Share

4. Pertemuan Tak Terduga

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2023-10-12 12:00:10

Di meja kerjanya, Febi sudah siap dengan berkas-berkas penting yang akan ia bawa. Dia akan mengikuti rapat penting di hotel bersama rekan kerjanya nanti. Dia melirik jam tangannya sebentar untuk memastikan waktu. Masih ada beberapa menit untuk sekedar membuat kopi di pagi hari.

Belum sempat berdiri, Febi dikejutkan dengan satu cup es kopi yang tiba-tiba berada di depannya.

"Mau bikin kopi, kan?" tanya Ridho.

Febi menyeringai dan menerima kopi itu cepat. Dia dan kopi memang tidak bisa terpisahkan. Apalagi setelah ia mulai bekerja dua tahun yang lalu. Kopi sudah menjadi teman yang selalu ada di sisinya.

"Kok enak?" tanya Febi setelah merasakan kopi itu.

"Resep dari Mama gue."

"Ah, pantes."

"Btw, Pak Agam kenapa belum turun? Kita mau berangkat." Ridho melirik jam tangannya.

"Masa? Tumben belum turun?" Febi yang merasa aneh pun berniat menjemput Agam di ruangannya.

Tidak biasanya pria itu melupakan rapat penting seperti ini. Bahkan tak jarang Agam lebih dulu berangkat untuk menghargai waktu. Bisa dibilang jika Agam adalah pria yang sangat disiplin dan tak suka membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting.

Lantai ruangan Agam benar-benar sepi. Di lantai ini memang hanya ada ruang CEO dan ruang rapat. Namun semenjak Dika dirawat di rumah sakit, lantai ini semakin terlihat tidak berpenghuni.

Sambil meminum kopinya, Febi mengetuk pintu ruangan Agam. Suara sahutan pelan terdengar. Dengan segera Febi masuk hanya dengan memasukkan kepalanya.

"Kok belum siap-siap, Pak?"

Agam meliriknya bingung. "Siap-siap untuk?"

"Lah, kan kita ada rapat di Hotel Mutiara sama Pak Dandung."

Mendengar itu Agam memejamkan matanya erat. Dengan segera dia membuka kembali jadwal yang telah Dika buat satu minggu yang lalu. Benar saja, dia memang ada rapat pagi ini.

"Gue lupa," sahut Agam singkat dan mulai bersiap.

Febi masuk lalu menutup pintu rapat. "Lo nggak pulang, Kak?"

Agam hanya menggeleng. Jangankan pulang, untuk keluar dari ruangan saja dia tidak ada waktu. Bahkan pekerjaannya kemarin baru selesai pagi ini. Membuatnya hilang fokus dan lupa akan jadwalnya sendiri.

Jika seperti ini terus maka perkejaannya akan terbengkalai. Mengingat kondisi Dika yang cukup parah, sepertinya pria itu tidak akan pulih dalam waktu dekat. Tidak mungkin Agam tidak memberi waktu untuk masa pemulihan.

"Tapi lo tidur, kan?" tanya Febi lagi.

"Tidur," jawab Agam mulai mendekat. "Dua jam," lanjutnya.

Febi berdecak ngeri. "Bisa tipes lo."

"Cariin pengganti Dika untuk sementara," ujar Agam merebut kopi Febi dan berlalu keluar ruangan.

Febi mengikuti langkah Agam sambil berpikir. Lagi-lagi Agam memintanya melakukan pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya. Namun satu detik kemudian Febi tersenyum. Seketika dia teringat dengan Cia yang tengah mencari pekerjaan saat ini.

"Gue ada," ucap Febi cepat.

"Suruh besok ke kantor."

"Oke, Bos!"

Febi masih tidak bisa menahan senyumnya. Kebetulan yang menguntungkan. Seperti kata pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

***

Febi meringis melihat apa yang dilakukan Cia saat ini. Sahabatnya itu seperti tidak makan selama dua bulan. Namun Febi tidak menyalahkannya. Nafsu makan Cia meninggi juga bukan tanpa alasan. Selain karena memang lapar, Apa yang Cia alami akhir-akhir ini membuatnya stress.

"Mau makan punya gue?" tawar Febi.

"Lo nggak makan?"

"Kenyang liat lo makan."

"Oke," jawab Cia santai dan menarik piring Febi mendekat.

