Selena memandang ke luar jendela mobil, setelah kedatangannya di kantor William tadi, pria itu memintanya untuk kembali ke rumah Sunrise Summit. William tidak mengizinkan Selena untuk bertindak gegabah dalam menghadapi Gangster yang menculik orangtuanya, walau dia begitu khawatir pada Ayahnya, ia tidak boleh panik dan tetap harus bersikap tenang. Dalam benaknya, sikap William begitu sulit untuk di tebak, ada kalanya pria itu bersikap begitu dingin dan angkuh tapi juga disisi lain memiliki sikap yang perhatian dan protektif. Seperti kejadian beberapa saat yang lalu ketika dirinya masih berada di kantor William, betapa marahnya William pada Arnold karna membiarkan Selena datang sendiri ke kantor dan hampir di usir oleh sekuriti. "Ada apa dengan kinerjamu sekarang, Arnold!" Suara bariton William memenuhi ruangannya. "Kamu sudah saya tugaskan untuk menjaga Selena , tapi kamu malah membiarkannya sendirian datang ke kantor ini." Tatapan mata elang William seolah ingin menguliti
Keesokan harinya, William dan Arnold sudah tiba di rumah sunrise Summit. Mereka akan menemani Selena dari jarak aman saat memberikan uang untuk membebaskan Ayahnya.William menghampiri Selena lalu memberikan sebuah kartu ATM berwarna hitam. "Ini ATM berisi uang sebesar 15 miliar, berikan kepada Rocky agar dia bisa segera membebaskan Ayahmu." "15 Miliar?" Selena menjadi bingung karena nominal yang di berikan oleh William lebih dari yang sudah di janjikan. "Bukankah Bapak sudah berjanji memberikan saya uang 11 Miliar bukan 15 Miliar?" "Orang seperti mereka itu haus akan keserakahan, Selena." William mencoba untuk menjelaskan kepada istrinya yang masih lugu itu. "Jika kamu hanya memberikan uang sesuai permintaan dari mereka, tentu mereka akan kembali mengancammu dan keluargamu." "Tapi jika mereka di berikan uang lebih, anggap saja sisa uang ini kita gunakan untuk menyumpal mulut dan harga diri mereka, agar mereka agar tidak berani macam-macam lagi di kemudian hari." "Benarkah beg
"Pintu gerbang akan di buka dan mereka juga akan memandumu untuk menemuiku." Rocky, sang ketua Gangster itu berbicara di telepon saat Selena sudah berada di depan rumah megahnya. "Baiklah, Saya akan segera masuk untuk menyerahkan uangnya." Pintu gerbang segera terbuka, penjaga dengan berpakaian serba hitam dan berkaca mata hitam itu nampak begitu dingin. "Tuan sudah menunggu di dalam, saya akan antarkan Anda." Dengan di pandu oleh penjaga itu, Selena memasuki rumah yang cukup luas dan megah itu. Diluar, William dan Arnold sudah menunggu untuk menjaga Selena dari jarak yang cukup aman agar tidak terdeteksi oleh Rocky maupun anak buahnya. Wiliam dan Arnold menunggu di sebuah mobil Van yang sudah tersedia alat pelacak serta pelaratan canggih lainnya.
Arnold dan William segera berlari menghampiri Selena yang kesusahan memapah Ferdy. "Biar saya bantu Bu." Arnold segera mengambil alih untuk memapah Ferdy ke dalam mobil, sedangkan William langsung memeluk Selena. Bingung dengan sikap William yang tiba-tiba manis itu, Selena hanya terdiam, untung saja Arnold menempatkan Ferdy di kursi penumpang belakang hingga Ferdy tidak melihat adegan romantis sang putri bersama suaminya. "Ada apa ini, Pak? Kena tiba-tiba memeluk saya?" "Maafkan Aku karena tidak terlalu memikirkan masalahmu," William mendesah lirih dan mencium pundak Selena. "Jika saat pertama kali kita membuat perjanjian, Aku tanya untuk apa kamu membutuhkan uang, tentu Aku akan segera memberinya." "Maafkan atas ketidak pekaan ku, hingga membuat Ayahmu terlihat begitu memprihatinkan seperti itu." Lanjut William denga
