"Datuk, aku ingat, dulu kakekku pernah membuat pagar ghoib di sepanjang perbatasan kampung ini. Setelah beliau tiada, pagar tersebut menghilang. Bisakah Datuk mengajariku bagaimana cara membuat pagar ghoib tersebut?" Tanya Awan tulus pada Datuk Taring Putih untuk meminta petunjuknya.Penyerangan Samba kali ini, seakan memberi peringatan bahaya pada Awan. Tanpa adanya pagar ghoib di perbatasan kampungnya, Awan sama sekali tidak dapat mendeteksi kedatangan Samba atau pun orang lain, jika seandainya nanti mereka bermaksud berbuat jahat di kampungnya.Datuk Taring Putih mendapat pertanyaan seperti itu, merasa tersanjung dan kagum dengan kepribadian Awan yang rendah hati. Jika itu adalah Gumara, maka pantang baginya untuk meminta petunjuk pada mereka yang statusnya berada di bawahnya.Namun, berbeda halnya dengan Awan. Pemuda ini, bahkan tidak segan untuk bertanya tentang hal sederhana seperti ini padanya.Datuk Taring Putih berkata, "Maaf, tuanku. Jujur saya tidak terlalu tahu cara membua
Aldo sampai melihat pada Andini, ia belum mengenal siapa wanita ini. Tapi, melihat dia yang sedari tadi terus berada di sisi Awan, Aldo merasa jika Andini pasti memiliki kedekatan khusus dengan Awan."Nona, tolong katakan pada Awan untuk berhenti! Keselamatannya bisa terancam jika terus memaksa melakukannya." Ucap Aldo memohon.Andini juga merasa gelisah dan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Tentu saja, ia tidak ingin Awan sampai kenapa-kenapa. Andini segera memegang lengan Awan dari samping, "Tuanku, kumohon berhentilah!" Mohon Andini mulai menangis karena kekhawatirannya terhadap keselamatan Awan.Saat tangan mereka bersentuhan, Andini merasakan energi murninya tanpa sengaja terhisap ke dalam tubuh Awan. Berdasarkan persepsinya saat ini, energi murninya ikut melebur ke dalam diri Awan untuk kemudian disalurkan menjadi energi alam yang di keluarkan Awan untuk menyembuhkan penduduk kampung.Selanjutnya, tanpa ragu, Andini menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Awan. Selama itu, d
Saat Awan terbangun, waktu sudah menunjukkan lewat pertengahan malam. Awan saat itu hanya ditemani oleh Chiya dan Andini di dekatnya. Awan mengerjapkan mata beberapa kali dan mengenali kamar tempat ia terbangun saat ini adalah kamarnya Aldo, sahabatnya.Awan tidak asing dengan suasana dan juga furnitur yang ada di dalam ruangan tersebut, karena di masa lalu ia sering menginap di sini bersama dengan Fadhil. Mereka adalah tiga orang sahabat yang tidak terpisahkan. Melihat Awan membuka matanya, Chiya dan Andini tersenyum senang."Awan-san, anda sudah bangun?""Tuanku!" Sapa Andini singkat.Andini sempat merasa sangat canggung setelah sebelumnya, Annisa dengan terang-terangan meminta dirinya untuk menemani Awan sampai ia sadarkan diri, karena Annisa harus pergi untuk melihat kondisi orang tuanya.Apa Annisa telah menyerah? Tentu saja tidak. Justru itulah yang membuat Andini menjadi sungkan pada Annisa sekarang. Wanita ketika mempercayakan pria yang dicintainya untuk dijaga oleh wanita la
Tangis Annisa yang sedari tadi coba ditahannya, akhirnya pecah begitu melihat Adik laki-laki dan juga ayahnya meninggal. Keadaan mereka sudah sangat kritis dengan tubuh penuh luka akibat tebasan senjata tajam. Mereka berdua tewas, saat beberapa anak buah Samba coba melecehkan kehormatan bu Atik, ibunya Annisa. Mereka bertarung dengan sangat gagah melawan para penjahat ini.Annisa tidak kuasa menahan tangisnya, dua orang lelaki yang sangat disayanginya itu telah pergi untuk selamanya. Beberapa sahabat dekat Annisa, tetangga dan juga kerabatnya, coba menenangkannya. Mereka semua telah mengalami malam yang buruk hari ini, tidak sedikit dari warga Kampung Tuo yang menjadi korban dari aksi penyerangan Samba dan pasukannya. Total, ada empat puluh sembilan orang yang meninggal, termasuk dengan meninggalnya ayah dan juga saudara laki-lakinya Annisa barusan."Sa, kamu yang sabar, ya!""Yang sabar, nak! Ini ujian dari yang kuasa. Kamu harus tabah menjalaninya."Hibur mereka coba menguatkan An