Dua porsi soto ayam untuk makan siang tidak berlebihan bagi Cia. Apalagi dia baru saja selesai berkeliling di beberapa kantor untuk memberikan lamaran kerjanya. Dia butuh tenaga lebih untuk kembali berkeliling setelah ini.

"Pelan-pelan, ih. Nggak gue ambil makanannya." Febi memberikan selembar tisu.

"Gue harus cepet. Ada interview bentar lagi."

Mata Febi membulat mendengar itu. Dengan cepat dia menarik map Cia yang berisi beberapa dokumen penting untuk melamar pekerjaan dan menyembunyikannya. Dia tidak akan membiarkan sahabatnya itu mendapatkan pekerjaan lain selain di kantornya. Dari dulu impian Febi masih sama, yaitu terus bersama Cia.

"Nggak boleh!"

"Lah, kenapa?"

"Lo nggak perlu cari kerja lagi. Ada posisi kosong di kantor gue."

Cia terbatuk dan meminum es jeruknya cepat. "Lo serius? Posisi apa?"

"Sekretaris." Febi menaik-turunkan alisnya.

Bahu Cia merosot mendengar itu. "Gue nggak ada pengalaman di bidang itu."

"Nggak perlu khawatir." Febi mengibaskan tangannya. "Gue udah bilang ke atasan gue. Besok lo bisa langsung ke kantor."

"Lo serius?" Cia benar-benar terkejut. Dia tahu jika Febi adalah anak orang kaya yang memiliki banyak jalur khusus, tetapi ia tidak menyangka jika akan secepat ini.

Febi mengangguk senang. Melihat respon Cia yang juga sama, sepertinya rencananya akan berjalan lancar kali ini. Akhirnya dia bisa bekerja dengan sahabatnya seperti impiannya.

"Gue jadi sekretarisnya siapa nanti?"

"Pak Bos," jawab Febi sambil menggigit bibirnya, khawatir akan respon Cia.

"Bokap lo? Oke, deh. Udah lama nggak ketemu." Cia terkekeh.

Mau tidak mau Febi juga ikut terkekeh. Jika saja Cia tahu yang sebenarnya mungkin persahabatan mereka akan putus detik ini juga. Febi memilih untuk memendamnya. Dia akan menyerahkan semuanya pada takdir besok. Setidaknya dia sudah melakukan yang terbaik untuk membantu Cia.

"Biar makan siang ini gue yang traktir," ujar Cia.

"Traktir gimana? Orang lo sendiri yang makan."

Cia tertawa geli melihat tingkahnya sendiri. Akhirnya dia bisa kembali tertawa setelah lelah menangis, menangisi masalah yang ia hadapi akhir-akhir ini.

"Mang! Soto ayamnya satu lagi." Cia kembali memesan soto, kali ini untuk Febi.

Dering ponsel tiba-tiba terdengar. Cia melirik ponselnya sebentar dan terkejut melihat siapa yang menghubunginya. Dengan cepat dia mengangkatnya dan mendengarkan dengan seksama. Febi yang penasaran pun mulai mendekat. Dia ikut menguping pembicaraan sahabatnya yang tiba-tiba berubah ekspresi.

"Gue harus ke rumah sakit. Lo bayar makanannya dulu, nanti malem gue ganti." Cia mencium pipi Febi cepat dan berlari pergi.

"Cia! Katanya lo mau traktir gue?!"

***

Cia turun dari motor ojek online pesanannya dengan tergesa. Dia baru saja mendapat kabar mengejutkan dari rumah sakit. Bukan karena kondisi pasien yang menjadi tanggung jawabnya melemah, melainkan sebaliknya, pria itu sudah sadar. Tak henti Cia mengucapkan syukur selama perjalanan. Bahkan dia sempat menangis karena terharu. Dalam satu hari sudah ada dua kebahagiaan yang menghampirinya.

Benar, Tuhan itu memang baik.

"Permisi," ucap Cia berlari membelah kerumunan. Lift adalah tujuannya.

"Tunggu, jangan ditutup dulu!" ucap Cia sedikit keras saat lift di hadapannya hampir tertutup.

Namun usaha Cia tidak berhasil kali ini. Pintu lift tetap tertutup saat ia sudah berada di depannya. Dia berlutut dengan napas terengah. Apa dia harus menggunakan tangga?

Berbeda dengan Cia yang tampak bersemangat, seorang pria yang berada di dalam lift tadi justru terdiam karena terkejut. Meskipun hanya sebentar dan sekilas, tetapi ia yakin tidak salah lihat. Setelah bertahun-tahun, gadis itu kembali muncul di hadapannya.

