Aldo sampai melihat pada Andini, ia belum mengenal siapa wanita ini. Tapi, melihat dia yang sedari tadi terus berada di sisi Awan, Aldo merasa jika Andini pasti memiliki kedekatan khusus dengan Awan."Nona, tolong katakan pada Awan untuk berhenti! Keselamatannya bisa terancam jika terus memaksa melakukannya." Ucap Aldo memohon.Andini juga merasa gelisah dan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Tentu saja, ia tidak ingin Awan sampai kenapa-kenapa. Andini segera memegang lengan Awan dari samping, "Tuanku, kumohon berhentilah!" Mohon Andini mulai menangis karena kekhawatirannya terhadap keselamatan Awan.Saat tangan mereka bersentuhan, Andini merasakan energi murninya tanpa sengaja terhisap ke dalam tubuh Awan. Berdasarkan persepsinya saat ini, energi murninya ikut melebur ke dalam diri Awan untuk kemudian disalurkan menjadi energi alam yang di keluarkan Awan untuk menyembuhkan penduduk kampung.Selanjutnya, tanpa ragu, Andini menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Awan. Selama itu, d
Saat Awan terbangun, waktu sudah menunjukkan lewat pertengahan malam. Awan saat itu hanya ditemani oleh Chiya dan Andini di dekatnya. Awan mengerjapkan mata beberapa kali dan mengenali kamar tempat ia terbangun saat ini adalah kamarnya Aldo, sahabatnya.Awan tidak asing dengan suasana dan juga furnitur yang ada di dalam ruangan tersebut, karena di masa lalu ia sering menginap di sini bersama dengan Fadhil. Mereka adalah tiga orang sahabat yang tidak terpisahkan. Melihat Awan membuka matanya, Chiya dan Andini tersenyum senang."Awan-san, anda sudah bangun?""Tuanku!" Sapa Andini singkat.Andini sempat merasa sangat canggung setelah sebelumnya, Annisa dengan terang-terangan meminta dirinya untuk menemani Awan sampai ia sadarkan diri, karena Annisa harus pergi untuk melihat kondisi orang tuanya.Apa Annisa telah menyerah? Tentu saja tidak. Justru itulah yang membuat Andini menjadi sungkan pada Annisa sekarang. Wanita ketika mempercayakan pria yang dicintainya untuk dijaga oleh wanita la
Tangis Annisa yang sedari tadi coba ditahannya, akhirnya pecah begitu melihat Adik laki-laki dan juga ayahnya meninggal. Keadaan mereka sudah sangat kritis dengan tubuh penuh luka akibat tebasan senjata tajam. Mereka berdua tewas, saat beberapa anak buah Samba coba melecehkan kehormatan bu Atik, ibunya Annisa. Mereka bertarung dengan sangat gagah melawan para penjahat ini.Annisa tidak kuasa menahan tangisnya, dua orang lelaki yang sangat disayanginya itu telah pergi untuk selamanya. Beberapa sahabat dekat Annisa, tetangga dan juga kerabatnya, coba menenangkannya. Mereka semua telah mengalami malam yang buruk hari ini, tidak sedikit dari warga Kampung Tuo yang menjadi korban dari aksi penyerangan Samba dan pasukannya. Total, ada empat puluh sembilan orang yang meninggal, termasuk dengan meninggalnya ayah dan juga saudara laki-lakinya Annisa barusan."Sa, kamu yang sabar, ya!""Yang sabar, nak! Ini ujian dari yang kuasa. Kamu harus tabah menjalaninya."Hibur mereka coba menguatkan An
Langit di atas Kampung Tuo pagi ini begitu mendung, seiring dengan duka semua orang yang telah kehilangan sanak keluarganya. Semua wajah tampak penuh dengan kesedihan karena kehilangan anggota keluarga mereka.Beberapa pemuda dan pria dewasa sudah selesai menggali makam di tanah pemakaman yang ada di kaki bukit hutan larangan. Beberapa pemuka masyarakat memimpin langsung acara pemakaman warga yang tewas, paginya.Tidak ada keceriaan, bahkan para anak kecil sekalipun yang biasa ceria karena banyaknya orang yang datang melayat ke kampung mereka, ikut menangis sedih dan coba ditenangkan oleh orang tua mereka.Ini adalah kehilangan dan juga kesedihan terbesar yang pernah terjadi di Kampung Tuo. Duka ini, ternyata tidak hanya menjadi milik warga Kampung Tuo semata. Warga dari kampung yang bertetanggaan dengan Kampung Tuo turut hadir untuk menyelenggarakan pemakaman pagi itu.Setelah selesai dengan acara pemakaman, Awan masih berada di rumah Annisa bersama dengan beberapa teman dan juga ke
