Awan tidak tahu, apa ia harus bangga atau sedih dengan sikap keduanya. Tapi, Awan sama sekali tidak menaruh dendam pada keduanya. Bagi Awan, sikap mereka padanya dulu, seperti orang yang sedang kehilangan arah. Hanya butuh seseorang untuk mengingatkan pada mereka, bahwa apa yang mereka lakukan itu salah."Bangunlah! Bukankah kita ini teman? Aku sudah melupakannya." Jawab Awan dan meminta mereka berdiri."Benarkah?" Tanya keduanya dengan tatapan berbinar.Awan mengangguk dan tersenyum pada keduanya, "Iya, bangunlah!"Seila dan Caitlin akhirnya bisa bersikap lebih cair setelah mereka mengakui kesalahan masa lalu mereka terhadap Awan. Saat itu, Awan hanya mengingatkan agar mereka bisa merubah karakter mereka. Seharusnya, sifat manusia itu seperti padi, semakin kaya atau semakin berisi dirinya, mereka akan semakin menunduk.Caitlin dan Seila dengan terus terang mengakui bahwa mereka malu dengan diri mereka yang di masa lalu. Awan yang mereka hina, justru adalah orang kaya yang sesungguhny
Ketika Fadly turun dari mobilnya, semua orang berlutut dengan kepala menunduk untuk menyambut kedatangannya.Sudut bibir Fadly mengembang, penyambutan penuh kepatuhan seperti itu menghadirkan rasa bangga dalam dirinya. Naomi yang berdiri paling depan hanya sekilas diliriknya. Fadly yang mengenakan setelan jas hitam yang mewah, berikut dengan atribut bermerek yang melekat di tubuhnya, tampak begitu percaya diri ketika berjalan masuk ke dalam Villa. Di dekatnya ada seorang pria botak dengan wajah serius, terlihat begitu dingin dan selalu setia mengawal setiap langkah Fadly."Tidak ku sangka, selera pria ini lumayan juga. Dia bisa merancang Villa sebagus ini dan bahkan hampir menyamai rumah utama."Ketika langkah kaki Fadly sampai di dalam Villa, puluhan pelayan yang ada di dalam sana secara serentak berlutut dan menundukkan kepala mereka."Tidak buruk! Sampah-sampah ini tahu juga bagaimana harusnya mereka berperilaku, hahaha!" Ujar Fadly dengan kepala menengadah melewati semua pelayan.
Pengawal Fadly dengan kejam bersiap menyarangkan jurus tapak budhanya ke arah Rose dan Gina. Jika mereka terkena serangan seperti itu, keduanya bisa dipastikan akan tamat seketika itu juga.Rupanya, Fadly tidak berniat melepaskan kedua wanita ini karena dianggap tidak menghormati dirinya. Menurut Fadly, tidak ada hukuman yang lebih pantas atas ketidaktahuan mereka, selain dari kematian.Tapak pria botak tersebut hanya berjarak beberapa senti lagi dari Rose dan Gina, sebelum sebuah cahaya berwarna kebiruan secara tiba-tiba memblokir serangannya.Benturan itu sendiri menghadirkan suara ledakan yang cukup keras, sampai-sampai sofa ruang tamu yang berada paling dekat dari mereka langsung terbalik terkena imbasnya.Pria botak tersebut terkejut, namun cukup terlambat untuk menarik kembali serangannya. Satu hal yang membuatnya menyesal dengan serangannya adalah karena ia hanya menempatkan 30 persen kekuatannya dan akibatnya, sosok yang baru saja memblokir serangannya, berhasil memukul mundur
Charlote juga terbelalak ngeri dengan tindakan Awan barusan. Ini akan semakin memperburuk posisi Awan dihadapan para tetua. Tapi sepertinya, Awan terlihat tidak peduli sama sekali dengan semua itu. Charlote bisa merasakan hawa panas di sebelahnya, karena ia berdiri tepat di sebelah Awan. Hawa panas tersebut berasal dari kemarahan Awan."Utusan Fadly, tolong jangan mempersulit ini. Saat ini, anda sedang bicara dengan ketua klan kita." Ucap Charlote coba menengahi situasi panas yang sedang terjadi.Glek!Fadly tercengang! Saat itu, ia hampir mengira jika Charlote salah bicara. Namun, setelah beberapa detik berlalu, ia menyadari itu adalah kenyataan yang sebenarnya. Hal itu, membuat berdiri Fadly menjadi gelisah.Barusan ia telah terang-terangan mengancam pria di depannya itu, tanpa tahu bahwa pria yang sedang di ancamnya adalah ketua klannya. Selama ini, Awan belum pernah menjajakan kakinya di kediaman utama keluarga Sanjaya yang terletak di pulau Northbay, Hongkong. Sehingga, banyak da