"Cia," gumam Agam pelan.

***

TBC

Related chapters

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   5. Komedi Hidup

    “Pak Agam?"Agam langsung tersadar saat mendengar panggilan itu. Dia kembali menatap dokter dan berusaha untuk fokus. Untuk saat ini, Agam tidak bisa mendengarkan penjelasan dokter mengenai kondisi Dika dengan serius. Entah kenapa dia masih memikirkan hal yang membuatnya terkejut.Apalagi jika bukan karena kejadian di lift tadi. Agam masih tidak percaya dibuatnya. Bisa jadi dia salah lihat. Namun matanya sangat sehat untuk melihat semuanya dengan jelas."Ada pertanyaan, Pak?"Agam menggeleng dan mulai berdiri. Dia mengucapkan terima kasih sebelum keluar dari ruangan dokter. Bukan tanpa alasan tiba-tiba Agam berada di rumah sakit. Dia mendapatkan kabar jika Dika sudah sadar.Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa rumah sakit menghubunginya dan bukan keluarga Dika sendiri? Dika adalah seorang yatim-piatu. Bisa dibilang ia tidak memiliki siapapun di dunia ini selain dirinya. Bukan bermaksud sombong, tetapi Agam dan Dika sudah saling mengenal sejak duduk di bangku SMP.Mereka bersahab

    Last Updated : 2023-10-12
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   6. Keputusan Berat

    Terlihat seorang gadis keluar dari kamarnya dengan menguap lebar. Masih dengan mata terpejam, Febi berjalan ke arah dapur. Tak jarang dia menabrak perabotan rumah karena tidak fokus. Hal itu membuat Cia yang sudah bangun sedari tadi mulai menuntun tubuh Febi agar berjalan dengan benar.Baru saja melepaskan Febi yang sudah membuka mata, Cia kembali melihat gadis itu menabrak galon air. Dengan kesal Cia menepuk keras kening Febi. Mau tidak mau membuat gadis itu membuka mata lebar. Hilang sudah rasa kantuknya."Sakit, Cia!" rutuk Febi.Cia mengabaikan Febi dan kembali fokus pada kegiatannya. "Teh?" tawarnya."Teh jahe, ya?" Febi mulai terlihat semangat, "Udah lama gue nggak minum teh jahe buatan lo. Mau juga."Cia menganggap itu sebagai pujian. Memang benar jik teh jahe buatannya sangat nikmat. Dia memiliki resep tersendiri yang turun-temurun dari keluarga ibunya."Bikin banyak banget," ucap Febi menyesap tehnya."Gue mau bawain buat bokap lo."Febi tersedak mendengar itu. Dia menepuk da

    Last Updated : 2023-10-17
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   7. Kesepakatan Paksa

    Masih di ruang kerja Agam. Keadaan ruangan itu semakin mencekam saat Febi pergi. Menahan gadis itu di tempat ini ada hal sia-sia. Jam kerja sudah dimulai, sudah dipastikan Febi harus kembali ke ruangannya.Tidak ada percakapan yang terjadi antara Agam dan Cia setelah Febi pergi. Bahkan Agam sendiri sudah mulai menyalakan komputernya, berbeda dengan Cia yang terdiam dengan bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Cia seolah lupa jika dia harus bekerja dengan Agam."Kalau nggak mau kerja, kamu bisa keluar sekarang. Saya bisa cari yang lain," ucap Agam sambil membuka berkas di tangannya.Cia memejamkan matanya erat. Dia tidak menyangka jika akan seperti ini. Agam benar-benar menyebalkan. Mereka seperti orang asing yang tak pernah saling mengenal sebelumnya."Maaf, Pak. Sebelum saya bekerja, apa boleh saya tau apa pekerjaan saya?" tanya Cia hati-hati."Febi sudah bilang?""Sudah, Pak.""Ya sudah kalau gitu, kenapa tanya lagi?"Cia menarik napas dalam dan menggigit bibirnya ke

    Last Updated : 2023-10-18
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   8. Kejutan Hari Pertama

