Pria dengan wajah kejam dan dingin itu berdiri menatap ke arah seorang gadis bernama Selena tanpa belas kasihan, lalu berkata penuh ancaman. "Hutang yang harus orangtuamu bayarkan adalah 10 Milyar, jika lusa kalian tidak membayarkan uang itu, orangtuamu harus menerima akibatnya!" "Lusa?" Selena sangat terkejut. "Bagaimana Aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu dua hari?" "Saya tidak peduli bagaimana kamu mendapatkan uang itu! Terpenting bagi saya adalah uang itu kembali!" Selena Eveline, Gadis berusia 20 tahun itu tampak begitu putus asa. Hutang kedua orangtuanya yang dipakai untuk perawatan dirinya yang menderita penyakit jantung sedari kecil. Hutang-hutang itu semakin menumpuk seiring berjalannya waktu hingga membuat kondisi ekonomi keluarga Selena yang tadinya termasuk orang yang berada, kini bangkrut dan malah terjerat hutang berbunga. "Beri saya waktu 3 bulan, Saya pasti akan membayarnya lunas." ucap Selena dengan nada tegas. "Apa saya tidak
Cukup lama Selena duduk sendirian di bar, sedang menunggu seseorang yang akan kencan dengannya. Saat ia menyeruput minumannya, seorang pria mendekatinya. "Selena?" tanyanya, dengan sedikit senyum di bibirnya. Selena mengangguk, memperhatikan setelan jas yang rapi dan rambutnya yang licin. Pria itu lantas memberi isyarat kepada bartender dan memesan minuman untuk dirinya sendiri sebelum berbalik kepada Selena. "Aku Simon," katanya, sambil mengulurkan tangannya ke arah Selena. "Aku senang kau memutuskan untuk bergabung denganku malam ini." Selena berusaha tersenyum kepada Pria di hadapannya. Ada sedikit kebingungan di rasakan oleh Selena lalu membatin. "Bukankah Lily bilang bahwa Pria yang akan kencan denganku itu bernama William?" "Saya Selena," jawab Selena. "Maaf Tuan, tapi teman saya bilang, Saya akan bertemu dengan Tuan yang bernama William." "Oh.." Simon terkekeh kecil. "Saya utusan Pak William, Saya kemari untuk menjemput dan mengantarkan anda kepada Pak William." Sel
Di dalam Ruangan pribadinya yang dibuat khusus untuk menerima tamu seorang Sultan, Mami Siska menatap Pria di hadapannya dengan tanpa berkedip. Pria yang duduk tanpa ekspresi itu menatap jengah Mami Siska yang melihatnya tanpa berkedip itu. Setelan jas mewah merk ternama yang Pria itu kenakan jelas menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Rahang kuat dan rambut yang selalu rapih dan klimis membuat aura ketampanannya semakin mempesona. Jambang serta tubuhnya yang kekar altetis menggambarkan betapa jantan dan gagahnya seorang William Massimmo. "Eh... Suatu kehormatan bagi saya, karena kedatangan tamu Sultan ke kediaman saya." celetuk Mami Siska setelah beberapa saat hanya saling tatap. "Saya kemari hanya ingin mengambil milik saya yang sudah kamu curi!" Suara bariton yang terdengar dingin itu sebenernya membuat bulu kuduk Mami Siska merinding. Aura kekejaman jelas kentara dalam suara bariton itu. "Sa..saya mencuri? Maaf, walaupun saya bekerja seperti ini tapi saya bukan
