Amira berjalan keluar ruang rawat, pergelangan tangannya memiliki perban tebal supaya tidak terlalu banyak bergerak. Sorot matanya kosong karena hidupnya sangat rumit semenjak mengenal Erzhan, tetapi lebih tepatnya semenjak ibunya berniat menjualnya pada pria hidung belang. Hanya saja di titik itu gadis ini tidak bisa terlalu menyalahkan Fatma karena dia sadar diri tidak dapat membantu perekonomian, walaupun langkah yang diambil ibu tirinya tetap salah.Amira mendesah, meratapi nasibnya. Dia terduduk layu di atas sofa yang berada di dekat ruang rawat. “Hidup jadi aku tidak enak. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Yang menjadi bahan kekhawatiran Amira bukanlah wajahnya yang tersebar di media sosial, melainkan nasibnya besok atau satu jam kemudian, atau bisa saja di menit kemudian dia mendapatkan nasib buruk.Tidak ada siapapun di lorong ini karena ini lorongnya orang-orang yang membutuhkan pertolongan, maka Amira bisa sedikit bersantai seiring menikmati embusan angin lewat ac. Dia j
Seketika Amira terhenyak saat mendengar ancaman Fatma. Rumah peninggalan ayahnya adalah satu-satunya yang Amira punya, di sana terdapat banyak sekali kenangan masa-masa kebahagiaannya bersama ayah dan ibunya. Gadis ini anak satu-satunya, lahir dan dibesarkan di sana. Tentu saja dia tidak ingin aset terbaik keluarganya hilang. "Ma, Ami kangen rumah ... Ami mau ke rumah ...." Kalimat ini diutarakan dengan volume biasa saja, tidak ada bisikan sama sekali. Maka, Zulaiha dan Farhan juga mendengarnya. Setelah Amira menyelesaikan kalimatnya, saat itu Fatma melepaskan pelukan palsunya sekalian melepaskan punggung anak tirinya yang diremas kasar. Wanita ini segera memberikan senyuman hangat seiring memandangi Amira. "Silakan Sayang ... pintu rumah terbuka kapanpun kamu kembali." Melihat adegan manis ini membuat Zulaiha tenang karena Fatma menyayangi Amira selayaknya menyayangi Tasya. Jadi, Amira hanya singgah sesaat di kediaman tantenya. Dia bergegas menuju kediamannya bersama Fatma untuk me
Kedua mata indah Amira memanas, ingin menangis karena serumit ini menjalani hidup bersama seorang ibu tiri. ‘Mama pernah menjualku, aku pernah hampir kehilangan keperawanan dan menjadi pelacur, melayani pria manapun termasuk pria gemuk seperti ini. Tapi ... haruskan sekarang aku melakukannya setelah dulu Erzhan menyelamatkanku, apakah sekarang Erzhan akan membawaku lagi dari tempat ini?’Pria gembil ini menjentikan kedua jemarinya hingga menimbulkan suara ringan, maka satu orang ajudannya segera meraih koper yang tersimpan di dalam lemari di ruangan tersebut, kemudian membukanya. Seketika, kedua mata Amira dibuat terpana saat menyaksikan tumpukan uang merah yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, di saat bersamaan pria gembil ini melanjutkan kalimatnya, “Semua uang ini milikmu, saya memberikannya cuma-cuma, jika kurang katakan saja.” Seringainya semakin genit bersama keyakinan jika gadis di hadapannya akan tergiur oleh tumpukan kertas penakluk banyak hal ini termasuk wanita. Saat ini
Mau tidak mau akhirnya Amira harus mengikuti langkah Erzhan hingga keduanya duduk bersisian di dalam mobil. “Kenapa menangis?” Perhatian pria ini tercuri pada mata sembab Amira.Wajah Amira segera berpaling. “Bukan urusan kamu!” ketusnya karena dia harus membuat Erzhan menjauhinya jika dia tidak berhasil menjauhi si pria seperti saat ini, saat Erzhan terus mengejarnya.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apapun lagi tentang privasi kamu. Tapi berhentilah menjauhiku.” Erzhan tidak berbasa-basi. Tatapan matanya terus mengarah pada Amira walaupun si gadis tidak memandangnya.“Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!” Sikap Amira semakin ketus dan dingin.“Apa karena pertemuan dengan orangtuaku yang membuat kamu begini” Abaikan papa, sudah berulang kali aku katakan.”“Kamu yang harus aku abaikan.” Leher Amira tidak pernah menoleh sedikit pun pada Erzhan.“Ami, aku mohon, jangan seperti ini terus ....” Erzhan tidak enggan memohon, tetapi hanya pada Amira dan Maria.Amira hendak meninggalkan mobi