Apalagi saat ini, dari informasi yang ia dapatkan, ketua klan tidak lagi memiliki zhansen di dalam dirinya. Itu artinya, ketua klan berada dalam posisi yang sangat lemah.Seringai Fadly segera mengembang. Ia merada tidak perlu lagi takut terhadap Awan. Sebaliknya, ia kembali terlihat percaya diri, keangkuhannya telah kembali."Arta, kamu benar. Saya adalah utusan suci tetua klan. Meski dia adalah ketua klan, posisiku saat ini masih lebih mulia dibanding ketua klan. Aku mengijinkanmu untuk menghukum ketua klan yang tidak tahu diri ini atas nama para tetua." Ujar Fadly dengan mata menyala-nyala."Baik, tuan!"Arta Boga melemaskan jari-jarinya. Ia masih penasaran, karena Awan telah mempermalukannya dengan menganggalkan serangannya. Begitu mendapat perintah dari Fadly, Arta tidak akan ragu untuk mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menyerang Awan. Sebagai seorang petarung, menemukan musuh yang dapat mengimbangi mereka, merupakan suatu kenikmatan yang tiada duanya.Tidak terkecuali, Art
Arta bahkan belum sempat menghimpun kekuatan puncaknya dan ternyata Awan sudah lebih dulu menyerangnya. Arta bertanya-tanya, 'Bagaimana Awan bisa menghimpun kekuatan serangan sekuat ini tanpa membuat kuda-kuda sama sekali?'Ekspresinya penuh tanda tanya, namun Awan mengabaikannya."Maaf mengecewakanmu, tapi aku tidak bisa membiarkanmu menghimpun kekuatan puncakmu atau tidak, Villaku ini akan hancur karena seranganmu. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi!" Ucap Awan dengan senyum main-main.Lebih lanjut, Awan berkata, "Seperti ucapanku sebelumnya. Kamu telah menolak perintahku! Jadi, aku akan memberikan kematian yang menyakitkan untukmu."Arta Boga masih belum paham dengan maksud dibalik kalimat Awan, karena masih tidak percaya dengan kekalahannya. Namun, sebuah rasa sakit dilengan kirinya langsung menyentak kesadarannya. Tangan kiri Arta sudah patah dengan sebuah lobang memutus pertengahan sikunya."Argghh.." Tangan kiri Arta Boga tiba-tiba saja sudah patah dan terkulai lemah.Meliha
Fadly merasakan seluruh tubuhnya membeku, dia bahkan tidak berani menggerakkan satu jari pun tanpa ijin dari Awan. Sosok Awan dalam benaknya, seperti malaikat pencabut nyawa. Awan telah menanamkan rasa takut yang luar biasa sampai ke dasar hatinya.Semua kesombongan yang sempat ia tunjukkan di awal kedatangannya, kini seakan hilang tidak berbekas dan berganti dengan ketakutan yang luar biasa. Hidupnya tergantung keputusan Awan, apa ia masih mengijinkannya untuk hidup atau justru Fadly akan bernasib sama dengan pengawalnya.Saat itu, Awan duduk di sofa bagian tengah layaknya seorang raja dengan Fadly berlutut tidak jauh di depannya. Fadly bukannya tidak diijinkan berdiri saat itu. Hanya saja, kakinya terasa lemah seperti agar-agar, karena pertunjukan mengerikan yang diperagakan Awan, telah meruntuhkan nyalinya.Tanpa mempedulikan status Fadly, Awan berkata, "Bagus, seharusnya kamu bersikap seperti ini dari awal. Jadi aku tidak perlu membunuh orang hari ini.""Seorang utusan, tetaplah u
"Bagus, sepertinya kamu telah bersedia bertanggung jawab." Ucap Awan dengan ekspresi gembira.Sebaliknya, Fadly justru ingin menangis saat itu juga, 'Kapan aku mengatakan bersedia?' ratapnya dalam hati. Tapi, ia tidak berani membantah ucapan Awan sedikitpun. Bayangan kematian Arta Boga yang dibakar dengan api birunya Awan, begitu menghantuinya.Fadly tidak ingin dibunuh dengan cara yang sama."Baiklah, mari kita bicara tentang penamparan yang kamu lakukan. Berapa kali dan berapa orang yang telah kamu tampar tadi?"Glek!Fadly mengangkat kepalanya sedikit untuk melirik Awan. Ia takut, jika ia bicara jujur, ia akan menanggung siksaan yang berat. Namun, ia juga tidak bisa berbohong, karena di dekat Awan ada Naomi. Kepala pelayan dan orang pertama yang ia tampar saat datang ke Vila ini.Apalagi, saat ini jejak tamparannya masih tertinggal jelas di wajah Naomi. Tampak, wajah Naoimi masih memerah dan sedikit bengkak. Ia tidak mungkin bisa menghindar, jika seandainya Naomi angkat bicara.Akh