"Aku akan menunggu uda kembali. Tidak peduli berapa pernama pun lamanya, aku akan tetap menunggu. Bagiku, hidupku hanya milik uda. Tidak akan pernah ada yang lain." Ucap Andini saat akan melepas kepergian Awan. Andini tidak lagi memanggil Awan dengan panggilan 'tuanku' sebagaimana biasanya. Itu karena dalam hatinya, Awan sudah ia anggap sebagai kekasihnya. Ia ingin memperlakukan Awan sebagaimana Annisa memperlakukan Awan. Andini bahkan tidak keberatan, jika ia menjadi yang kedua sekalipun, selama ia bisa bersama Awan.Karena pada kenyataannya, ia dan Annisa tinggal di alam yang berbeda.Awan bisa bersama Annisa ketika berada di alam manusia. Tapi, ketika kembali ke alam bangsa harimau, Awan akan menjadi milik Andini seutuhnya, begitu pikir Andini.Sehingga, perlakuan Andini sekarang adalah perlakuan layaknya seorang istri yang sedang melepas pergi suaminya.Kalimat Andini adalah bentuk dari keteguhan hatinya yang sudah tidak bisa lagi tergoyahkan.Malam itu, Awan sengaja pergi ke ala
Paginya, saat mengetahui Awan akan berangkat hari itu. Para pemuka masyarakat dan pemuka adat secara serempak mendatangi rumah Aldo, yang menjadi rumah singgah Awan untuk sementara. Karena rumah keluarganya masih rusak karena pertempuran malam sebelumnya.Kedatangan mereka bertujuan untuk menjadikan Awan sebagai pemimpin kampung, seperti halnya kakek Awan di masa lalu. Tentu saja, di samping karena faktor keturunan, mereka juga menilai dari kemampuan Awan. Bahkan kemampuan Awan saat ini, mereka nilai sudah melampaui kemampuan kakeknya. Mereka melihat sendiri kekuatan Awan menyembuhkan semua orang sekaligus dan mereka semua kagum. Karena itu, mereka semua sepakat untuk menjadikan Awan sebagai kepala kampung dan pemuka masyarakat. Yang oleh orang minang disebut, 'Pai tampek batanyo, pulang tampek babarito', artinya Awan dapat menjadi panutan dan teladan bagi semua orang di kampungnya.Hanya saja, Awan menolak ide ini. Dia beralasan, "Tidak bisa, Angku. Bagiku, seorang pemimpin harus b
Awan kembali siang itu bersama dengan Noura. Chiya sendiri, sengaja ditinggal Awan di Kampung Inyiak Tuo untuk menemani dan menjaga Annisa. Ini adalah masa transisi yang berat bagi Annisa, setelah kehilangan keluarganya. Meski sudah ada sahabat-sahabat Annisa yang menemani dan menghiburnya, namun Awan merasa lebih tenang jika ada seseorang yang bisa menjaga Annisa."Dek, kamu serius dengan pilihanmu?" Tanya Noura entah untuk yang ke berapa kalinya.Awan berpaling pada Noura dengan ekspresi sedikit cemberut, "Iya dan aku tidak pernah seserius ini, kak. Aku tidak mau, pengalaman dengan Angel terulang kembali. Aku ingin segera menghalalkan Annisa dan membentuk rumah tangga dengannya."Noura diam sesaat, lalu kembali mengajukan pertanyaan selanjutnya yang belum sempat ditanyakannya pada Awan. Dan itu pula alasan yang membuat ia terkesan cerewet dengan mengulangi pertanyaan yang sama sampai berulang kali, "Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Amanda nanti? Sudahkah kamu mempertimbangkannya d
Setelah selesai mengambil barang dan menyelesaikan beberapa formalitas di bandara, keduanya keluar dan ternyata, mereka sudah di tunggu oleh Lana, Chintya dan Rose.Dari kejauhan, Noura sempat mencandai Awan, "Lihat mereka! Mereka pasti juga berharap menjadi salah satu dari pasanganmu, dek."Awan langsung terbatuk mendengar omongan kakaknya, "Kak, mereka itu hanya...""Hanya apa? Pelayan? Bawahan? Teman? Itu menurut kamu. Kakak yakin, mereka juga berharap menjadi wanita spesialmu. Kalau gak percaya, buktikan saja!" Sela Noura meledek Awan."Kak..." Awan hendak protes kalimat Noura, tapi kakak sepupunya itu sudah pergi dengan cueknya meninggalkan dirinya."Tuan muda, selamat datang kembali." Sapa Lana hangat dengan senyum khasnya.Awan sempat melihat tatapan tiga wanita cantik tersebut sekilas. Memang Awan sudah kehilangan kemampuan membaca pikiran milik Gumara, seiring lenyapnya spirit raja bangsa harimau tersebut di dalam dirinya. Namun, dengan kemampuan Awan saat ini, ia bisa merasa