Di kamar yang di dominasi warna putih itu, Selena menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang nyaman. Tadi malam Dia dan ibunya bersama-sama menunggu Ferdy. Tatapan Selena mengarah ke langit-langit kamarnya, teringat ucapan sang ibu padanya yang menanyakan pekerjaan apa yang dia ambil hingga bisa membayar hutang yang begitu banyak dan membebaskan Ferdy. Pikiran Selena pun kembali saat percakapannya bersama ibunya di Rumah sakit. "Na, kamu bekerja apa? Kenapa bisa cepat sekali kamu mendapatkan uang sebanyak itu?" Rosmala bertanya sambil memegang dadanya. "Ibu harap anak ibu ini mengambil pekerjaan yang baik." "Tenanglah bu, Selena bekerja pekerjaan baik kok, beruntung Selena mendapatkan kantor dan bos yang mengerti keadaan Selena dan mau membantu." Rosmala masih nampak ragu pada ucapan putrinya. "Benarkah itu Nak? Kamu bekerja dimana? Ibu taku
Sesuai ucapan William, satu jam kemudian Arnold sudah berada di halaman rumah Sunrise Summit untuk menjemputnya. Setelah berpamitan dengan Ida dan membawa barang-barang yang dia butuhkan ke dalam ransel berwarna Pink, Selena menghampiri Arnold. "Silahkan masuk Bu." Arnold membukakan pintu untuk Selena. "Terima kasih Pak Arnold." Selena segera masuk ke dalam mobil, waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Perjalanan menuju puncak sekitar 1 atau 2 jam tergantung situasi di jalanan saat itu. Sesekali Selena bertelepon dengan Ibunya hanya untuk menanyakan keadaan Ayahnya. Hati Selena merasa tenang dan lega, karna kondisi Ayahnya sekarang sudah membaik, mulai mendapatkan asupan makanan bergizi dan perawatan yang intensif. Walau sebenarnya masih tersimpan beban dalam pikirannya untuk bisa segera hamil. Semoga ka
William memegang janggut Selena, ibu jarinya bahkan mengelus kedua belah bibir ranum Selena yang dipenuhi oleh cairan cintanya. "Apa kamu puas menikmati monsterku?" cicit William menggoda. Selena hanya mengangguk dan tersenyum, pipinya kembali memerah karena malu, bahwa dia bisa 'seliar' itu kepada William. Mungkin karna hormon di masa suburnya, membuat Selena begitu bernafsu dan bergairah. "Kini giliranku untuk membuatmu menjerit tanpa henti, Baby." William kembali memagut bibir Selena dengan liar, kedua tangannya merobek kemeja putih yang di kenakan oleh Selena. Teriakan tertahan terdengar dari mulut Selena yang telah di dipenuhi oleh bibir William. Kedua gunung kembar itu nampak begitu ranum dalam balutan bra berwarna Pink muda. William mulai melepaskan kaitan penutup gunung kembar tersebut dengan lembut lal
Deru nafas saling berburu yang menghasilkan buliran keringat gairah saling bersahutan dan membasahi tubuh dua insan yang saling memuaskan. William masih berada di atas tubuh Selena dengan monsternya masih berada di dalam Selena. Pelepasan yang begitu menggelora yang terjadi bersamaan antara William dan Selena memberikan kenikmatan yang luar biasa. "Bagaimana permainanku, Baby?" tanya William dengan deru nafas tidak beraturan. Melihat semu merah di pipi Selena, William tahu bahwa gadis itu begitu menikmati permainan garangnya tadi. "Jawablah Selena Eveline, bagaimana permainanku." Selena tersenyum dan semakin merah pipinya. "Pak Wil begitu hebat sampai berulang kali membuatku mencapai puncak." William tersenyum bangga, kini dia telah sepenuhnya memiliki gadis yang tengah berada di bawahnya itu. Walaupun telah melepaskan benih-benih kecilnya di rahim Selena, tap
Selena lalu memeluk erat William dari belakang. "Tapi bagaimana perasaan Mas? Apa yang Aku ucapkan sudah sangat keterlaluan." Setelah merenung di kamar selama 2 jam, Selena menyadari apa yang suaminya lalukan adalah demi kebaikan untuknya. Justru sikap Selena yang telah berlebihan, Radit adalah orang lain sedangkan William adalah suaminya, seharusnya Selena lebih menjaga lisannya agar tidak menyakiti hati suaminya. Toh Suaminya juga bilang bahwa nanti Radit akan di bebaskan karena memang tidak mencuri. "Mas tidak apa-apa," William berbalik menatap Selana. "Saat ini perasaanmu jauh lebih sensitif daripada biasanya karena sedang hamil, perubahan hormon yang menyebabkan itu terjadi." Selena tidak mengerti apa yang di katakan oleh William. "Maksudnya Mas?" "Begini sayang," William membingkai wajah istrinya. "Hormonmu ketika hamil itu berubah, salah satunya menyebabkan kamu lebih mudah sensitif terhadap sesuatu, contohnya seperti sekarang ini." William bahkan menyubit
