"Saatnya pertarungan yang sebenarnya." Ucap Awan datar.Mendengar itu, Samba hampir muntah darah dibuatnya. Bagaimana tidak? Ia sudah bertarung habis-habisan dan mengeluarkan semua kartu andalan yang dimilikinya, namun kata-kata Awan barusan menyiratkan kalau ia masih belum mengeluarkan semua kemampuannya.Apa ia menganggap kalau pertarungan mereka sebelumnya cuma sebagai pemanasan?Samba hampir tersedak ketika memikirkannya.Namun, ketika Samba melihat banyak luka yang terdapat di tubuh Awan, ia menduga jika ucapan Awan barusan hanyalah gertakan sambal semata, untuk mengacaukan kepercayaan dirinya yang nyata-nyata telah unggul.Oleh karena itu, Samba tertawa sinis, "Dengan luka sebanyak itu, kamu ternyata masih bisa membual, bocah! Hari ini, aku akan membuatmu menyadari seberapa besar perbedaan antara kita yang sebenarnya. Selamanya, bangsa manusia tidak akan pernah mengungguli bangsa kami, camkan itu!"Awan tahu jika Samba akan berkomentar seperti itu. Karena itu, ia sengaja unjuk k
Mata Awan menyipit tajam ketika menatap Samba. Ia tidak memiliki sedikitpun rasa kasihan terhadap Samba.Awan dengan dingin menendang Samba, hingga beberapa kali. Sampai Samba meringkuk di bawah kakinya."Apa kamu masih menganggap manusia itu lemah?" Tanya Awan ketus.Empat cakar di kakinya mengeluarkan api hitam. Lalu, dengan dingin Awan menginjak pundak Samba."Arghhkk.."Samba mengerang kesakitan. Pijakan Awan tidak hanya melukai pundaknya, tapi api hitam di kakinya membuat tulang pundak Samba langsung hancur dalam satu hentakannya.Samba mengaum keras, karena rasa sakit yang luar biasa.Awan hanya mendesis dingin, itu masih belum cukup untuk melampiaskan amarahnya.Cess,Krak!Kembali terdengar bunyi daging yang terbakar dan suara tulang patah, Samba kembali mengaum keras karena kesakitan. Tubuhnya yang sudah lemah, bergetar hebat karena tidak kuasa menahan rasa sakit yang di alaminya. Awan dengan kejam menyiksanya tanpa bebelas kasihan sedikitpun pada Samba.Dua kaki depan Samba
"Andini?"Awan terkejut begitu mendapati sesosok wanita cantik berada begitu dekat dengannya. Awan mengingatnya, karena wanita inilah yang telah membantu dirinya dalam menghadapi Juna sebelumnya. Hanya saja, saat Awan tersadar, ia belum sempat berterima kasih langsung padanya. Karena sudah harus keburu kembali ke alamnya untuk menyelamatkan Annisa dan yang lainnya.Andini tersenyum dan menatap Awan lembut, "Anda sangat luar biasa, tuanku! Anda telah berhasil mengalahkan Samba tanpa bantuan siapapun."Andini mengungkapkan pikirannya dengan sangat jujur.Ketika Datuk Taring Putih memerintahkan para tetua dan semua penduduk bangsa harimau untuk membantu penduduk Kampung Tuo dan menyerang pasukan Samba. Andini sengaja memisahkan diri dari yang lainnya dan mengikuti Awan dari kejauhan.Andini khawatir dengan keselamatan Awan.Bagaimanapun Awan sudah diakui oleh bangsa harimau sebagai raja mereka. Sehingga Andini berkewajiban untuk melindunginya.Semula, ia sudah sangat khawatir ketika meli
"Sejak saat itu, aku bertanya pada guru, 'apa aku memang ditakdirkan untuk berjodoh dengan raja Gumara?' Namun, guru hanya menjawab, orang tersebut ditakdirkan menjadi raja bangsa kami, tapi bukan berasal dari bangsa kami. Saat itu, aku masih belum mengerti maksud ramalan guru.""Sampai ketika aku melihatmu malam itu dan juga kekuatan raja yang ada di dalam dirimu. Aku jadi yakin jika raja yang dimaksud dalam ramalan guru adalah kamu.""Sekarang terbukti, ramalan itu menjadi kenyataan." Lanjut Andini dengan senang.Deg.Awan tercengang. Dalam hatinya berkata, 'Ramalam macam apa itu? Kenapa aku terkesan ditakdirkan memiliki banyak pasangan, ya?'Awan merasa tidak berdaya. Masih hangat rasanya, kenangan tentang mendiang kekasihnya, Renata, lalu ada Angel setelahnya.Sekarang, harus ditambah dengan Andini yang jelas berbeda alam dengannya.Jika Awan masih manusia murni, mungkin dia akan tegas menolak Andini, karena mereka berasal dari alam yang berbeda, Namun sekarang, dengan Awan memili
