“Aku tidak menyangka kalau perempuan sepertimu masih perawan. Aku kira, kamu sama
saja dengan ibumu!”
Cacian laki-laki yang kini tersenyum mengejeknya membuat Sonya memperhatikan penampilannya yang berantakan. Wanita itu tidak menyangka kalau hari bahagianya justru berubah menjadi duka. Seharusnya, sekarang dirinya sedang menikmati malam yang indah bersama Rafael, pria yang dicintainya. Namun, semuanya seakan musnah ketika laki-laki brengsek itu memporak porandakan kehidupannya.
“Anda keterlaluan!” lirih Sonya dengan air mata yang menetes. Wanita itu merasa amarahnya memuncak kala menyaksikan sang pria sudah merapikan diri dan bersiap meninggalkannya. Ia bahkan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.
“Keterlaluan, katamu? Apa yang ibumu perbuat kepada keluargaku jauh lebih parah dari ini, Nona.” Laki-laki itu berbicara dengan tatapan murka.
Sonya tampak terdiam sambil meremas selimut yang menempel di tubuhnya. Ia bahkan sudah kehilangan kata-kata untuk menyangkal tuduhan yang dilontarkan oleh Oliver.
“Kenapa terdiam? Apa kamu masih menginginkan diriku?” Laki-laki itu berbicara dengan senyum mengejek. Ia sengaja mengiisap sebatang nikotin sebelum meninggalkan Sonya yang masih terisak.
“Tuan, Anda benar-benar seorang iblis!” seru Sonya dengan tatapan penuh kebencian. Ia tidak menyangka kalau Tuhan akan mempertemukan dirinya dengan sosok yang telah menghancurkan hidupnya.
“Terserah, sekarang aku pergi dan aku berpesan, jangan macam-macam denganku karena
aku bisa menjebloskan kamu dan juga ibumu ke dalam penjara!” ancam laki-laki itu dengan penuh penekanan.
Sonya hanya mengeratkan giginya. Tangannya terkepal kuat dengan tatapan nyalang. Ia ingin turun dari atas ranjang dan menampar wajah pria yang sudah melecehkannya. Namun, pergerakannya terhenti ketika rasa nyeri menjalari inti tubuhnya. Ia hanya mampu menggigit bibirnya dengan perasaan hancur lebur.
“Tok! Tok! Tok!” terdengar suara ketukan pintu dari luar. Laki-laki itu segera berjalan dan menemui sosok yang tengah menunggunya di luar sana.
“Ada hal penting apa sehingga kamu mengganggu kesenanganku?” tanya sang laki-laki dengan tatapan dingin.
“Tuan Oliver, ada telepon dari rumah sakit. Nyonya mengamuk dan membutuhkan Anda,”
seorang laki-laki berbicara dengan wajah tertunduk.
“Bawa aku ke sana sekarang!” perintah pria itu dengan nada tergesa.
Oliver segera bergegas dari ruangan itu, mengambil jas miliknya yang tergeletak di lantai. Tepat sebelum laki-laki itu pergi, ia mendekat dan menyentuh dagu Sonya dengan tatapan tajam dan seringai yang menyeramkan.
“Kita akan bertemu lagi, Sonya.” bisik laki-laki itu dengan nada penuh penekanan.
***
Sonya baru saja turun dari mobil, wanita itu tampak tertatih sambil menggigit bibirnya. Ada rasa perih yang tengah menjalari inti tubuhnya.
Dengan tangan gemetar, Sonya membuka pintu rumahnya. Ia tampak terkejut melihat Dayana telah menunggunya di sana.
“Sonya, ke mana saja kamu? Apa kamu sudah gila dan ingin mempermalukan Ibumu?” ucap
Dayana –ibunya– dengan tatapan lekat.
Baru saja sampai, ucapan ibunya sendiri itu membuat Sonya yang merasa sedih semakin sakit hati.
“Bu, aku lelah dan aku ingin beristirahat.” Sonya menjawab dengan nada dingin. Ia bahkan tidak memedulikan pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya.
“Sonya, ada apa denganmu? Kenapa kamu menghilang di hari pernikahanmu? Ibu sangat malu karena tamu undangan mencibir dan menghina Ibu. Semua orang menyebut Ibu tidak becus mendidikmu.” Dayana berbicara dengan netra berkaca-kaca. Ada rasa sesak yang tengah menguasai hatinya.
“Kenapa harus bertanya kepadaku? Ibu bahkan mungkin sudah tahu alasannya. Aku lelah dan aku ingin beristirahat.” Sonya menjawab dengan sinis. Ia bergegas masuk ke kamardan menumpahkan tangisnya di dalam sana. Seandainya saja, Dayana tidak merebut pria yang ia panggil paman, mungkin hari ini dirinya tengah berbahagia dengan Rafael.