"Kenapa Aku harus merepotkanmu? Tentu itu bukan hal yang baik." Radit seolah nampak ragu hendak menyatakan isi hatinya yang selama ini dia pendam. "Selena sebenarnya Aku..." Sebelum Radit mengakui perasaannya tiba-tiba security supermarket menangkap Radit. "Maaf Pak, Anda kami tangkap karena telah mencuri." "Apa-apaan ini, Pak? Tidak mungkin saya itu mencuri!" Radit tentu mengelak karena apa yang dituduhkan itu tidak benar. "Anda bisa membela diri saat di kantor nanti, mari ikut dengan kami untuk proses pemeriksaan lebih lanjut." Selena yang melihat di depan matanya pun tidak tahu harus berbuat apa? Yang pasti Selena tahu bahwa seorang Radit Pratama tidak mungkin mencuri. "Bapak-bapak pasti salah paham, Dia tidak mungkin mencuri." Selena sebisa mungkin membela Radit. "Ada yang melaporkan Pria ini mencuri, Bu. Oleh karena itu, kami harus menangkapnya." Kedua security itu langsung membawa Radit begitu saja ke kantor mereka yang berada juga di dalam mol tersebut
"Kamu benar-benar menahan diri, Mas." ucap Selena sembari memainkan dada bidang William. "Biasanya kamu akan mengeluarkan semua gairahmu ketika bercinta denganku." Sebenarnya Selena tahu, jika William menahan gairahnya karna menjaga dirinya dan juga calon anak mereka, hanya saja Selena suka mendengar kata-kata penuh perhatian dari William. "Baby, Kamu tentu sudah tahu, Aku menahan diri karena tidak ingin membuatmu dan juga calon bayi kita terluka." William memegang janggut Selena. "Lihat saja jika nanti usia kandunganmu sudah besar ataupun Kamu sudah melahirkan nanti, bersiaplah Aku akan menerkammu lagi." Ledek William lalu mendekatkan hidungnya dengan hidung Selena. Angga juga memberitahu William dan Selena, jika kandungan sudah 5bulan mereka bisa melakukan hubungan intim seperti 'biasanya' karena janin diperut sudah besar. Selena mendekatkan wajahnya pada William. "Mas menahan diri saja sudah membuatku mabuk kepayang, apalagi jika Mas melakukannya sepenuh gairah." Sikap
William mengangkat Selena dan berjalan ke arah ranjang besar. Debaran hati mereka semakin cepat karena gairah keduanya yang meningkat. "Malam ini kamu hanya milikku, Baby." "Kamupun hanya milikku, Mas." Perlahan William membaringkan Selena di ranjang, menindih tubuh Selena dan kembali mamagut bibir ranum berwarna kemerahan itu. Desahan nafas tertahan dua insan yang saling berciuman menimbulkan bunyi khas yang menggelora. "Owh baby.... Kamu adalah canduku." cicit William lalu kembali menikmati bibir ranum Selena. Kedua tangan William pun tidak diam begitu saja, memilin dan meremas bukit kembar Selena dengan gemasnya. Pu ting Selena yang menegak karena terangsang, memudahkan William untuk menimamtinya. Perlahan William mulai menciumi leher jenjang Selena, bayangan saat mereka melakukan Phone sex teringat begitu saja. Kini bukan hanya khayalan William menikmati tubuh Selena, aroma Lavender dan Berries khas milik Selena kini memenuhi kembali indra penciumannya. Kali
Setelah keadaannya membaik, Selena kembali ke apartemen tempat pertama kali dia bertemu dengan William. Tubuh Selena sudah jauh lebih baik, dan perutnya sudah mulai bisa menerima makanan. "Duduklah perlahan, Aku akan membuatkanmu jus." ucap William saat membantu Selena untuk duduk di sofa letter L apartemen itu. Namun bukannya menjawab pertanyaan William, justru pandangan Selena seolah menyusuri semua sudut dari apartemen mewah itu. Ingatannya kembali saat pertama kali dia bertemu dengan William. Pria kaya yang begitu dingin dan angkuh. Memaksanya untuk menandatangani kontrak untuk menyewa rahimnya. Tatapan William saat itu sangat berbeda dari sekarang. Tatapan dingin tanpa ekspresi, membuat Selena takut menatap William. "Baby, Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya William sambil duduk di sisi Selena. "Apartemen ini, bukankah disini kita pertama kamu berbicara?" Selena mulai menceritakan kenangan yang diingatnya. "Saat itu kamu bahkan menatapmu sangat jijik, Mas