Amira kembali menemui Farhan. “Kakak boleh pinjam lima juta?” Gadis ini tidak berbasa-basi hingga keponakannya menghentikan permainan gitarnya, disimpan di sisinya. “Boleh, Kak.” Anggukan ditambahkan. “Tapi ... tidak tahu kapan Kakak akan mengembalikannya,” jujur Amira supaya Farhan tidak berharap uangnya segera kembali. Farhan menyodorkan sebuah snek yang menjadi camilannya. “Jangan terburu-buru, Farhan tidak akan menagih.”“Baikkah ...,” desah Amira, “terimakasih ya.” Entah apa yang harus dilakukannya pada Farhan untuk membalas budi baik keponakannya. Jadi, saat mendapatkan uang sebesar lima juta Amira barusaja kembali ke kediamannya. Dahi gadis ini berkerut dalam saat melihat ibunya memersiapkan banyak kardus, kemudian perasaan cemas merajang, “Ma, apa rumahnya sudah Mama jual? Tapi kan Ami sudah meminta waktu untuk mencari uang supaya Ami bisa berhenti menjadi trainee!” “Sssttt,” desis Fatma dengan lembut, “bicaranya jangan keras-keras, bos kamu sedang ikut ke kamar mandi.”“
Keesokan paginya Amira mengunjungi Farhan di universitas karena dirinya terlambat mengunjungi keponakannya di rumah. “Ini uang lima juta kemarin, Kakak sudah tidak membutuhkannya. Maaf ya, kemarin Kakak jadi membuat kamu ke ATM.” Amplop cokelat disodorkan. Namun, Farhan tidak segera menerimanya. “Kakak simpan saja dulu, mungkin suatu saat Kakak perlu. Lagian itu uang tabungan kok bukan uang yang nantinya akan dipakai buat hal penting.”“Tapi takutnya nanti kepakai.” Ini adalah pengalaman pertama Amira meminjam uang jadi dirinya merasa tidak tenang saat menyimpan hak oranglain.Farhan terkekeh, “Uang kan memang buat dipakai Kak. Walaupun tabungan, tapi kan suatu saat kepakai juga.” Telapak tangannya mendorong amplop cokelat itu dengan perlahan. “Kakak simpan saja dulu.”Amira membuang udara pendek. “Benar, Kakak boleh menyimpannya dulu?” Amira tidak lantas menerima begitu saja kebaikan Farhan yang mungkin sudah menabung dengan susah payah. “Simpan saja, Kak.” Senyuman teduh Farhan, “
Erzhan tidak memberikan jawaban karena persyaratan yang diberikan sang ayah tidak dapat dipenuhinya. Jadi Maria kembali berkata dengan sangat lembut, mencoba memberikan usulan secara tidak langsung, “Nak, kembalilah bekerja di perusahaan papa ....” Saat kalimat ibunya telah usai, barulah Erzhan menyahut, “Erzhan memang ingin kembali ke perusahaan, tapi ... sayangnya Erzhan tidak akan bisa jika tidak mengecewakan papa dan mama karena saat ini Erzhan sangat menginginkan Amira dan ingin menikahi Amira secepatnya.”“Erzhan!” Cakrawala tidak dapat menahan diri maka dia menghardik putranya di hadapan istrinya.“Pa ....” Maria segera angkat bicara sebelum emosi Cakrawala semakin meledak-ledak. Kini, suaminya mendesah penat dengan penuh kekesalan, tetapi pria itu tidak membuka mulutnya sama sekali hingga wanita ini memiliki lebih banyak kesempatan untuk bicara, “Pa ... bukankah lebih baik kita memikirkan kebahagiaannya Erzhan. Mungkin putra kita akan lebih bahagia jika bersama wanita pilihan
Saat ini Erlangga berhasil menghubungi kekasih gelapnya, tetapi obrolan keduanya sangat propesional karena ini adalah lingkungan terlarang untuk mengumbar kemesraan. “Ini saya, Erlangga. Saya mendapatkan kunjungan dari ibu kamu. Jika bisa, datanglah ke ruangan saya.”“Hah, mama ada di ruangan bapak?” kaget dan heran Tasya.“Iya, ibu kamu sedang berada di ruangan saya. Apa saya mengganggu jadwal kamu jika mengundang kamu datang kesini sekarang juga?” Nada suara berwibawa Erlangga selayaknya seorang petinggi. “Eu ... ya sudah, Tasya kesana,” ragunya, tetapi dirinya harus mengetahui tujuan ibunya datang kemari. Gadis ini menerka-nerka, “Apa mama akan memermasalahkan tentang kak Ami lagi? Astaga ... kasihan sekali kakak, padahal barusaja kakak mendapatkan penyerangan dari seorang wanita!” Tasya akan sangat menyayangkan sikap ibunya jika dugaannya benar. Tidak lama waktu yang ditempuhnya menuju ruangan Erlangga karena saat ini dirinya sedang tidak memiliki jadwal apapun. Ketukan pintu ha