Dayana hanya terdiam dengan tatapan tidak percaya. Sejak kapan Sonya berani berkata kasar kepadanya? Selama ini, Sonya kerap bersikap lembut dan tidak pernah membantah perintahnya, namun hari ini semua berubah. Sonya terlihat seperti bukan putrinya yang dulu.
“Sonya, kejadian apa yang telah menimpamu? Kenapa kamu bersikap seperti itu kepada Ibu?” lirih Dayana dengan netra berkaca-kaca.
Tadi siang, Dayana masih mengingat dengan baik, kepanikan yang terjadi di lokasi pesta pernikahan putrinya. Ia bahkan sempat menangis tersedu-sedu ketika Sonya dinyatakan menghilang dari kamarnya.
Seluruh tamu undangan saling berbisik satu sama lain. Belum lagi keluarga Rafael yang memaki dan menyalahkan dirinya. Sebagai seorang ibu dari sang mempelai wanita, Dayana menjadi sosok yang paling disalahkan dalam peristiwa menghilangnya Sonya. Mereka menuduh Dayana sengaja melakukan hal ini untuk mempermalukan keluarga Rafael.
“Nyonya Dayana, saya pikir Anda adalah wanita terhormat, ternyata Anda benar-benar tidak tahu malu.” Keluarga Rafael menumpahkan kekecewaannya kepada Dayana. Mereka menganggap Dayana adalah dalang yang menyebabkan Sonya kabur di hari pernikahannya.
“Tuan Arga, saya tidak tahu apa-apa. Saya bahkan tidak tahu, di mana keberadaan putri saya. Tolong, beri kesempatan kepada saya untuk menemukan Sonya!” Dayana meminta waktu untuk mencari keberadaan putrinya. Ia berjanji akan segera menemukan Sonya.
“Cih, jangan banyak alasan Nyonya. Apa Anda tidak melihat kalau semua mata tertuju kepada putraku? Lihat, mereka semua membicarakan putraku dan menghina keluarga kami. Kami benar-benar menyesal karena sudah mengizinkan Rafael menikah dengan putrimu!” Tuan Agra kembali mengungkapkan kekecewaannya kepada Dayana. Laki-laki itu bahkan sudah berniat akan membawa masalah ini ke meja hijau.
“Tuan, tolong bersabarlah sedikit. Kami sedang berusaha menemukan Sonya.” Dayana berusaha menenangkan pihak keluarga Rafael. Ia merasa yakin kalau putrinya pasti akan segera ditemukan.
Namun, sampai pesta akan berakhir, Sonya tidak kunjung ditemukan. Tuan Arga murka dan mengancam akan membawa masalah ini ke meja hijau.
“Nyonya Dayana, saya tidak dapat mentolerir sikap putri Anda. Saya akan menuntut Anda dengan dakwaan penipuan dan pencemaran nama baik. Saya benar-benar tidak terima!” Tuan Arga berbicara dengan tatapan yang begitu tajam. Ia bahkan sudah bertekad bulat untuk memperkarakan Dayana dan putrinya.
Dayana tampak pias, tubuhnya seketika menegang mendengar ancaman yang diberikan Tuan Arga. Tiba-tiba, Stella mendekat dan menawarkan kesepakatan kepada Tuan Arga.
“Tuan, bagaimana kalau saya yang akan menggantikan posisi Sonya? Saya tidak keberatan asalkan Tuan tidak akan membawa masalah ini ke meja hijau.” Stella datang bagaikan penyelamat. Gadis itu berbicara dengan wajah tertunduk sambil meremas kuat jari jemarinya.
“Baiklah, saya setuju. Menikahlah dengan putraku!” Tuan Arga tampak setuju dengan penawaran Stella. Ia bahkan meminta Stella untuk bersiap-siap.
Tuan Arga memberitahu seluruh keluarganya, bahwa pernikahan putranya akan tetap digelar dengan menjadikan Stella sebagai mempelai wanitanya. Ia bahkan tidak peduli dengan reaksi yang ditunjukkan oleh putranya.
“Rafael, kamu akan tetap menikah. Stella akan menjadi mempelai pengganti di pernikahanmu!” ucap Tuan Arga dengan nada tegas.