"Baiklah, Aku setuju dengan perjanjian kontrak ini." Seru Selena tanpa ragu, walau hati kecilnya masih menolak. Tapi, untuk saat ini dia tidak bisa menuruti egonya, waktu terus berjalan, Hutang harus segera dilunasi. William terkekeh, lalu menatap Selena dingin. "Tanda tangani kontrak itu sekarang juga." Sejenak Selena memejamkan matanya, sebuah keputusan besar harus dia ambil. Segera dia ambil bolpoin dan menandatangani surat perjanjian itu. Kini dia sudah terikat kontrak, secara tidak langsung, pria di hadapannya bebas bisa melakukan apapun kepadanya. William mulai mendekati Selena, lalu menarik Selena hingga mereka berdiri saling berhadapan. "Mulai saat ini, aku boleh melakukan apapun kepadamu!" bisik William di telinga Selena. Tubuh Selena menjadi bergetar karena ketakutan, dia baru bertemu dengan pria itu tapi sudah terikat perjanjian. Selena hanya memejamkan mata lalu menelan ludahnya. Pria itu begitu dingin dan tanpa ekspresi, di tangannya Selena bagaikan ma
Selena segera mengenakan masker lalu mengikuti Arnold masuk ke dalam rumah sakti. Kali ini, Selena tidak banyak bertanya, sebagai orang yang sudah terikat kontrak dia harus mengikuti apapun keinginan dari pihak pertama tanpa tapi. Wajah saja William menyuruhnya untuk tes kesuburan, karena dia harus melahirkan anak untuknya. Mereka menggunakan lift dan menekan tombol angka 5. Selena terus mengekor di belakang Arnold, sampai tiba di ruangan dokter Angga spesialis Obgyn. Benar saja, William sudah berada di dalam ruangan itu dengan wajah datarnya. "Silahkan masuk Bu." Arnold mempersilahkan Selena masuk dan dia menunggu di luar ruangan. Pria yang memakai jas dokter itu tersenyum hangat pada Selena, lalu mempersilahkannya duduk di kursi sebelah Pak William. "Perkenalkan Saya Dokter Angga, dokter yang akan membantu kalian untuk segera memiliki seorang anak." "Saya Selena Eveline." Ucap Selena sembari mengulurkan tangannya. "Angga, kamu harus ingat kalau semua ini harus di r
Tahap awal proses Bayi tabung adalah melakukan induksi ovulasi dengan memberikan suntikan hormonal dan obat-obatan.Dengan tenang Selena menjalaninya, setidaknya dia akan menjalani kontrak itu tanpa harus melakukan kontan fisik dengan Wiliam. Dokter Angga melakukan tugasnya dengan baik.Berbagai macam obat telah dokter Angga suntikan ke dalam tubuh Selena."Syukurlah, kita telah melakukan tahap awal dari prosedur ini," seru dokter Angga sumringah. "Setelah ini, kamu hanya perlu banyak istirahat agar efek obatnya maksimal." "Baik dokter." jawab Selena sambil tersenyum. "Setelah 2 minggu, kamu harus kembali datang ke rumah sakit untuk melakukan tindakan selanjutnya." jelas Dokter Angga pada Selena. Selena mengerti dengan apa yang di instruksikan oleh Dokter Angga. Setelah selesei menemui dokter Angga, Selena berpamitan untuk pulang. Saat Selena mencari keberadaan Pak Arnold, ponselnya tiba-tiba bergetar. Pesan dari Pak Arnold yang memberitahukan bahwa Pak Arnold tengah berada d
"Terima kasih sudah mencari ibu pengganti untuk melahirkan anak kita, Mas." Baru kali ini William melihat binar bahagia pada mata indah Sofia setelah penyakit kanker merenggut kebahagiaannya."Anak kita akan segera lahir, dia akan menjadi penggantiku saat aku tiada nanti." Sofia mengucapkan hal itu sembari menahan tangis. "Sayang." William kembali mendekap istrinya itu. "Kamu tidak akan meninggalkan Aku, kamu akan sembuh dari penyakit itu."William masih belum bisa terima istrinya menderita kanker, apalagi jika harus kehilangannya. Berbagai informasi bahkan rumah sakit di seluruh dunia sudah William cari agar bisa menyembuhkan istrinya. Tapi sampai detik ini, dia belum mendapatkan rumah sakit yang bisa dan mau mengobati istrinya.Kanker yang di derita Sofia cukup langka dan ganas, banyak yang menyerah bahkan tak sedikit yang bilang lebih baik memanfaatkan waktu yang masih ada untuk berbahagia bersama.Sofia menatap sayu pada William. "Akan ada anak kita yang menghiburmu ketika ak
