"Andini?"Awan terkejut begitu mendapati sesosok wanita cantik berada begitu dekat dengannya. Awan mengingatnya, karena wanita inilah yang telah membantu dirinya dalam menghadapi Juna sebelumnya. Hanya saja, saat Awan tersadar, ia belum sempat berterima kasih langsung padanya. Karena sudah harus keburu kembali ke alamnya untuk menyelamatkan Annisa dan yang lainnya.Andini tersenyum dan menatap Awan lembut, "Anda sangat luar biasa, tuanku! Anda telah berhasil mengalahkan Samba tanpa bantuan siapapun."Andini mengungkapkan pikirannya dengan sangat jujur.Ketika Datuk Taring Putih memerintahkan para tetua dan semua penduduk bangsa harimau untuk membantu penduduk Kampung Tuo dan menyerang pasukan Samba. Andini sengaja memisahkan diri dari yang lainnya dan mengikuti Awan dari kejauhan.Andini khawatir dengan keselamatan Awan.Bagaimanapun Awan sudah diakui oleh bangsa harimau sebagai raja mereka. Sehingga Andini berkewajiban untuk melindunginya.Semula, ia sudah sangat khawatir ketika meli
"Sejak saat itu, aku bertanya pada guru, 'apa aku memang ditakdirkan untuk berjodoh dengan raja Gumara?' Namun, guru hanya menjawab, orang tersebut ditakdirkan menjadi raja bangsa kami, tapi bukan berasal dari bangsa kami. Saat itu, aku masih belum mengerti maksud ramalan guru.""Sampai ketika aku melihatmu malam itu dan juga kekuatan raja yang ada di dalam dirimu. Aku jadi yakin jika raja yang dimaksud dalam ramalan guru adalah kamu.""Sekarang terbukti, ramalan itu menjadi kenyataan." Lanjut Andini dengan senang.Deg.Awan tercengang. Dalam hatinya berkata, 'Ramalam macam apa itu? Kenapa aku terkesan ditakdirkan memiliki banyak pasangan, ya?'Awan merasa tidak berdaya. Masih hangat rasanya, kenangan tentang mendiang kekasihnya, Renata, lalu ada Angel setelahnya.Sekarang, harus ditambah dengan Andini yang jelas berbeda alam dengannya.Jika Awan masih manusia murni, mungkin dia akan tegas menolak Andini, karena mereka berasal dari alam yang berbeda, Namun sekarang, dengan Awan memili
"Datuk, aku ingat, dulu kakekku pernah membuat pagar ghoib di sepanjang perbatasan kampung ini. Setelah beliau tiada, pagar tersebut menghilang. Bisakah Datuk mengajariku bagaimana cara membuat pagar ghoib tersebut?" Tanya Awan tulus pada Datuk Taring Putih untuk meminta petunjuknya.Penyerangan Samba kali ini, seakan memberi peringatan bahaya pada Awan. Tanpa adanya pagar ghoib di perbatasan kampungnya, Awan sama sekali tidak dapat mendeteksi kedatangan Samba atau pun orang lain, jika seandainya nanti mereka bermaksud berbuat jahat di kampungnya.Datuk Taring Putih mendapat pertanyaan seperti itu, merasa tersanjung dan kagum dengan kepribadian Awan yang rendah hati. Jika itu adalah Gumara, maka pantang baginya untuk meminta petunjuk pada mereka yang statusnya berada di bawahnya.Namun, berbeda halnya dengan Awan. Pemuda ini, bahkan tidak segan untuk bertanya tentang hal sederhana seperti ini padanya.Datuk Taring Putih berkata, "Maaf, tuanku. Jujur saya tidak terlalu tahu cara membua
Aldo sampai melihat pada Andini, ia belum mengenal siapa wanita ini. Tapi, melihat dia yang sedari tadi terus berada di sisi Awan, Aldo merasa jika Andini pasti memiliki kedekatan khusus dengan Awan."Nona, tolong katakan pada Awan untuk berhenti! Keselamatannya bisa terancam jika terus memaksa melakukannya." Ucap Aldo memohon.Andini juga merasa gelisah dan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Tentu saja, ia tidak ingin Awan sampai kenapa-kenapa. Andini segera memegang lengan Awan dari samping, "Tuanku, kumohon berhentilah!" Mohon Andini mulai menangis karena kekhawatirannya terhadap keselamatan Awan.Saat tangan mereka bersentuhan, Andini merasakan energi murninya tanpa sengaja terhisap ke dalam tubuh Awan. Berdasarkan persepsinya saat ini, energi murninya ikut melebur ke dalam diri Awan untuk kemudian disalurkan menjadi energi alam yang di keluarkan Awan untuk menyembuhkan penduduk kampung.Selanjutnya, tanpa ragu, Andini menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Awan. Selama itu, d