    Entah sudah berapa kali Cia menghela napas kasar dalam beberapa jam terakhir ini. Dia mengedipkan matanya beberapa kali karena rasa panas yang ia rasakan. Menghadap layar laptop sejak tadi membuatnya mulai lelah. Bukan hanya mata melainkan punggung juga. Dia tidak menyangka jika bekerja menjadi sekretaris akan serepot ini. Bahkan hal kecil pun harus ia kerjakan.Seperti saat ini. Dia baru saja melakukan konfirmasi ulang ke restoran yang akan menjadi tempat rapat mereka nanti. Secara mendadak, sekretaris dari salah satu peserta rapat memberi kabar jika tidak menyukai daun bawang. Mau tidak mau Cia harus menghubungi restoran untuk mengganti menu makanan yang aman.Dering telepon kembali berbunyi. Cia dengan segera mengangkat telepon kantor itu dengan sigap. Ternyata dari pihak keamanan di lantai bawah."Selamat siang. Saya dari keamanan lantai satu. Ini ada kiriman bunga untuk Pak Agam. Mau diambil atau diantar saja, Bu?"Cia melirik jam tangannya sebentar. Terlalu lama jika ia yang men

    Last Updated : 2023-10-19
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   9. Perintah Tuan Agam

    Tubuh yang lelah tak bisa lagi terhindarkan. Jam kerja sudah berakhir jam lima sore, tetapi Cia baru bisa keluar kantor jam delapan malam. Dia tidak menyangka jika menjadi sekretaris akan seberat ini. Atau hanya sekretaris Agam yang seperti ini? Cia tahu jika perusahaan keluarga Febi bukanlah perusahaan kecil, tetapi Cia tidak menyangka jika akan sesibuk ini.Oh, ayolah. Tidak banyak kesan baik yang ia rasakan di hari pertama bekerja. Dari awal Cia juga sudah terpaksa. Oleh karena itu dia tidak terlalu menikmatinya.Langit sudah sangat gelap. Di luar kantor, Cia sudah bersiap untuk memesan ojek online untuk pulang. Namun tiba-tiba suara berat memanggilnya. Matanya terpejam erat untuk menenangkan diri. Setelah itu dia berbalik dan tersenyum tipis."Iya, Pak?""Pesenin saya taksi," perintah Agam yang lagi-lagi tanpa menatapnya. Pria itu fokus pada ponsel di tangannya."Bukannya Pak Agam tadi bawa mobil?""Saya ngantuk, nggak bisa nyetir sendiri," jawabnya singkat dan mulai menatap Cia,

    Last Updated : 2023-10-20
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   10. Shift Malam

    Permintaan Agam adalah sebuah perintah wajib yang harus dipatuhi. Baru hari pertama, tetapi kalimat itu sudah tertanam di benak Cia. Selain karena Agam adalah atasannya, Cia juga paham dengan sifat pria itu. Percuma jika ia membantah karena ini memang bagian dari pekerjaannya.Dengan langkah mantap, Cia berjalan memasuki rumah sakit dengan kantong plastik di tangannya. Sesuai permintaan Agam. Cia harus mengantar makan malam pria itu ke rumah sakit, lebih tepatnya ke ruang inap Dika. Hal itu juga yang membuat Cia menahan emosinya karena Agam yang tengah menjaga Dika saat ini."Permisi, Pak." Cia membuka pintu pelan.Agam yang tengah duduk di sofa menatap kedatangannya sebentar dan kembali fokus pada laptopnya."Kamu telat dua menit.""Cuma dua menit, Pak. Saya naik ke ke sini kan jalan bukan terbang.""Tetap saja waktu saya terbuang."Dih! Waktu gue yang habis buat lo doang!Cia mencibir dalam hati. Tingkah perfeksionis Agam benar-benar menjengkelkan."Kok Kak Dika pindah kamar, Pak?"

    Last Updated : 2023-10-21
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   11. Barbie Hidup

    Hari kedua, Cia masih mengalami culture shock. Pekerjaan yang bukan di bidangnya membuatnya sedikit kewalahan. Namun bukan berarti Cia tidak bisa. Dia hanya memerlukan sedikit waktu untuk adaptasi.Andai saja Cia tidak bekerja untuk Agam mungkin dia akan dengan senang hati belajar. Namun sejak awal dia bekerja di sini karena terpaksa dengan keadaan. Harapan Cia tidak banyak. Dia hanya akan bekerja untuk mendapatkan uang dan tanpa gangguan. Itu saja.Dering telepon kantor di meja Cia kembali berdering. Ini sudah ke-4 kalinya sejak 15 menit terakhir. Kehidupannya sebagai sekretaris benar-benar luar biasa. Ingatkan Cia untuk memberi pujian pada Dika yang memiliki kesabaran dan keuletan yang tinggi."Kamu ke ruangan saya sebentar."Mata Cia terpejam mendengar suara berat di seberang telepon. Lagi-lagi Agam yang menelponnya. Padahal dia baru saja menghubunginya delapan menit yang lalu.Dengan malas Cia berdiri dan masuk ke dalam ruangan."Ada apa, Pak?""Keluar." Tanpa meliriknya Agam berb