William tengah berada di apartemen dimana Selena berada. Pria itu duduk di sofa besar yang membentuk letter L sembari menikmati wine dengan pikiran yang berkecamuk. Malam itu, William harus melakukan hubungan badan bersama Selena sebagai proses pembuahan pertamanya.Hari ini adalah masa subur Selena, peluang untuk mendapatkan anak jauh lebih besar. Apalagi Sofia, istri pertama William mendesaknya untuk segera melakukan tugasnya, agar mereka segera memiliki anak. "Pak William." Panggil Selena yang berdiri di depan pintu kamarnya, William hanya menengok ke arah gadis itu tanpa menjawab."A..apakah Bapak ingin membersihkan diri dulu?" Selena tergagap karena merasa canggung.Karna wine yang di minumnya, kondisi William kini sudah mulai mabuk. Gadis itu menggunakan lingerie yang berkimono, tentu di dalam kimono itu Selena mengenakan gaun yang super seksi dan nerawang. William menjawab dengan datar. "Aku tidak ingin mandi." Selena mengangguk, lalu hendak masuk ke dalam. Langkah Sele
Selena memandang ke luar jendela mobil, setelah kedatangannya di kantor William tadi, pria itu memintanya untuk kembali ke rumah Sunrise Summit. William tidak mengizinkan Selena untuk bertindak gegabah dalam menghadapi Gangster yang menculik orangtuanya, walau dia begitu khawatir pada Ayahnya, ia tidak boleh panik dan tetap harus bersikap tenang. Dalam benaknya, sikap William begitu sulit untuk di tebak, ada kalanya pria itu bersikap begitu dingin dan angkuh tapi juga disisi lain memiliki sikap yang perhatian dan protektif. Seperti kejadian beberapa saat yang lalu ketika dirinya masih berada di kantor William, betapa marahnya William pada Arnold karna membiarkan Selena datang sendiri ke kantor dan hampir di usir oleh sekuriti. "Ada apa dengan kinerjamu sekarang, Arnold!" Suara bariton William memenuhi ruangannya. "Kamu sudah saya tugaskan untuk menjaga Selena , tapi kamu malah membiarkannya sendirian datang ke kantor ini." Tatapan mata elang William seolah ingin menguliti
"Ada apa ini ribut-ribut?" Suara bariton itu membuat Selena dan juga Lola menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Suara itu berasal dari William, entah apa yang dilakukannya, tiba-tiba sudah berada di Lobby kantor. Sempat bingung karena William tiba-tiba berada di sana padahal seharusnya saat ini dia tengah berada di ruang rapat.Melihat situasi yang menurutnya pas, Lola mulai mencari muka di depan William. "Pak William, Maaf mengganggu kenyamanan Bapak, ini ada wanita asing yang ingin bertemu dengan Bapak. Tapi sudah saya tangani, sebentar lagi Security akan datang untuk mengusirnya, dia seperti seorang pengemis ." Lola menjelaskan pada William dengan kedua mata berbinar, merasa sudah benar mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Sangat yakin jika William akan memujinya karena sudah menghalau orang asing yang akan mengganggu CEO W&M Corp. "Apa yang kamu lakukan, Lola!" William menatap Lola dengan tatapan dingin. "Kamu hendak berani mengusir tamu VIP saya?" Mendeng
