“Kenapa kamu masih berani menemui Rafael? Apa kamu tidak takut rahasia kita akan terbongkar?” ucap Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi keterkejutan di wajah Sonya.
“R-rahasia?” lirih Sonya dengan tubuh bergetar. Terbayang sudah, kejadian demi kejadian yang telah menimpa dirinya. Ia bahkan tidak mampu berkata-kata dengan netra berkaca-kaca.
“Cepat masuk!” perintah Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan berbicara dengan tatapan lurus ke depan.
Sonya menggeleng dan tetap berdiri di tempatnya. Ia bahkan tidak sudi untuk duduk bersama laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya.
“Apa kamu ingin mati kedinginan?” ucap Oliver dengan nada penuh penekanan.
Sonya tampak terkejut dengan ucapan Oliver. Hujan turun semakin deras disertai suara petir yang menggelegar, tubuh Sonya bahkan sudah menggigil hebat. Wanita itu masih terus berkeras untuk menolak tawaran Oliver.
“Baiklah, kalau kamu terus berkeras, aku akan pergi meninggalkanmu!” ucap Oliver dengan nada datar. Ia bahkan sudah bersiap memacu kendaraannya untuk meninggalkan Sonya yang masih berdiri di tepi jalan.
“T-tunggu!” seru Sonya dengan bibir bergetar. Wanita itu tampak menggigil hebat karena hujan yang turun dengan derasnya.
Oliver tersenyum miring, ia sangat yakin kalau Sonya pasti akan menerima tawarannya. Gadis lemah seperti Sonya, sudah pasti tidak memiliki kekuatan untuk memberontak kepadanya. Hal ini, membuat Oliver merasa menang.
Sonya segera masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Oliver dengan tatapan waspada. Wanita itu hanya beraharap, semoga saja Oliver tidak akan mengulangi perbuatannya.
Laki-laki itu melepaskan jasnya dan memberikannya kepada Sonya. Oliver memang membenci Sonya, namun dirinya tidak tega melihat kondisinya yang cukup memprihatinkan.
“Pakailah, mungkin ini akan sedikit menghangatkanmu!” Oliver memberikan jasnya kepada Sonya. Ia sudah bersiap untuk melajukan kendaraannya.
“A-aku tidak butuh benda ini!” ucap Sonya dengan tubuh yang menggigil. Sungguh, nasibnya benar-benar malang. Pria iblis itu sepertinya tidak pernah puas untuk mengganggu kehidupannya.
“Baiklah, kalau terjadi apa-apa denganmu, jangan salahkan aku. Aku bahkan tidak segan-segan membuang tubuhmu ke hutan atau ke kandang singa!” ucap Oliver dengan nada santai. Ia bahkan tidak memedulikan ekspresi ketakutan di wajah Sonya.
Dengan cepat, Sonya meraih jas milik Oliver. Wanita itu segera memakainya dan tanpa sadar, indra penciumannya menghirup aroma khas yang mampu menenangkan perasaannya. ya, aroma kayu yang maskulin dan mampu membuat Sonya terhanyut untuk sesaat.
Oliver melirik ke samping, laki-laki itu melihat gerak-gerik Sonya yang tidak biasa.
“Kenapa dengan jas milikku? Apa kamu menyukainya? Atau jangan-jangan, kamu sedang membayangkan diriku?” ucap Oliver dengan nada sinis.
Sonya tampak menghela napas dan menundukkan wajahnya. Kalau saja dirinya tidak sedang terpojok, mungkin ia tidak akan pernah sudi untuk berada di dalam satu mobil bersama pria yang sudah menghancurkan masa depannya.
“Aku lupa kalau ibumu adalah wanita penggoda, jadi rasanya wajar kalau kamu mengikuti jejaknya.” Oliver terkekeh dengan senyum merendahkan. Ia menganggap Sonya sama saja seperti Dayana.
“Tuan, cukup. Ibuku memang bersalah namun, aku mohon berhentilah untuk menghakiminya!” Sonya tampak kesal. Dadanya bergemuruh hebat mendengar hinaan demi hinaan yang keluar dari mulut Oliver.