    Last Updated : 2023-10-22
  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   12. Kembali Terulang

    Hari Sabtu bukan lagi menjadi hari yang menyenangkan untuk Cia. Biasanya dia akan tidur seharian untuk mengganti jam tidur siangnya yang sering terlewat saat bekerja, tetapi kali ini ia tidak bisa melakukannya. Pagi hari dia harus sudah berada di kantor. Sesuai jadwal yang diinginkan Agam, mereka akan bermain golf hari ini.Sekaligus rapat katanya. Meskipun Cia ragu, tetapi dia tetap menurut.Agam masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk berangkat. Namun dia menghela napas lelah saat mendengar suara cekikikan dari kursi belakang. Dia melihat ke belakang melalui center mirror sambil berpikir. Kenapa dia harus berurusan dengan dua wanita aneh di belakangnya?"Kok nggak jalan?" tanya Febi menatap kakaknya polos.Ya, gadis itu juga ikut dengan kegiatan mereka kali ini. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Cia tiba-tiba datang bersama Febi. Agam hanya bisa pasrah saat melihat adiknya itu tidak bisa lepas dari Cia. Bahkan saat Agam mengusirnya pergi, Febi kembali beraksi sambil merengek."Ki

    Last Updated : 2023-10-23

Latest chapter

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 6 - AKHIR SEMPURNA (TAMAT)

    Cia memasuki dapur dengan senyum lebar. Dia memelankan langkah kakinya agar tidak ada suara yang keluar. Dari belakang, matanya menatap Agam dengan jantung berdebar. Berniat mengejutkan suaminya yang tengah mengolah roti tawar. "Dor!" ucap Cia keras. Bukannya terkejut, Agam malah meliriknya santai. Membuat senyum Cia seketika luntur. Apa lagi saat pria itu kembali fokus pada masakannya. "Kok nggak kaget, sih?" tanya Cia memeluk Agam manja dari belakang. "Aroma parfum kamu sudah sampai duluan." Cia mencium tubuhnya dan mengangguk pelan. Benar juga, pagi ini dia merasa sangat segar sampai tanpa sadar menyemprot banyak parfum di tubuhnya. Cia mengedikkan bahunya dan kembali tersenyum. "Selamat pagi," ucapnya dengan bibir yang maju. Agam kembali menoleh dan menunduk, menyambut ciuman selamat pagi dari istrinya. Kegiatan romantis yang sudah menjadi kebiasaan mereka setelah menikah. "Kak Agam masak apa?" "Sandwich," ucap Agam sambil menyuapkan tomat ceri ke mulut istriny

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 5 - NGIDAM DADAKAN

    "Ke kiri dikit." "Ke kanan, Kak." "Itu agak miring." "Ih, terlalu ke bawah." "Nah, itu udah pa— aduh, belum. Masih miring." Agam menghela napas pelan. Dia menatap istrinya dengan sabar. Agam tidak mau berucap yang tidak-tidak pada istrinya yang tengah hamil besar. Bisa-bisa keadaan akan langsung berbalik. Wanita itu yang akan kembali mengomel. "Di lihat dulu. Posisi mana yang kamu mau?" "Ke kanan dikit." "Gini?" tanya Agam menggeser posisi pigura yang akan ia pajang. "Nah, pas!" Cia bertepuk tangan senang. Agam pun lega. Dia turun dari tangga dan berdiri di samping istrinya. Ikut menatap empat buah foto yang terpajang di ruang tengah mereka. Foto maternity yang terlihat begitu indah. Jangan pikir jika Cia yang menginginkan pemotretan itu. Justru Agam yang mengusulkannya. Baginya, setiap momen penting memang harus diabadikan. "Ada yang lupa." Cia mengambil sebuah kertas dari saku bajunya. "Kak Agam punya pigura lagi, nggak?" Tanpa menjawab, Agam mengambil pigu