Langit di atas Kampung Tuo pagi ini begitu mendung, seiring dengan duka semua orang yang telah kehilangan sanak keluarganya. Semua wajah tampak penuh dengan kesedihan karena kehilangan anggota keluarga mereka.Beberapa pemuda dan pria dewasa sudah selesai menggali makam di tanah pemakaman yang ada di kaki bukit hutan larangan. Beberapa pemuka masyarakat memimpin langsung acara pemakaman warga yang tewas, paginya.Tidak ada keceriaan, bahkan para anak kecil sekalipun yang biasa ceria karena banyaknya orang yang datang melayat ke kampung mereka, ikut menangis sedih dan coba ditenangkan oleh orang tua mereka.Ini adalah kehilangan dan juga kesedihan terbesar yang pernah terjadi di Kampung Tuo. Duka ini, ternyata tidak hanya menjadi milik warga Kampung Tuo semata. Warga dari kampung yang bertetanggaan dengan Kampung Tuo turut hadir untuk menyelenggarakan pemakaman pagi itu.Setelah selesai dengan acara pemakaman, Awan masih berada di rumah Annisa bersama dengan beberapa teman dan juga ke
"Aku akan menunggu uda kembali. Tidak peduli berapa pernama pun lamanya, aku akan tetap menunggu. Bagiku, hidupku hanya milik uda. Tidak akan pernah ada yang lain." Ucap Andini saat akan melepas kepergian Awan. Andini tidak lagi memanggil Awan dengan panggilan 'tuanku' sebagaimana biasanya. Itu karena dalam hatinya, Awan sudah ia anggap sebagai kekasihnya. Ia ingin memperlakukan Awan sebagaimana Annisa memperlakukan Awan. Andini bahkan tidak keberatan, jika ia menjadi yang kedua sekalipun, selama ia bisa bersama Awan.Karena pada kenyataannya, ia dan Annisa tinggal di alam yang berbeda.Awan bisa bersama Annisa ketika berada di alam manusia. Tapi, ketika kembali ke alam bangsa harimau, Awan akan menjadi milik Andini seutuhnya, begitu pikir Andini.Sehingga, perlakuan Andini sekarang adalah perlakuan layaknya seorang istri yang sedang melepas pergi suaminya.Kalimat Andini adalah bentuk dari keteguhan hatinya yang sudah tidak bisa lagi tergoyahkan.Malam itu, Awan sengaja pergi ke ala
Paginya, saat mengetahui Awan akan berangkat hari itu. Para pemuka masyarakat dan pemuka adat secara serempak mendatangi rumah Aldo, yang menjadi rumah singgah Awan untuk sementara. Karena rumah keluarganya masih rusak karena pertempuran malam sebelumnya.Kedatangan mereka bertujuan untuk menjadikan Awan sebagai pemimpin kampung, seperti halnya kakek Awan di masa lalu. Tentu saja, di samping karena faktor keturunan, mereka juga menilai dari kemampuan Awan. Bahkan kemampuan Awan saat ini, mereka nilai sudah melampaui kemampuan kakeknya. Mereka melihat sendiri kekuatan Awan menyembuhkan semua orang sekaligus dan mereka semua kagum. Karena itu, mereka semua sepakat untuk menjadikan Awan sebagai kepala kampung dan pemuka masyarakat. Yang oleh orang minang disebut, 'Pai tampek batanyo, pulang tampek babarito', artinya Awan dapat menjadi panutan dan teladan bagi semua orang di kampungnya.Hanya saja, Awan menolak ide ini. Dia beralasan, "Tidak bisa, Angku. Bagiku, seorang pemimpin harus b
Awan kembali siang itu bersama dengan Noura. Chiya sendiri, sengaja ditinggal Awan di Kampung Inyiak Tuo untuk menemani dan menjaga Annisa. Ini adalah masa transisi yang berat bagi Annisa, setelah kehilangan keluarganya. Meski sudah ada sahabat-sahabat Annisa yang menemani dan menghiburnya, namun Awan merasa lebih tenang jika ada seseorang yang bisa menjaga Annisa."Dek, kamu serius dengan pilihanmu?" Tanya Noura entah untuk yang ke berapa kalinya.Awan berpaling pada Noura dengan ekspresi sedikit cemberut, "Iya dan aku tidak pernah seserius ini, kak. Aku tidak mau, pengalaman dengan Angel terulang kembali. Aku ingin segera menghalalkan Annisa dan membentuk rumah tangga dengannya."Noura diam sesaat, lalu kembali mengajukan pertanyaan selanjutnya yang belum sempat ditanyakannya pada Awan. Dan itu pula alasan yang membuat ia terkesan cerewet dengan mengulangi pertanyaan yang sama sampai berulang kali, "Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Amanda nanti? Sudahkah kamu mempertimbangkannya d
Satu setengah tahun kemudian.Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya.Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine.Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan.Tidak sama seperti Amanda yang terl
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,