Tepat ketika Arnold sampai di hotel Sagara Bay, hujan deras pun turun. Arnold turun dari mobil dengan dengan langkah sedikit lebar agar segera sampai di lobby hotel. Selena ternyata sudah menunggunya di Lobby Hotel. "Maafkan saya terlambat menjemput Anda, Nona." Nafas Arnold masih tidak teratur karena terburu-buru. "Tidak apa-apa Pak Arnold, Saya mengerti." "Terima kasih Nona untuk pengertiannya. Baiklah, mari kita berangkat sekarang." "Ayo pak." Selena beranjak dari duduknya dan mengikuti Arnold, dengan cekatan Arnold membukakan pintu mobil belakang dan mempersilahkan Selena untuk masuk. "Apa Nona ingin pergi ke tempat lain?" Arnold bertanya sembari melihat ke arah rearview mirror. "Tidak Pak, kembali saja ke Rumah. Saya ingin beristirahat." "Baiklah kalau begitu Nona." Arnold segera menyalakan mobil lalu berjalan menuju rumah di Sunrise Summit. Arnold membawa mobil dengan hati-hati. Tidak banyak pembicaraan yang terjadi di antar tangan kanan dan istri
"Dengan menikahi Brenda?" Sebelah alis William terangkat seolah menanyakan kebenaran pada Kakeknya yang dia dengar saat di telepon sewaktu masih di Sagara Bay. "Brenda berasal dari keluarga yang terhormat, dia cantik, cerdas dan juga hebat dalam berbisnis," Robert mencondongkan badannya menatap William. "Keluarga kita memerlukan menantu seperti itu, Wil." Robert berusaha menjelaskan dengan tegas, bahwa keluarga Massimo akan menjadi jauh lebih berpengaruh dan kuat jika William menikah dengan Brenda. William terkekeh atas ucapan sang Kakek. "Wil memang cucu Kakek, tapi jangan coba mencampuri urusan pribadiku, Kek." "Lalu kamu akan membesarkan anak itu sendirian, Hah!Kamu butuh seorang istri untuk membantu merawatnya." William merentangkan kedua tangannya. "Why not?" "Jangan naif kamu Wil, membesarkan anak itu tidak mudah, kamu butuh seorang istri untuk melakukan hal itu." "Apakah Kakek fikir Brenda akan mau merawat anak-anakku? Wanita modern sepertinya tidak ak
Selena manatap pria yang berada di sampingnya yang tengah tidur tanpa memakai pakaian, hanya selimut yang menutupi tubuh kekar pria yang telah menghabiskan malam penuh bergairah dengannya. Kilatan ingatan akan kejadian penuh gairah tadi malam itu seolah menari di benak Selena, bagaimana saat William mencumbu tubuh Selena dengan bibir bahkan lidahnya. Tubuh kekarnya yang bergerak dengan gagah seolah menuntut sebuah kepuasan. Bahkan semua gerakan dan cumbuan dari pria yang tengah berada di sisinya membuat tubuh Selena bergeliat karna merasakan puncak kenikmatan dunia. Pipi Selena menjadi merona karna malu ketika mengingat semua hal erotica itu, reflek telapak tangannya menutupi wajahnya. Di saat Selena merasa malu karena pikirannya sendiri, sebuah tangan kekar terasa merangkul pinggangnya. Selena segera melihat, William ternyata sudah bangun dan kini tengah menatapnya sembari tersenyum. "Good morning, Baby." sapa William lembut. Pria itu nampak bangun tidur dengan k
Tatapan William sama sekali tidak berkedip saat melihat Selena dalam balutan Lingerie hitam yang begitu menggodanya. Tubuh Selena dengan tinggi 165cm dan bertubuh langsing namun memiki buah dada yang begitu besar dan menggiurkan. Kulit putih bersihnya menjadi terlihat lebih indah dengan memakai lingerie hitam itu. Terlebih Saat Selena mulai berjalan mendekati William dengan langkahnya yang gemulai, kaki jenjangnya melangkah dengan begitu genit. William meneguk ludahnya saat melihat siluet tubuh Selena dari balik tipisnya lingeri itu serta gunung kembar Selena yang menonjol keluar karna model lingerie itu memiliki model dada yang cukup rendah. Selena tepat berdiri di depan William dengan begitu menantang William. "Apa Bapak menyukai kejutan dari saya?" ucap Selena sembari memainkan pucuk rambutnya menggunakan jari telunjuknya. William segera beranjak dari duduk dan menarik tubuh Selena ke dalam dekapannya. "Ku pastikan kamu tidak akan bisa berhenti menjerit malam ini." Tan
