Tangis Annisa yang sedari tadi coba ditahannya, akhirnya pecah begitu melihat Adik laki-laki dan juga ayahnya meninggal. Keadaan mereka sudah sangat kritis dengan tubuh penuh luka akibat tebasan senjata tajam. Mereka berdua tewas, saat beberapa anak buah Samba coba melecehkan kehormatan bu Atik, ibunya Annisa. Mereka bertarung dengan sangat gagah melawan para penjahat ini.Annisa tidak kuasa menahan tangisnya, dua orang lelaki yang sangat disayanginya itu telah pergi untuk selamanya. Beberapa sahabat dekat Annisa, tetangga dan juga kerabatnya, coba menenangkannya. Mereka semua telah mengalami malam yang buruk hari ini, tidak sedikit dari warga Kampung Tuo yang menjadi korban dari aksi penyerangan Samba dan pasukannya. Total, ada empat puluh sembilan orang yang meninggal, termasuk dengan meninggalnya ayah dan juga saudara laki-lakinya Annisa barusan."Sa, kamu yang sabar, ya!""Yang sabar, nak! Ini ujian dari yang kuasa. Kamu harus tabah menjalaninya."Hibur mereka coba menguatkan An
Langit di atas Kampung Tuo pagi ini begitu mendung, seiring dengan duka semua orang yang telah kehilangan sanak keluarganya. Semua wajah tampak penuh dengan kesedihan karena kehilangan anggota keluarga mereka.Beberapa pemuda dan pria dewasa sudah selesai menggali makam di tanah pemakaman yang ada di kaki bukit hutan larangan. Beberapa pemuka masyarakat memimpin langsung acara pemakaman warga yang tewas, paginya.Tidak ada keceriaan, bahkan para anak kecil sekalipun yang biasa ceria karena banyaknya orang yang datang melayat ke kampung mereka, ikut menangis sedih dan coba ditenangkan oleh orang tua mereka.Ini adalah kehilangan dan juga kesedihan terbesar yang pernah terjadi di Kampung Tuo. Duka ini, ternyata tidak hanya menjadi milik warga Kampung Tuo semata. Warga dari kampung yang bertetanggaan dengan Kampung Tuo turut hadir untuk menyelenggarakan pemakaman pagi itu.Setelah selesai dengan acara pemakaman, Awan masih berada di rumah Annisa bersama dengan beberapa teman dan juga ke
"Aku akan menunggu uda kembali. Tidak peduli berapa pernama pun lamanya, aku akan tetap menunggu. Bagiku, hidupku hanya milik uda. Tidak akan pernah ada yang lain." Ucap Andini saat akan melepas kepergian Awan. Andini tidak lagi memanggil Awan dengan panggilan 'tuanku' sebagaimana biasanya. Itu karena dalam hatinya, Awan sudah ia anggap sebagai kekasihnya. Ia ingin memperlakukan Awan sebagaimana Annisa memperlakukan Awan. Andini bahkan tidak keberatan, jika ia menjadi yang kedua sekalipun, selama ia bisa bersama Awan.Karena pada kenyataannya, ia dan Annisa tinggal di alam yang berbeda.Awan bisa bersama Annisa ketika berada di alam manusia. Tapi, ketika kembali ke alam bangsa harimau, Awan akan menjadi milik Andini seutuhnya, begitu pikir Andini.Sehingga, perlakuan Andini sekarang adalah perlakuan layaknya seorang istri yang sedang melepas pergi suaminya.Kalimat Andini adalah bentuk dari keteguhan hatinya yang sudah tidak bisa lagi tergoyahkan.Malam itu, Awan sengaja pergi ke ala
Paginya, saat mengetahui Awan akan berangkat hari itu. Para pemuka masyarakat dan pemuka adat secara serempak mendatangi rumah Aldo, yang menjadi rumah singgah Awan untuk sementara. Karena rumah keluarganya masih rusak karena pertempuran malam sebelumnya.Kedatangan mereka bertujuan untuk menjadikan Awan sebagai pemimpin kampung, seperti halnya kakek Awan di masa lalu. Tentu saja, di samping karena faktor keturunan, mereka juga menilai dari kemampuan Awan. Bahkan kemampuan Awan saat ini, mereka nilai sudah melampaui kemampuan kakeknya. Mereka melihat sendiri kekuatan Awan menyembuhkan semua orang sekaligus dan mereka semua kagum. Karena itu, mereka semua sepakat untuk menjadikan Awan sebagai kepala kampung dan pemuka masyarakat. Yang oleh orang minang disebut, 'Pai tampek batanyo, pulang tampek babarito', artinya Awan dapat menjadi panutan dan teladan bagi semua orang di kampungnya.Hanya saja, Awan menolak ide ini. Dia beralasan, "Tidak bisa, Angku. Bagiku, seorang pemimpin harus b