"Datuk, aku ingat, dulu kakekku pernah membuat pagar ghoib di sepanjang perbatasan kampung ini. Setelah beliau tiada, pagar tersebut menghilang. Bisakah Datuk mengajariku bagaimana cara membuat pagar ghoib tersebut?" Tanya Awan tulus pada Datuk Taring Putih untuk meminta petunjuknya.Penyerangan Samba kali ini, seakan memberi peringatan bahaya pada Awan. Tanpa adanya pagar ghoib di perbatasan kampungnya, Awan sama sekali tidak dapat mendeteksi kedatangan Samba atau pun orang lain, jika seandainya nanti mereka bermaksud berbuat jahat di kampungnya.Datuk Taring Putih mendapat pertanyaan seperti itu, merasa tersanjung dan kagum dengan kepribadian Awan yang rendah hati. Jika itu adalah Gumara, maka pantang baginya untuk meminta petunjuk pada mereka yang statusnya berada di bawahnya.Namun, berbeda halnya dengan Awan. Pemuda ini, bahkan tidak segan untuk bertanya tentang hal sederhana seperti ini padanya.Datuk Taring Putih berkata, "Maaf, tuanku. Jujur saya tidak terlalu tahu cara membua
Aldo sampai melihat pada Andini, ia belum mengenal siapa wanita ini. Tapi, melihat dia yang sedari tadi terus berada di sisi Awan, Aldo merasa jika Andini pasti memiliki kedekatan khusus dengan Awan."Nona, tolong katakan pada Awan untuk berhenti! Keselamatannya bisa terancam jika terus memaksa melakukannya." Ucap Aldo memohon.Andini juga merasa gelisah dan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Tentu saja, ia tidak ingin Awan sampai kenapa-kenapa. Andini segera memegang lengan Awan dari samping, "Tuanku, kumohon berhentilah!" Mohon Andini mulai menangis karena kekhawatirannya terhadap keselamatan Awan.Saat tangan mereka bersentuhan, Andini merasakan energi murninya tanpa sengaja terhisap ke dalam tubuh Awan. Berdasarkan persepsinya saat ini, energi murninya ikut melebur ke dalam diri Awan untuk kemudian disalurkan menjadi energi alam yang di keluarkan Awan untuk menyembuhkan penduduk kampung.Selanjutnya, tanpa ragu, Andini menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Awan. Selama itu, d
Saat Awan terbangun, waktu sudah menunjukkan lewat pertengahan malam. Awan saat itu hanya ditemani oleh Chiya dan Andini di dekatnya. Awan mengerjapkan mata beberapa kali dan mengenali kamar tempat ia terbangun saat ini adalah kamarnya Aldo, sahabatnya.Awan tidak asing dengan suasana dan juga furnitur yang ada di dalam ruangan tersebut, karena di masa lalu ia sering menginap di sini bersama dengan Fadhil. Mereka adalah tiga orang sahabat yang tidak terpisahkan. Melihat Awan membuka matanya, Chiya dan Andini tersenyum senang."Awan-san, anda sudah bangun?""Tuanku!" Sapa Andini singkat.Andini sempat merasa sangat canggung setelah sebelumnya, Annisa dengan terang-terangan meminta dirinya untuk menemani Awan sampai ia sadarkan diri, karena Annisa harus pergi untuk melihat kondisi orang tuanya.Apa Annisa telah menyerah? Tentu saja tidak. Justru itulah yang membuat Andini menjadi sungkan pada Annisa sekarang. Wanita ketika mempercayakan pria yang dicintainya untuk dijaga oleh wanita la
Tangis Annisa yang sedari tadi coba ditahannya, akhirnya pecah begitu melihat Adik laki-laki dan juga ayahnya meninggal. Keadaan mereka sudah sangat kritis dengan tubuh penuh luka akibat tebasan senjata tajam. Mereka berdua tewas, saat beberapa anak buah Samba coba melecehkan kehormatan bu Atik, ibunya Annisa. Mereka bertarung dengan sangat gagah melawan para penjahat ini.Annisa tidak kuasa menahan tangisnya, dua orang lelaki yang sangat disayanginya itu telah pergi untuk selamanya. Beberapa sahabat dekat Annisa, tetangga dan juga kerabatnya, coba menenangkannya. Mereka semua telah mengalami malam yang buruk hari ini, tidak sedikit dari warga Kampung Tuo yang menjadi korban dari aksi penyerangan Samba dan pasukannya. Total, ada empat puluh sembilan orang yang meninggal, termasuk dengan meninggalnya ayah dan juga saudara laki-lakinya Annisa barusan."Sa, kamu yang sabar, ya!""Yang sabar, nak! Ini ujian dari yang kuasa. Kamu harus tabah menjalaninya."Hibur mereka coba menguatkan An
Satu setengah tahun kemudian.Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya.Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine.Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan.Tidak sama seperti Amanda yang terl
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,