Saat ini Tasya melewati lorong yang dihuni Erzhan. ‘Itu kan ....’ Belum selesai dirinya bergumam di dalam hati, Erzhan berkata.“Jangan katakan pada Amira saya di sini, kira-kira kapan Amira keluar dari kamarnya?”“Saat latihan, tapi aku tidak tahu kapan kak Ami akan berlatih.” Tasya memberikan jawaban seiring menduga-duga. ‘Sepertinya Erzhan tidak ingin kehilangan kakak.’“Baiklah. Jangan katakan saya di sini, saya akan menunggu Amira sampai keluar dari kamar,” ulang Erzhan.“Ya.” Anggukan Tasya seolah dirinya anak patuh dan polos seperti Amira. “Eu-kalau boleh tahu, apa benar hubungan kalian berakhir? Yang aku dengar begitu.” Rasa ragu mengudara, hanya saja rasa penasarannya lebih besar.“Tidak, Amira hanya sedang marah padaku.” Erzhan tidak akan pernah menganggap hubungan palsu mereka berakhir, bahkan dia akan berusaha membuat hubungan palsu ini menjadi nyata.“Begitu ya, kakak tidak pernah macam-macam, kakak juga mudah memaafkan. Aku rasa kalau kamu berjuang sedikit lagi pasti kak
Amira barusaja bisa bernapas normal setelah berjauhan dari Erzhan. “Apa yang dia lakukan tadi? Dia sangat lancang, apalagi itu tempat umum, bagaimana kalau ada orang lewat kan malu ..., terus ....” Gadis ini tidak melanjutkan kalimatnya karena jantungnya sudah berdebar sangat cemas. “Di lorong kan ada CCTVnya. Ya ampun ... malu sekali ...!” raungnya.“Ish, bitch!” Kerlingan mata seorang gadis mengarah langsung pada Amira saat melewatinya. “Bisa-bisanya berciuman di tempat umum. Kamu pikir tidak ada yang melihat? Aku sampai terkejut dan bersembunyi di balik dinding. Astaga ....” Kedua lengannya melipat di depan dada, tatapannya menatap Amira sangat jijik.“I-itu bukan berciuman. Erzhan cuma mengambilkan sisa makanan di dekat bibirku!” Amira harus berusaha terlepas dari kasus baru yang menimpanya setelah disebut sebagai pacar sugar dady.“Tidak usah ngeles deh. Sudah jelas kok!” Kedua matanya memutar malas, kemudian menghidupkan layar handphonenya, menujukan foto wajah Amira yang tidak
Alisha mendapatkan simpati dari semua orang, sedangkan Amira semakin terpuruk bahkan dia mendapatkan cemoohan langsung di hadapan wajahnya yang masih menunduk. Beberapa orang menyiarkannya dalam akun sosial media mereka hingga tidak butuh waktu lama, berita tentang Amira kembali viral. ‘Pelakor. Memacari sugar dady untuk uang.’ Itu adalah kalimat jahat yang tertera di sana.Saat ini perias dan crue barusaja keluar dari ruangan setelah salah satu trainee ramai di dunia maya. “Apa yang kalian lakukan!” Seorang crue segera menegur semua trainee yang berkumpul, kemudian meraih Amira untuk membantunya bangun.Saat ini, Erlangga juga tiba di lokasi kejadian. “Ada apa ini? Matikan kamera kalian!” Tatapannya mengiris maka tidak satu pun berani membantah. Tatapannya membaur pada semua orang termasuk Alisha-wanita yang tidak dikenalinya. Terakhir, dia menatap Amira yang berada dalam pelukan salah satu crue. “Bawa Amira ke tempat aman,” titah lembutnya, kemudian mendengus kecil ke arah semua ora
Amira berjalan keluar ruang rawat, pergelangan tangannya memiliki perban tebal supaya tidak terlalu banyak bergerak. Sorot matanya kosong karena hidupnya sangat rumit semenjak mengenal Erzhan, tetapi lebih tepatnya semenjak ibunya berniat menjualnya pada pria hidung belang. Hanya saja di titik itu gadis ini tidak bisa terlalu menyalahkan Fatma karena dia sadar diri tidak dapat membantu perekonomian, walaupun langkah yang diambil ibu tirinya tetap salah.Amira mendesah, meratapi nasibnya. Dia terduduk layu di atas sofa yang berada di dekat ruang rawat. “Hidup jadi aku tidak enak. Apa yang harus aku lakukan sekarang?” Yang menjadi bahan kekhawatiran Amira bukanlah wajahnya yang tersebar di media sosial, melainkan nasibnya besok atau satu jam kemudian, atau bisa saja di menit kemudian dia mendapatkan nasib buruk.Tidak ada siapapun di lorong ini karena ini lorongnya orang-orang yang membutuhkan pertolongan, maka Amira bisa sedikit bersantai seiring menikmati embusan angin lewat ac. Dia j
