Sesampainya dirumah sakit dengan cepat Ginda dilarikan diruang IGD untuk segera mendapat penanganan. Sementara Marvin dan Teddy yang kini menunggu didepan ruangan dengan penuh kegelisahan.
Berharap agar wanita ayu itu baik baik saja, lalu bagaimana dengan janinnya? tentu saja Marvin berharap janinnya akan baik baik saja, karena janin dalam kandungan itu adalah buah hatinya.Tak lama kemudian.Sukma dan Rumi yang datang berdua dengan wajah panik, langkahnya tergopoh gopoh yang kini semakin mendekati Marvin dan Teddy."Marvin," panggil Sukma yang membuat laki laki berpenampilan kantoran itu seketika menoleh.Matanya memerah raut wajahnya tampak sekali rasa penyesalan. Ya, ia menyesal mengapa tadi ia harus pergi meninggalkan Ginda hingga ia mengejarnya. Mungkin jika hal itu tidak ia lakukan Ginda akan baik baik saja saat ini."Apa yang terjadi, Vin? kenapa Ginda sampai seperti ini?" tanya Sukma membuat hati Marvin semakin tak karua"Pasien, koma."Terbelalak kala mendengar ucapan dokter tentang Ginda, tak menyangka keadaan Ginda akan seperti ini.Berada diantara hidup dan mati, tidak akan mudah, Ginda harus berjuang bertahan untuk Dunianya atau malah akan kembali ke sang pencipta?"Apa Ginda koma, dok?" ucap Marvin tak percaya. Ia yang tampak pasrah dengan keadaan istrinya tersebut.Tak menunggu lama, kini Marvin melangkah memasuki ruangan dimana Ginda terbaring lemah. Ia pandangi wajah pucat pasi yang jiwanya terombang ambing itu."Bangun Ginda, aku ada disini untukmu! ayolah bertahan, bangkit aku tidak ingin kehilangan kamu," ucap Marvin setelah kini menggenggam tangan Ginda dengan erat.Entahlah jika sudah seperti ini apa yang akan dilakukan Marvin? meminta maaf? menyesali dan bersedih? sepertinya semua itu akan percuma, Ginda tak akan mengerti semua penyesalannya.Sebagai rasa penebus kesalahan, Marvin berjanji akan setia bersama Ginda meski ko
Sementara Marvin yang kini telah tiba di perusahaanya, ia yang kini terduduk di singgasananya setelah beberapa hari tak ia dekati.Laki laki yang pandangannya terus sibuk dengan layar ponsel itu kini menghubungi sekretarisnya, Yahya. Dan memberitahu jika ia sudah berada diruangan."Baik, Tuan. Saya keruangan sekarang!"Bukannya Yahya yang datang malah kini Sinta yang tiba tiba membuka pintu ruangan Marvin Marcello, membuat pandangannya seketika memperhatikan tubuh molek yang kini berjalan mendekat.Apa yang akan Sinta lakukan saat ini? setelah beberapa hari tak bertemu, apakah ulah Sinta akan sama seperti hari sebelumnya?"Ada apa kamu kemari?" tanya Marvin dingin, tanpa memandang dan terus sibuk dengan beberapa berkas yang sudah menumpuk dimeja tugasnya."Ya aku kangen lah sama kamu, Vin. Kan udah lama ngga ketemu kamu," jawab Sinta dengan santai.Sama seperti hari hari sebelumnya, Sinta yang selalu berlaku kemayu dan m
Hari semakin hari, kondisi Ginda masih tetap sama masih tak ada perubahan atau tanda tanda akan tersadar.Wanita ayu itu masih terbaring lemah dibed rumah sakit, dengan rona wajah pucat pasi dan mata yang terus terpejam. Banyaknya alat medis yang menempel ditubuhnya membuat Marvin memandangnya dengan iba.Tak hanya Marvin, Sukma pun serupa, yang juga memandang Ginda dengan pilu. Apalagi dengan Rumi, seorang Ibu kandung yang saat ini juga sedang sakit sakitan, tak kuasa menahan rasa sedih melihat sang anak dalam keadaan seperti ini.Hanya sebuah doa dan harapan, yang saat ini Marvin, Sukma dan Rumi dapat lakukan, tak ada tindakan apapun selain hanya berpasrah dan berharap yang terbaik.Sementara Inggit yang juga tak kunjung sembuh dari sakitnya, setiap hari selalu nama Ginda yang ia sebut sebut, bukannya hendak mempertemukan namun Sinta justru terdiam dan tetap tak menginginkan sang anak bertemu dengan Ginda.Setelah hari ini kembali Inggi
Setelah kini semua terbukti Ginda tak bersalah, bahwa tak pernah ada pernikahan antaranya dan Teddy, kali ini Marvin memandangnya dengan penuh rasa iba, merasa bersalah karena telah membuat Ginda seperti ini."Jadi kalian tidak pernah mengkhianati aku? aku benar benar bodoh, terpengaruh oleh egoku dan tak percaya ucapanmu, Ginda. Aku minta maaf, benar benar minta maaf," ucap Marvin dihadapan tubuh Ginda yang masih tak berdaya.Pandangannya menatap pilu, penuh penyesalan yang tak dapat ditutupi. Baginya melihat Ginda terbaring tak sadarkan diri seperti ini adalah hal menyakitkan untuknya, perkara tindakan bodohnya hingga membuat sang istri harus berjuang untuk hidupnya.Hari demi hari berlalu, cukup lama sudah Ginda terbaring koma, satu tahun berlalu Ginda lalui hidupnya dengan alat bantuan medis, masih berjuang untuk hidup karena sepertinya Ginda belum iklas meninggalkan kehidupan dunianya.Begitupun Marvin yang jua melalui hari harinya seorang di