***
Bersambung
“Tuan, syukurlah Anda sudah datang. Nyonya terus menanyakan Anda,” ucap seorang laki-laki dengan nada penuh kelegaan.Oliver hanya mengangguk dan mempercepat langkahnya. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin segera sampai di ruang perawatan ibunya.“Dokter, bagaimana keadaan ibuku?” tanya Oliver dengan napas terengah-engah.“Keadaan Nyonya Alia sudah lebih tenang. Anda dapat menemuinya di ruangan, Tuan.”Dokter itu segera mempersilakan Oliver untuk masuk ke sebuah ruangan dengan cahaya temaram. Laki-laki itu mengembuskan napas lega ketika melihat seseorang tengah berbaring di atas ranjang.“Bu, ini Oliver, apa Ibu baik-baik saja?” bisik Oliver dengan nada penuh kelembutan. Laki-laki itu mengusap lembut puncak kepala wanita yang tengah tersenyum kepadanya.“Oliver, jangan tinggalkan Ibu. Ibu, ingin selalu bersamamu!” lirih wanita itu dengan netra berkaca-kaca.“Bu, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku tidak akan mengizinkan siapapun menyakitimu,” bisik Oliver dengan penuh perhatian. Hat
“Sonya, benarkah itu kamu?” lirih Rafael dengan netra membola. Laki-laki itu membeku dengan tatapan tidak percaya. Ada perasaan sesak yang tengah memenuhi rongga dadanya.Sonya hanya mengangguk dan meremas kemejanya. Ada rasa perih yang tengah menjalari raganya. Ingin sekali Sonya berlari dan memeluk Rafael, namun ia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.“Sonya, kamu ke mana saja? Kenapa kamu tega meninggalkan aku di hari bahagia kita? Aku sungguh sangat terpukul dengan kepergianmu,” ucap Rafael dengan tatapan penuh kekecewaan. Laki-laki itu mengembuskan napas kasar seakan tengah melepaskan beban berat di dalam hidupnya.“Rafael, maafkan aku!” lirih Sonya dengan bibir bergetar. Ada rasa bersalah yang kini tengah menyelimuti hati Sonya. Apalagi bayangan laki-laki brengsek itu, seakan terus menerus menari-nari di pelupuk matanya.“Sonya, tanpa perlu meminta maaf, aku bahkan sudah memaafkanmu. Namun, aku tidak pernah menyangka kalau kamu begitu tega mempermalukan diriku.” Rafael
“Kenapa kamu masih berani menemui Rafael? Apa kamu tidak takut rahasia kita akan terbongkar?” ucap Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi keterkejutan di wajah Sonya. “R-rahasia?” lirih Sonya dengan tubuh bergetar. Terbayang sudah, kejadian demi kejadian yang telah menimpa dirinya. Ia bahkan tidak mampu berkata-kata dengan netra berkaca-kaca.“Cepat masuk!” perintah Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan berbicara dengan tatapan lurus ke depan.Sonya menggeleng dan tetap berdiri di tempatnya. Ia bahkan tidak sudi untuk duduk bersama laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya.“Apa kamu ingin mati kedinginan?” ucap Oliver dengan nada penuh penekanan.Sonya tampak terkejut dengan ucapan Oliver. Hujan turun semakin deras disertai suara petir yang menggelegar, tubuh Sonya bahkan sudah menggigil hebat. Wanita itu masih terus berkeras untuk menolak tawaran Oliver.“Baiklah, kalau kamu terus berkeras, aku akan pergi meninggalkanmu!” u
“Dia,” lirih Sonya dengan netra membola. Ia melihat wajah seseorang yang sangat dikenalnya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidup dan masa depannya.Para wartawan tampak bertanya mengenai kasus sengketa hukum yang tengah ditangani oleh Oliver. Mereka bahkan terlihat sangat antusias untuk menggali informasi hasil persidangan hari ini.“Tuan Oliver, apa Anda puas dengan jalannya persidangan hari ini?” tanya seorang wartawan dengan tatapan serius.“Tidak, saya belum puas dengan hasil persidangan hari ini. Dens Company harus membayar sesuai dengan tuntutan yang kami ajukan.” Oliver menjawab pertanyaan wartawan dengan nada tegas. Laki-laki itu menunjukkan wibawanya di hadapan para wartawan yang ada di sana.“Baiklah, menurut Anda, bagaimana kalau Dans Company tidak bersedia membayar kerugian yang diderita oleh Brench Group?” ucap sang wartawan dengan nada penuh semangat.“Saya sudah menyiapkan langkah hukum selanjutnya untuk menghadapi Brench Group. Saya rasa sudah cukup, saya harus ke