Awan kembali siang itu bersama dengan Noura. Chiya sendiri, sengaja ditinggal Awan di Kampung Inyiak Tuo untuk menemani dan menjaga Annisa. Ini adalah masa transisi yang berat bagi Annisa, setelah kehilangan keluarganya. Meski sudah ada sahabat-sahabat Annisa yang menemani dan menghiburnya, namun Awan merasa lebih tenang jika ada seseorang yang bisa menjaga Annisa."Dek, kamu serius dengan pilihanmu?" Tanya Noura entah untuk yang ke berapa kalinya.Awan berpaling pada Noura dengan ekspresi sedikit cemberut, "Iya dan aku tidak pernah seserius ini, kak. Aku tidak mau, pengalaman dengan Angel terulang kembali. Aku ingin segera menghalalkan Annisa dan membentuk rumah tangga dengannya."Noura diam sesaat, lalu kembali mengajukan pertanyaan selanjutnya yang belum sempat ditanyakannya pada Awan. Dan itu pula alasan yang membuat ia terkesan cerewet dengan mengulangi pertanyaan yang sama sampai berulang kali, "Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Amanda nanti? Sudahkah kamu mempertimbangkannya d
Setelah selesai mengambil barang dan menyelesaikan beberapa formalitas di bandara, keduanya keluar dan ternyata, mereka sudah di tunggu oleh Lana, Chintya dan Rose.Dari kejauhan, Noura sempat mencandai Awan, "Lihat mereka! Mereka pasti juga berharap menjadi salah satu dari pasanganmu, dek."Awan langsung terbatuk mendengar omongan kakaknya, "Kak, mereka itu hanya...""Hanya apa? Pelayan? Bawahan? Teman? Itu menurut kamu. Kakak yakin, mereka juga berharap menjadi wanita spesialmu. Kalau gak percaya, buktikan saja!" Sela Noura meledek Awan."Kak..." Awan hendak protes kalimat Noura, tapi kakak sepupunya itu sudah pergi dengan cueknya meninggalkan dirinya."Tuan muda, selamat datang kembali." Sapa Lana hangat dengan senyum khasnya.Awan sempat melihat tatapan tiga wanita cantik tersebut sekilas. Memang Awan sudah kehilangan kemampuan membaca pikiran milik Gumara, seiring lenyapnya spirit raja bangsa harimau tersebut di dalam dirinya. Namun, dengan kemampuan Awan saat ini, ia bisa merasa
"Berhenti! Apa kalian telah membuat janji dengan tuan Rocky sebelumnya?"Kendaraan yang ditumpangi Awan diberhentikan oleh para penjaga, saat mereka akan memasuki gerbang masuk Villa Nirawana. Tidak hanya itu, cara penjaga tersebut menghentikan mereka terkesan begitu dingin dan ketus. Mereka beranggapan, selain Rocky dan orang-orangnya, maka tidak ada orang yang perlu mereka hadapi. Bagaimana pun, mereka yang berjaga di sana adalah para gengster bawah tanah. Mereka tidak peduli yang namanya sopan santun untuk menghormati orang lain. Memang, semenjak Rocky mengambil alih Villa Nirwana secara sepihak, semua personel keamanan di Villa Nirwana hingga RA Commercial Street telah diganti dengan orang-orangnya. Tentu saja, Rocky tidak mempekerjakan sendiri orang-orang yang dibawanya. Melainkan, mempekerjakan salah satu gengster yang berkuasa di ibu kota.Termasuk, mereka yang saat ini menjaga gerbang masuk Villa Nirwana.Mereka sama sekali tidak terlihat profesional dan terkesan sangat kej
"Cuk, gila lu bisa dapat cewek kayak ginian." Ucap salah satu pria yang baru saja keluar dari posko jaga. Matanya tampak seperti mesin scanner saja, memperhatikan setiap lekuk di tubuh Lana dan Chintya. Bahkan hanya dengan melihatnya saja, sudah membuat jakunnya turun naik dan tidak sabar untuk segera menikmati ke dua dara cantik di depannya itu."Eh, gimana kalau mereka ternyata cewek bookingan bos Rocky?" Bisik yang lainnya, bertanya ragu."Sudah, lu diam saja! Yang penting kita garap dulu saja di sini. Abis itu kita bersihin! Icip-icip dikit gak apa-apa, lah." Jawab temannya yang sudah tidak mampu menahan sange nya. Memang, wajah Lana dan Chintya terlihat imut seperti girl band asal nageri ginseng."Kak gimana kalau kita kebiri dulu sebelum membunuh mereka?" Tanya Chintia yang merasa kesal dengan bisik-bisik tak senonoh para penjaga. "Hehehe, cantik-cantik bicara kamu mengerikan sekali, nona! Kalian berdua pasti wanita pesanan bos kami, 'kan?" Tanya salah satu penjaga yang mendeng