Kini Marvin melangkahkan kakinya memasuki ruangan dimana Ginda berada, dengan cepat Marvin membuka pintu ruangan itu untuk memastikan bahwa Ginda masih berada disana, dan ternyata benar, Ginda yang masih terbaring dan terpejam."Berarti benar, wanita tadi bukan Ginda. Tapi kenapa wajahnya mirip sekali?" gumam Marvin kala memperhatikan wajah sang istri."Apa Ginda punya kembaran? tapi kenapa aku tidak pernah tau?" tambahnya lagi, masih dengan pandangan terdiam, memperhatikan wanita berhijab yang tak sadarkan diri itu.Setelah cukup lama berada bersama Ginda, kini Marvin pun kembali kerumah. Saat perjalanannya menuju pulang, kembali ia melihat sosok Ginda bernyanyi nyanyi dipinggir jalan.Sepertinya ia pengamen jalanan, penampilannya pun sederhana sekali, hanya celana panjang jins dengan kaos berwarna putih dan kemeja yang tak terkancing, sejenak terhenti untuk memperhatikan aktifitas wanita yang wajahnya benar benar sama dengan istrinya itu.
Hari ini seperti apa yang diucapkan Marvin sebelumnya, bahwa ia akan menemukan saudara kembar Ginda dan membawanya Bertemu dengan wanita yang sedang terbaring koma tersebut.Di tempat di mana awal Marvin bertemu Dinda kini ia berada, pandangannya terus mencari ke sana kemari dan memperhatikan setiap pengamen wanita yang melintasinya, namun entah mengapa Dinda tak jua ia temukan?Dimana sebenarnya Dinda kini berada? Mengapa di saat Marvin membutuhkannya, ingin meminta pertolongan padanya justru ia menghilang?Cukup lama terdiam di tempat sebelum akhirnya Marvin pun melangkah pergi, langkahnya begitu perlahan, masih dengan harapan dapat menemukan Dinda di tempat ini.Dan ternyata benar kala kini Marvin memutar tubuhnya, seorang wanita dengan rambut terikat satu itu berdiri di hadapannya, hingga membuat Marvin memperhatikan yang tak berkedip, begitupun dengan Dinda yang juga memperhatikannya dengan pandangan tajam."Akhirnya ya saya menemuka
"Pak, bilang sama saya. Wanita itu siapa? kenapa dia mirip banget sama saya?" tanya Dinda memperhatikan wajah Marvin dari samping.Pandangan laki laki itu menatap iba pada sang istri yang sampai saat ini masih belum jua tersadar dari komanya.Perlahan Marvin pun mendekat, meraih tangan Ginda dan menggenggamnya dengan erat, matanya tampak memerah, rasa tangis yang tak tertahankan akhirnya terjatuh juga.Buliran air mata itu membasahi genggaman tangannya, jiwa Marvin saat ini bukan lagi jiwa laki laki yang kuat, hatinya melemah karena harapannya selalu terpatahkan."Dia istri saya, wanita cantik ini adalah istri saya. Dia sudah tertidur selama satu tahun," jawab Marvin setelah berusaha melupakan air matanya.Mendengar pengakuan Marvin Dinda pun terbelalak, tak menyangka jika selama itu ia tertidur."Tujuan saya mengajak kamu kesini adalah siapa tau istri saya akan terbangun kala ia merasakan kehadiran kamu disini," tambah Marvin ya
Sementara Dinda yang kini sedang mengobrak abrik seisi lemarinya, entahlah ia mencari apa? mungkin ia mencari sesuatu yang dapat membuatnya percaya akan ucapan Rumi.Setelah cukup lama mencari, kini akhirnya Dinda berhasil menemukan sebuah salinan akta kelahiran yang sudah tampak kusut dan lusuh, dalam kertas itu menyatakan bahwa benar jika wanita itu bermana Dinda Almarena, yang menyatakan bahwa anak kandung dari Rumi dan Almarhum Danang.Dinda pun terbelalak setelah membaca surat lusuh tersebut, tak menyangka jika apa yang dikatakan wanita tua tadi semuanya benar."Jadi semua cerita itu benar? aku adalah anak kandung Ibu Rumi? dan namaku Dinda, bukan Dila? terus kenapa Papa dan Mama ngga pernah bicara soal ini ke aku?" gumam Dinda bingung.Seketika ia merasa tak tega karena telah meninggalkan Rumi begitu saja, dan tak memperdulikan ucapannya. Dengan cepat kini Dinda meletakan kertas tersebut dan melangkah hendak menemui Rumi dirumah sakit kembal