Seketika Amira terhenyak saat mendengar ancaman Fatma. Rumah peninggalan ayahnya adalah satu-satunya yang Amira punya, di sana terdapat banyak sekali kenangan masa-masa kebahagiaannya bersama ayah dan ibunya. Gadis ini anak satu-satunya, lahir dan dibesarkan di sana. Tentu saja dia tidak ingin aset terbaik keluarganya hilang. "Ma, Ami kangen rumah ... Ami mau ke rumah ...." Kalimat ini diutarakan dengan volume biasa saja, tidak ada bisikan sama sekali. Maka, Zulaiha dan Farhan juga mendengarnya. Setelah Amira menyelesaikan kalimatnya, saat itu Fatma melepaskan pelukan palsunya sekalian melepaskan punggung anak tirinya yang diremas kasar. Wanita ini segera memberikan senyuman hangat seiring memandangi Amira. "Silakan Sayang ... pintu rumah terbuka kapanpun kamu kembali." Melihat adegan manis ini membuat Zulaiha tenang karena Fatma menyayangi Amira selayaknya menyayangi Tasya. Jadi, Amira hanya singgah sesaat di kediaman tantenya. Dia bergegas menuju kediamannya bersama Fatma untuk me
Kedua mata indah Amira memanas, ingin menangis karena serumit ini menjalani hidup bersama seorang ibu tiri. ‘Mama pernah menjualku, aku pernah hampir kehilangan keperawanan dan menjadi pelacur, melayani pria manapun termasuk pria gemuk seperti ini. Tapi ... haruskan sekarang aku melakukannya setelah dulu Erzhan menyelamatkanku, apakah sekarang Erzhan akan membawaku lagi dari tempat ini?’Pria gembil ini menjentikan kedua jemarinya hingga menimbulkan suara ringan, maka satu orang ajudannya segera meraih koper yang tersimpan di dalam lemari di ruangan tersebut, kemudian membukanya. Seketika, kedua mata Amira dibuat terpana saat menyaksikan tumpukan uang merah yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, di saat bersamaan pria gembil ini melanjutkan kalimatnya, “Semua uang ini milikmu, saya memberikannya cuma-cuma, jika kurang katakan saja.” Seringainya semakin genit bersama keyakinan jika gadis di hadapannya akan tergiur oleh tumpukan kertas penakluk banyak hal ini termasuk wanita. Saat ini
Mau tidak mau akhirnya Amira harus mengikuti langkah Erzhan hingga keduanya duduk bersisian di dalam mobil. “Kenapa menangis?” Perhatian pria ini tercuri pada mata sembab Amira.Wajah Amira segera berpaling. “Bukan urusan kamu!” ketusnya karena dia harus membuat Erzhan menjauhinya jika dia tidak berhasil menjauhi si pria seperti saat ini, saat Erzhan terus mengejarnya.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apapun lagi tentang privasi kamu. Tapi berhentilah menjauhiku.” Erzhan tidak berbasa-basi. Tatapan matanya terus mengarah pada Amira walaupun si gadis tidak memandangnya.“Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!” Sikap Amira semakin ketus dan dingin.“Apa karena pertemuan dengan orangtuaku yang membuat kamu begini” Abaikan papa, sudah berulang kali aku katakan.”“Kamu yang harus aku abaikan.” Leher Amira tidak pernah menoleh sedikit pun pada Erzhan.“Ami, aku mohon, jangan seperti ini terus ....” Erzhan tidak enggan memohon, tetapi hanya pada Amira dan Maria.Amira hendak meninggalkan mobi
Amira kembali menemui Farhan. “Kakak boleh pinjam lima juta?” Gadis ini tidak berbasa-basi hingga keponakannya menghentikan permainan gitarnya, disimpan di sisinya. “Boleh, Kak.” Anggukan ditambahkan. “Tapi ... tidak tahu kapan Kakak akan mengembalikannya,” jujur Amira supaya Farhan tidak berharap uangnya segera kembali. Farhan menyodorkan sebuah snek yang menjadi camilannya. “Jangan terburu-buru, Farhan tidak akan menagih.”“Baikkah ...,” desah Amira, “terimakasih ya.” Entah apa yang harus dilakukannya pada Farhan untuk membalas budi baik keponakannya. Jadi, saat mendapatkan uang sebesar lima juta Amira barusaja kembali ke kediamannya. Dahi gadis ini berkerut dalam saat melihat ibunya memersiapkan banyak kardus, kemudian perasaan cemas merajang, “Ma, apa rumahnya sudah Mama jual? Tapi kan Ami sudah meminta waktu untuk mencari uang supaya Ami bisa berhenti menjadi trainee!” “Sssttt,” desis Fatma dengan lembut, “bicaranya jangan keras-keras, bos kamu sedang ikut ke kamar mandi.”“