Saat Awan terbangun, waktu sudah menunjukkan lewat pertengahan malam. Awan saat itu hanya ditemani oleh Chiya dan Andini di dekatnya. Awan mengerjapkan mata beberapa kali dan mengenali kamar tempat ia terbangun saat ini adalah kamarnya Aldo, sahabatnya.Awan tidak asing dengan suasana dan juga furnitur yang ada di dalam ruangan tersebut, karena di masa lalu ia sering menginap di sini bersama dengan Fadhil. Mereka adalah tiga orang sahabat yang tidak terpisahkan. Melihat Awan membuka matanya, Chiya dan Andini tersenyum senang."Awan-san, anda sudah bangun?""Tuanku!" Sapa Andini singkat.Andini sempat merasa sangat canggung setelah sebelumnya, Annisa dengan terang-terangan meminta dirinya untuk menemani Awan sampai ia sadarkan diri, karena Annisa harus pergi untuk melihat kondisi orang tuanya.Apa Annisa telah menyerah? Tentu saja tidak. Justru itulah yang membuat Andini menjadi sungkan pada Annisa sekarang. Wanita ketika mempercayakan pria yang dicintainya untuk dijaga oleh wanita la
Tangis Annisa yang sedari tadi coba ditahannya, akhirnya pecah begitu melihat Adik laki-laki dan juga ayahnya meninggal. Keadaan mereka sudah sangat kritis dengan tubuh penuh luka akibat tebasan senjata tajam. Mereka berdua tewas, saat beberapa anak buah Samba coba melecehkan kehormatan bu Atik, ibunya Annisa. Mereka bertarung dengan sangat gagah melawan para penjahat ini.Annisa tidak kuasa menahan tangisnya, dua orang lelaki yang sangat disayanginya itu telah pergi untuk selamanya. Beberapa sahabat dekat Annisa, tetangga dan juga kerabatnya, coba menenangkannya. Mereka semua telah mengalami malam yang buruk hari ini, tidak sedikit dari warga Kampung Tuo yang menjadi korban dari aksi penyerangan Samba dan pasukannya. Total, ada empat puluh sembilan orang yang meninggal, termasuk dengan meninggalnya ayah dan juga saudara laki-lakinya Annisa barusan."Sa, kamu yang sabar, ya!""Yang sabar, nak! Ini ujian dari yang kuasa. Kamu harus tabah menjalaninya."Hibur mereka coba menguatkan An
Langit di atas Kampung Tuo pagi ini begitu mendung, seiring dengan duka semua orang yang telah kehilangan sanak keluarganya. Semua wajah tampak penuh dengan kesedihan karena kehilangan anggota keluarga mereka.Beberapa pemuda dan pria dewasa sudah selesai menggali makam di tanah pemakaman yang ada di kaki bukit hutan larangan. Beberapa pemuka masyarakat memimpin langsung acara pemakaman warga yang tewas, paginya.Tidak ada keceriaan, bahkan para anak kecil sekalipun yang biasa ceria karena banyaknya orang yang datang melayat ke kampung mereka, ikut menangis sedih dan coba ditenangkan oleh orang tua mereka.Ini adalah kehilangan dan juga kesedihan terbesar yang pernah terjadi di Kampung Tuo. Duka ini, ternyata tidak hanya menjadi milik warga Kampung Tuo semata. Warga dari kampung yang bertetanggaan dengan Kampung Tuo turut hadir untuk menyelenggarakan pemakaman pagi itu.Setelah selesai dengan acara pemakaman, Awan masih berada di rumah Annisa bersama dengan beberapa teman dan juga ke
"Aku akan menunggu uda kembali. Tidak peduli berapa pernama pun lamanya, aku akan tetap menunggu. Bagiku, hidupku hanya milik uda. Tidak akan pernah ada yang lain." Ucap Andini saat akan melepas kepergian Awan. Andini tidak lagi memanggil Awan dengan panggilan 'tuanku' sebagaimana biasanya. Itu karena dalam hatinya, Awan sudah ia anggap sebagai kekasihnya. Ia ingin memperlakukan Awan sebagaimana Annisa memperlakukan Awan. Andini bahkan tidak keberatan, jika ia menjadi yang kedua sekalipun, selama ia bisa bersama Awan.Karena pada kenyataannya, ia dan Annisa tinggal di alam yang berbeda.Awan bisa bersama Annisa ketika berada di alam manusia. Tapi, ketika kembali ke alam bangsa harimau, Awan akan menjadi milik Andini seutuhnya, begitu pikir Andini.Sehingga, perlakuan Andini sekarang adalah perlakuan layaknya seorang istri yang sedang melepas pergi suaminya.Kalimat Andini adalah bentuk dari keteguhan hatinya yang sudah tidak bisa lagi tergoyahkan.Malam itu, Awan sengaja pergi ke ala