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 4 - HARI BAHAGIA

    Suara ketukan pintu kamar hotel terdengar. Cia menoleh dengan dahi berkerut. Tangannya bergerak menutup mulutnya rapat. Berusaha menahan suara aneh yang keluar dari sana. Ketukan kembali terdengar. Cia menatap Agam dengan gelengan pelan. Namun sayang, pria itu mengabaikannya. Semakin bergerak cepat di atas tubuhnya. "Kak?" bisik Cia tertahan. Matanya terpejam merasakan sensasi yang menyenangkan. Berhenti memang bukan hal yang diinginkan Agam dan Cia. Mereka hanya tinggal menunggu puncaknya saja. Namun ketukan pintu memberi sensasi yang berbeda. Seketika gerak Agam mulai tergesa. Membuat Cia pasrah di bawah tubuhnya. "Agam? Cia? Kalian masih tidur, Nak?" Cia kembali membuka mata. Dia menggeleng pada suaminya. Tidak menyangka jika ibu mertuanya yang datang. Agam masih mengabaikan ketukan itu. Dia menatap wajah istrinya lekat. Sampai akhirnya dia menggeram dan jatuh di atas tubuh Cia. "Kayaknya kita telat," bisik Cia terengah. Dengan malas, Agam bangun dan menarik Cia a

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 3 - MAKAN MALAM ISTIMEWA

    Perjalanan Agam dan Cia pulang ke Jakarta berlangsung cukup melelahkan. Selain karena kurang tidur, tenaga yang ada seolah hanya tertinggal sisa-sisa saja. Bahkan mereka hampir terlambat terbang tadi pagi karena kesiangan. Apa lagi jika bukan karena ulah Agam. Pria itu seolah tidak membiarkan Cia bersantai meski sejenak. Dia seperti tak kenal lelah semalam. Membuat Cia hanya bisa pasrah dalam rengkuhan. Dalam bayangan Cia saat ini, tempat tidur adalah hal yang ia damba. Pasti rasanya begitu nikmat merebahkan diri di sana. Tidur di pesawat memang sedikit mengurangi rasa lelahnya, tetapi tetap rasanya tidak senyenyak saat di tempat tidurnya. Beruntung Dika bersedia menjemput mereka di bandara. Ini lebih nyaman dari pada menggunakan taksi. Setidaknya baik Agam dan Cia bisa memejamkan mata sejenak. Membiarkan Dika menjadi supir pribadi mereka untuk kali ini saja. "Febi nggak ikut, Kak?" tanya Cia memeluk lengan Agam dan menyandarkan kepalanya di sana. "Nggak bisa izin, habis ken

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 2 - KEJUTAN HARI TERAKHIR

    Angin laut yang berhembus bergerak menerbangkan rambut seorang gadis yang tak terikat. Sengaja rambut panjang itu diurai untuk menghalangi sinar matahari yang lumayan menyengat. Namun meski begitu, panasnya matahari tidak membuatnya berlindung dengan cepat. Gadis itu justru menikmati momen bersama suaminya dengan hangat. Saat ini Agam dan Cia sudah berada di Sumba, di salah satu villa cantik yang telah Agam siapkan. Sudah tiga hari mereka di sana, dan hari ini adalah hari terakhir mereka sebelum kembali ke Jakarta besok pagi. Jangan tanya bagaimana bulan madu mereka berjalan. Menyenangkan tentu saja. Namun ada satu hal yang membuat kesenangan mereka tidak sempurna, yaitu keintiman yang ada. Meski begitu, Cia tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik pada suaminya. Malu tentu masih terasa. Namun semua itu tertutupi oleh rasa bersalahnya. Tidak ada yang bisa mereka perbuat selain menundanya. "Nanti kirim laporannya ke email. Biar saya cek." Agam mengakhiri panggilannya dan

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   EKSTRA CHAPTER 1 - GAGAL HONEYMOON

    Jantung itu masih berdebar kencang. Menciptakan momen aneh yang begitu tegang. Seharusnya setelah resepsi selesai, perasaannya bisa lebih tenang. Bukannya demikian, aura di sekitar malah terasa semakin menantang. Di lorong hotel, hanya terdengar suara langkah kaki. Suara nyaring itu keluar dari sepatu Cia yang berhak 10 senti. Di belakangnya, Agam terlihat mengikuti. Mengawasi langkahnya yang terlihat tertatih. Akibat lelah karena acara resepsi. Tidak ada lagi pihak wedding organizer yang menemani. Acara sudah benar-benar selesai. Setelah berganti pakaian, baik Cia dan Agam kembali ke kamar mereka hampir dini hari. Tubuh lelah tentu mendominasi. Namun percayalah, hati Cia tidak memikirkan hal itu saat ini. Ada hal yang lebih menegangkan akan terjadi dan itu adalah pertama kalinya ia alami. Malam pertama. Ah, jantung Cia benar-benar berdebar. Dia bertanya-tanya, apa Agam merasakan hal yang sama? "Yang lain di kamar mana, Kak?" tanya Cia menunggu Agam membuka pintu kamar mer

