pencipta?"Apa Ginda koma, dok?" ucap Marvin tak percaya. Ia yang tampak pasrah dengan keadaan istrinya tersebut.Tak menunggu lama, kini Marvin melangkah memasuki ruangan dimana Ginda terbaring lemah. Ia pandangi wajah pucat pasi yang jiwanya terombang ambing itu."Bangun Ginda, aku ada disini untukmu! ayolah bertahan, bangkit aku tidak ingin kehilangan kamu," ucap Marvin setelah kini menggenggam tangan Ginda dengan erat.Entahlah jika sudah seperti ini apa yang akan dilakukan Marvin? meminta maaf? menyesali dan bersedih? sepertinya semua itu akan percuma, Ginda tak akan mengerti semua penyesalannya.Sebagai rasa penebus kesalahan, Marvin berjanji akan setia bersama Ginda meski ko
Sementara Marvin yang kini telah tiba di perusahaanya, ia yang kini terduduk di singgasananya setelah beberapa hari tak ia dekati.Laki laki yang pandangannya terus sibuk dengan layar ponsel itu kini menghubungi sekretarisnya, Yahya. Dan memberitahu jika ia sudah berada diruangan."Baik, Tuan. Saya keruangan sekarang!"Bukannya Yahya yang datang malah kini Sinta yang tiba tiba membuka pintu ruangan Marvin Marcello, membuat pandangannya seketika memperhatikan tubuh molek yang kini berjalan mendekat.Apa yang akan Sinta lakukan saat ini? setelah beberapa hari tak bertemu, apakah ulah Sinta akan sama seperti hari sebelumnya?"Ada apa kamu kemari?" tanya Marvin dingin, tanpa memandang dan terus sibuk dengan beberapa berkas yang sudah menumpuk dimeja tugasnya."Ya aku kangen lah sama kamu, Vin. Kan udah lama ngga ketemu kamu," jawab Sinta dengan santai.Sama seperti hari hari sebelumnya, Sinta yang selalu berlaku kemayu dan m
Hari semakin hari, kondisi Ginda masih tetap sama masih tak ada perubahan atau tanda tanda akan tersadar.Wanita ayu itu masih terbaring lemah dibed rumah sakit, dengan rona wajah pucat pasi dan mata yang terus terpejam. Banyaknya alat medis yang menempel ditubuhnya membuat Marvin memandangnya dengan iba.Tak hanya Marvin, Sukma pun serupa, yang juga memandang Ginda dengan pilu. Apalagi dengan Rumi, seorang Ibu kandung yang saat ini juga sedang sakit sakitan, tak kuasa menahan rasa sedih melihat sang anak dalam keadaan seperti ini.Hanya sebuah doa dan harapan, yang saat ini Marvin, Sukma dan Rumi dapat lakukan, tak ada tindakan apapun selain hanya berpasrah dan berharap yang terbaik.Sementara Inggit yang juga tak kunjung sembuh dari sakitnya, setiap hari selalu nama Ginda yang ia sebut sebut, bukannya hendak mempertemukan namun Sinta justru terdiam dan tetap tak menginginkan sang anak bertemu dengan Ginda.Setelah hari ini kembali Inggi
Setelah kini semua terbukti Ginda tak bersalah, bahwa tak pernah ada pernikahan antaranya dan Teddy, kali ini Marvin memandangnya dengan penuh rasa iba, merasa bersalah karena telah membuat Ginda seperti ini."Jadi kalian tidak pernah mengkhianati aku? aku benar benar bodoh, terpengaruh oleh egoku dan tak percaya ucapanmu, Ginda. Aku minta maaf, benar benar minta maaf," ucap Marvin dihadapan tubuh Ginda yang masih tak berdaya.Pandangannya menatap pilu, penuh penyesalan yang tak dapat ditutupi. Baginya melihat Ginda terbaring tak sadarkan diri seperti ini adalah hal menyakitkan untuknya, perkara tindakan bodohnya hingga membuat sang istri harus berjuang untuk hidupnya.Hari demi hari berlalu, cukup lama sudah Ginda terbaring koma, satu tahun berlalu Ginda lalui hidupnya dengan alat bantuan medis, masih berjuang untuk hidup karena sepertinya Ginda belum iklas meninggalkan kehidupan dunianya.Begitupun Marvin yang jua melalui hari harinya seorang di