Setelah Sonya membuka pintu, tiba-tiba netranya membola. Ia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya.“Rafael, k-kamu sedang apa di sini?” tanya Sonya dengan wajah gugup.“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Ini kantorku dan aku bebas berada di manapun selama aku mau.” Rafael menjawab pertanyaan Sonya dengan nada dingin. Laki-laki itu tengah merapikan meja milik Sonya.“T-tidak, maksudku kenapa kamu sepagi ini sudah berada di kantor. Apa ada meeting yang harus kita hadiri hari ini?” Sonya tampak begitu canggung ketika berbicara dengan Rafael. Ada debar yang tidak biasa di dalam dadanya.“Sonya, mulai besok, jangan pernah datang lagi ke sini dan tolong bawa barang-barangmu dari sini!” ucap Rafael dengan nada penuh penekanan. Ada perasaan kecewa yang tergambar di wajah laki-laki itu.“K-kenapa Rafael? Kenapa kamu mengusirku dari sini? Aku bahkan masih ingin bekerja di tempat ini dan aku berjanji akan menjaga jarak denganmu!” Sonya berbicara dengan tatapan tidak percaya.“Sonya, ak
“Hallo Tuan, saya ingin memberitahu Anda kalau Nona Sonya sudah dipecat dari pekerjaannya!” ucap pria itu dengan nada serius.“Dipecat?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Ada rasa terkejut yang tergambar jelas di wajahnya.“Ya, Nona Sonya sudah dipecat oleh Rafael. Wanita itu sudah dipaksa untuk meninggalkan perusahaan milik mantan kekasihnya.Oliver menghela napas, laki-laki itu bahkan sengaja mengisap cerutu yang ada di tangannya. Ada kepuasan yang tercetak jelas di balik tatapan matanya. Setidaknya, ia dapat menghancurkan Dayana melalui putrinya.“Bagus, tanpa harus mengotori tanganku, hidup Sonya sudah hancur!” kekeh laki-laki itu dengan tatapan yang begitu tajam. Kepulan asap yang membumbung seakan menjadi gambaran kepuasan tersendiri untuk Oliver. Laki-laki itu bahkan tertawa bahagia mendengar kejadian yang baru saja menimpa musuhnya.Sebelum Oliver mengakhiri pembicaraannya, ia meminta orang kepercayaannya memantau keadaan Sonya. Laki-laki itu berjanji tidak akan memberi
“Bu, izinkan aku pergi dari sini. Biarkan aku mencari penawar lukaku!” isak Sonya dengan sambil bersimpuh di kaki Dayana.“Sonya, kenapa kamu harus pergi? Apa tidak ada jalan lain untuk menyembuhkan lukamu? Ibu tidak keberatan kalau kamu akan tinggal beberapa hari di rumah. Jangan bersikap gegabah!” Dayana tampak terkejut dengan keputusan putrinya. Ia tidak menyangka kalau Sonya akan memaksa pergi meninggalkan dirinya.“Bu, aku tidak punya kekuatan untuk bertahan dan aku sudah memikirkan semuanya. Aku janji, setelah aku berhasil mengobati luka hatiku, aku akan kembali ke rumah ini.” Sonya menangis dan berjanji kepada Dayana. Ia akan kembali ke rumah ini ketika hatinya sudah dapat berdamai dengan kenyataan pahit yang menimpanya.Dayana hanya menghela napas kasar. Bagaimana mungkin dirinya akan melepaskan Sonya? Dari kecil, ia merawat Sonya seorang diri dan kini, ketika anak itu telah tumbuh dewasa, Sonya justru berniat meninggalkan dirinya sendirian di sana.“Sonya, apa kamu tidak kas
“A-apa?” Lorenzo tampak terkejut dengan ucapan tuannya. Laki-laki itu tidak menyangka kalau Oliver berniat melenyapkan Sonya.“Kenapa kamu terkejut? Wanita jalang itu tidak pantas untuk hidup. Aku tidak akan tinggal diam sebelum melihat keluarganya hancur lebur!” Oliver berbicara dengan penuh penekanan. Ia bahkan masih menyimpan dendam yang begitu besar di dalam hatinya.“Tuan, apa itu bukan hal yang keterlaluan? Sepertinya Nona Sonya sudah mendapatkan pembalasan yang stimpal dan Anda tidak perlu lagi melakukan hal yang membahayakan.” Lorenzo tampak keberatan dengan rencana Oliver. Ia bahkan menentang keras rencana tuannya.“Lorenzo, aku akan merasa puas kalau hidup Dayana benar-benar hancur. Aku ingin melihat wanita itu mencium kakiku dan memohon pengampunan padaku!” Oliver tampak tersenyum sinis. Laki-laki itu sudah bertekad bulat untuk menghancurkan keluarga Dayana.“Tuan, sebaiknya Anda berhenti untuk terus membalas dendam. Saya yakin, Dayana sudah mendapatkan balasannya. Ia bahka