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   89. Bahagia Bersama (Selesai)

    Selama dua bulan Cia dan Agam disibukan dengan persiapan pernikahan. Selama dua bulan juga Cia dan Agam sering berdebat karena perbedaan pendapat. Selama dua bulan pula banyak huru-hara yang terjadi di antara mereka. Namun dalam dua bulan juga, mereka dibuat sangat mantap dengan keputusan yang mereka ambil. Yaitu, pernikahan. Tidak ada yang menduga jika momen istimewa ini akan terjadi. Tidak ada yang menduga juga jika mereka berdua bisa melalui semua rintangan yang ada. Dan tidak ada yang menduga pula jika keduanya akan bersatu di pelaminan. "Sah!" Cia memejamkan mata erat begitu suara saksi terdengar sangat lantang. Rasa haru mulai ia rasakan. Namun sebisa mungkin Cia tidak ingin menangis. Riasan wajahnya sudah sangat cantik dan Cia tidak mau merusaknya. "Cium-cium!" Suara siapa lagi jika bukan si bungsu Febi. Membuat Cia menoleh pada pria di sampingnya. Rasa panas mulai menjalar ke wajahnya. Demi apapun, dia malu jika harus menatap mata Agam secara langsung. Menatap ma

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   88. Buah Kesabaran

    Suara pintu yang terbuka dan tertutup secara perlahan membuat Cia membuka mata. Dia sudah bangun sejak subuh, hanya saja dia kembali berbaring sebelum matahari benar-benar muncul. Di dalam kegelapan, Cia bisa melihat siluet seorang gadis yang tengah berjalan mengendap. Febi, sahabatnya itu sudah bangun. Cia melirik Agam yang masih tertidur. Dengan hati-hati dia bangun dan mengikuti ke mana Febi pergi. Dia melihat gadis itu membuka pintu apartemen, bersiap untuk pergi. "Mau ke mana?" tanya Cia berbisik. Febi terlihat terkejut. Tubuhnya menegang dan ia berbalik dengan hati-hati. Dia menghela napas kasar saat hanya melihat Cia. "Gue mau pulang." Cia melipat kedua tangannya di dada. Tidak percaya dengan ucapan Febi. Karena sahabatnya itu berbicara tanpa menatap matanya. "Gue mau liat Kak Dika. Please, jangan kasih tau Kak Agam." Akhirnya Febi mengaku. Cia menghela napas kasar. "Kak Agam bisa marah kalau tau." "Tolong, Ci. Gue kepikiran Kak Dika. Wajahnya babak belur se

  • Gadis Bucin Incaran Presdir Dingin   87. Rencana Pernikahan

    Berita tentang hubungan Agam dan Cia kembali menjadi perbincangan. Kali ini bukan lagi rumor belaka, melainkan benar adanya. Foto yang diunggah oleh Febi Mahadita adalah sumbernya. Potret lamaran yang sangat mengejutkan karena dilakukan secara tiba-tiba. Namun percayalah, tidak ada kabar buruk di balik semuanya. Baik Agam dan Cia hanya ingin cepat bersama. Cia sendiri juga tidak lagi peduli dengan rumor yang beredar tentangnya. Toh, dia juga sudah tidak bekerja untuk Agam. Yang terpenting, rumor itu juga tidak benar. Diterpa berbagai masalah membuat Cia sadar. Jika terus mendengarkan perkataan orang lain, hidup tidak akan bisa tenang. Seperti kata Agam, kita tidak bisa mengontrol pikiran orang lain. Karena itu, Cia sebisa mungkin tidak memedulikan kabar buruk tentang dirinya. Yang terpenting adalah orang-orang terdekat tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiga hari setelah acara lamaran, Cia kembali ke Jakarta. Mulai sekarang dia akan disibukkan dengan rencana pernikahan. Ternyat

DMCA.com Protection Status