Pagi yang cerah dengan sinar matahari yang bersinar hangat, di atas rerumputan hijau di dalam rumah mewah, gadis cantik dan seksi tengah melakukan yoga dengan konsentrasi tinggi. Brenda nampak begitu tenang dan fokus melakukan yoganya, pakaian yoga berwarna Pink muda yang begitu membentuk tubuh idealnya nampak begitu indah di tubuh seksi Brenda. Duduk bersila dengan kedua tangan berada di kedua kakinya, Brenda memejamkan mata fokus dengan yoganya. Di sudut lain, asistennya tergopoh-gopoh berlari mendekati Brenda. Hanya mendengar suara nafas tersengal asistennya karena habis berlari saja sudah membuat buyar konsentrasi yoga yang Brenda lakukan. Namun, jika itu bukan karena hal penting, tentu Asistennya tidak akan terburu-buru seperti itu. "Ada kabar buruk apa?" hanya melihat asistennya yang nampak panik saja Brenda sudah bisa menebak bahwa kabar buruk yang akan di sampaikan oleh asistennya itu. "Kami mendapatkan kabar, bahwa wanita itu akan melakukan transfer morul
"Baby, sepertinya kita harus ganti dokter yang akan mengurusmu." Selena yang tengah memakan apel lantas berhenti, ada hal fatal apa hingga membuat William seolah ingin menyingkirkan Angga. "Memangnya kenapa, Mas?" tanya Selena dengan keningnya mengkerut merasa heran. "Angga bukan dokter hebat, Mas tidak bisa mempercayakan dirimu dan calon anak kita kepadanya." Mendengar jawaban sang suami, jelas ada sesuatu yang membuat suaminya itu kesal. Selena menaruh piring buahnya dan menatap suaminya lekat. "Katakan kepadaku Mas, ada masalah apa antara kamu dan juga dokter Angga?" "Kami tidak ada masalah apapun, Baby. Hanya saja, Mas sudah tidak mempercayai Angga untuk melanjutkan rencana kita." Selena semakin yakin jika ada sesuatu yang terjadi antara suaminya dan dokter Angga. "Dengarkan Aku, Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu dan juga dokter Angga. Tapi Aku tahu dia dokter yang berkompeten dan juga hebat dalam bidangnya." Selena mencoba menenangkan suaminya
Dengan perasaan kecewa, William keluar dari ruangan Angga, memdekat ke arah jendela dan mengatur nafas agar tidak sampai lepas kendali. Bagi William, Sahabatnya Angga telah melakukan kesalahan. Mengharapkan, memikirkan bahkan menyentuh wanita yang dicintainya sama saja mengajaknya berperang. William sangat membenci jika ada pria lain yang menginginkan wanita miliknya, tidak berbeda juga dengan Angga. "Fuck!" William memukul dinding untuk meluapkan emosinya. "Berani-beraninya, Kau menusukku dari belakang seperti ini!" William telah di kuasai api cemburu, hanya melihat Angga memegang tangan Selena dengan tatapan penuh hasrat saja sudah membuat William begitu murka. Jika Pria lain yang melakukan itu pada Selena, tentu William akan menghajarnya habis-habisan, tetapi ini adalah Angga, orang yang telah menjadi sahabatnya. Maka dari itu kecewanya juga berkali-kali lipat, ingin menghukum Angga tetapi William masih menghargai arti persahabatan mereka. Tidak di sangka, Angga malah me
William dengan cekatan berusaha menyukai Selena buah-buahan. Sedikit demi sedikit, Selena tidak lagi memuntahkan apapun yang dia telan lagi. Walaupun sudah bisa makan kembali, Selena tetap hanya bisa makan dalam porsi kecil. "Satu suap lagi, Baby." seru William berusaha membujuk Selena yang sudah tidak mau. "Sudah Mas, sudah cukup. Takutnya nanti aku mual lagi." William akhirnya setuju dan membawa nampan berisi buah itu menjauh lalu membawakan air putih. "Memangnya urusan pekerjaan Mas sudah selesei?" Selena bertanya karena William kembali lebih cepat dari waktu yang seharusnya. "Pekerjaanku sudah selesei, semua permasalahan sudah teratasi dengan baik." William memegang pipi Selena lembut. "Sekarang Aku ada di sini untuk menemanimu." Selena merasa sangat senang dan bahagia, William bisa seperhatian seperti ini. "Syukurlah, kami memang sangat membutuhkan kamu disini, Mas." Selena berkata sambil mengelus perutnya yang masih nampak rata itu. Kecupan kecil