Selena dan William baru memasuki kamar hotel dan melepas alas kaki mereka, William segera menahan tangan Selena dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Kedua tangan William melingkar di pinggang ramping gadis itu, dan memeluknya erat. "Katamu sudah tak tahan, lalu kenapa sekarang seolah tidak mau?" Jemari Selena yang lentik lalu bermain di dada bidang dan kekar milik William. "Sabarlah dulu.. Aku ingin membersihkan diri terlebih dahulu, kita baru saja menghabiskan waktu di pantai, badanku terasa lengket." Bukannya melepaskan Selena, William justru menghentakkan tangannya di tubuh Selena, hingga gundukan kenyal milik Selena terhimpit di tubuh William. "Aku sudah tidak bisa bersabar lagi, lebih baik kita segera melakukannya sekarang!" William mulai mencumbu leher jenjang Selena dengan tidak sabar, merengkuh tubuh Selena seolah enggan untuk melepaskannya barang sebentar saja. "Pak Wil... ehh.." Selena mulai bergairah karna cumbuan William di lehernya. "Tunggulah sebentar, A
Cesss..... suara khas ikan yang tengah di bakar yang sudah di marinasi dan di olesi kecap manis menimbulkan aroma yang begitu menggugah Selera. Belum masakan kepiting yang di masak saus padang dengan potongan jagung sebagai campurannya. Menyaksikan proses masakan itu membuat Selena berulang kali menelan air liurnya yang seolah hendak menetes dari bibirnya. Sesekali Selena menggigit bibir bawahnya, tak sabar ingin segera menikmati ikan bakar dan kepiting itu. Melihat Selena yang nampak tidak sabaran menunggu makanannya, membuat William terkekeh kecil lalu mencubit hidung Selena. Membuat Selena yang tengah asyik menikmati acara masakan itu menjadi menatap ke arah William dengan sedikit kesal. Lebih tepatnya hanya berpura-pura kesal. "Sabarlah sebentar lagi, makanan itu akan segera tersaji di meja makanmu." "Aroma kedua makanan itu benar-benar menggoda indra penciumanku, Pak Wil. Apakah Bapak tidak merasakannya juga?" "Ya memang aromanya sangat menggoda, tapi aku s
Deburan ombak di pantai berpasir putih itu memang cukup tenang, udara pantai juga membuat Selena merasa berada di tempat lain. Benar apa yang William katakan, bahwa dirinya pasti akan menyukai tempat itu. Dari keindahan pantai serta tata letak setiap bangunan yang mengelilingi pantai itu terlihat begitu rapih dan indah. "Sungguh sangat indah," cicit Selena sambil kedua tangannya terbentang dengan mata terpejam. Seolah membiarkan angin sejuk pantai itu menerpa tubuhnya, terlebih langit sudah mulai memberikan warna jingganya yang sebentar lagi akan memberikan pemandangan indah matahari terbenam. Selena tampak cantik dengan topi pantai berwarna putih serta kacamata hitamnya yang elegan. "Benar bukan apa yang aku katakan, kamu pasti akan menyukainya juga." William menatap Selena dengan tangan dilipat di depan dada, wajahnya yang tampan tersenyum melihat tingkah Selena yang kagum melihat tempat itu untuk pertama kalinya. Segera Selena membuka matanya dan menganggukkan ke