Bukannya meminta maaf, laki-laki itu kembali fokus mengemudikan kendaraannya. Ia bahkan tidak peduli dengan kemarahan yang ditunjukkan oleh Sonya.
Setelah hampir satu jam berjibaku di tengah kemacetan ibu kota. Akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Oliver telah sampai di depan rumah Sonya. Laki-laki itu tampak tersenyum untuk sesaat dan mengamati rumah Sonya yang tampak lengang.
“Bagaimana reaksi ibumu kalau tahu kita telah menghabiskan malam yang begitu indah?” bisik Oliver dengan nada penuh semangat. Ia bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Sonya.
“Tuan, berhenti mengganggu dan menyakitiku. Apa Anda belum puas menyiksa dan menghancurkan masa depanku?” Sonya berbicara dengan nada tinggi. Ia bahkan merasa marah mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Oliver.
“Menghancurkan? Ini belum apa-apa, Manis. Masih banyak kejutan-kejutan lain di depan sana. Sampaikan kepada ibumu, kalau kita telah menghabiskan malam bersama!” bisik Oliver dengan nada penuh penekanan. Hatinya merasa bahagia melihat ekspresi wajah Sonya yang tertekan.
“Dasar pria iblis. Aku tidak akan memaafkanmu!” seru Sonya dengan tatapan nyalang. Untuk ke sekian kalinya, Oliver merendahkan dirinya dan mencabik-cabik harga diri wanita itu. Hanya tangis penyesalan yang kini terlihat jelas di wajah Sonya.
Sonya segera keluar dan berlari meninggalkan Oliver yang masih tersenyum dengan pongahnya. Wanita itu bahkan merasa menyesal karena telah menerima tawaran laki-laki itu.
Dengan tubuh basah kuyup, Sonya segera membuka pintu rumahnya. Ia mengembuskan napas kasar ketika mengingat semua penghinaan yang dilakukan oleh Oliver. Kalau saja dirinya memiliki keberanian lebih, mungkin ia akan menghabisi laki-laki itu dengan tangannya.
“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” tanya Dayana dengan wajah terkejut. Ia merasa iba melihat putrinya yang tampak basah kuyup oleh air hujan yang membasahi tubuhnya.
“Ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab singkat pertanyaan ibunya.
Dengan sigap, Dayana segera memberikan handuk kering kepada putrinya. Ia terlihat sangat khawatir dengan kondisi Sonya.
“Sonya, lebih baik segera keringkan tubuhmu. Ibu takut kalau kamu sakit.” Dayana memberikan handuk itu kepada putrinya. Ia segera pergi ke dapur untuk membuatkan segelas teh hangat untuk Sonya.
Sonya tampak tidak peduli dengan perhatian yang diberikan oleh Dayana. Rasa sakit dan kecewa di dalam hatinya teramat dalam sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Sonya segera menuju ke meja makan. Rasa lapar yang begitu menyiksa, membuat wanita itu melangkahkan kakinya dengan tergesa.
Sesampainya di meja makan, Sonya melihat Dayana yang tampak sibuk menyiapkan makanan. Wanita itu tersenyum lembut dengan kehadiran putrinya di sana.
“Sonya, Ibu sudah membuatkan segelas teh hangat. Ibu juga sudah menyiapkan semangkuk sup untuk menghangatkan tubuhmu!” Dayana berbicara dengan penuh perhatian. Ia tahu kalau Sonya sedang tidak baik-baik saja.
Sonya hanya terdiam sambil menyesap segelas teh hangat di hadapannya. Ia bahkan terlihat mengabaikan keberadaan Dayana.
“Bu, bagaimana hubunganmu dengan Paman James?” tanya Sonya dengan tatapan dingin.
“K-kenapa kamu bertanya seperti itu?” jawab Dayana dengan nada penuh kecanggungan. Ia bahkan terlihat tidak nyaman ketika Sonya bertanya hal itu kepada dirinya.
“Bu, apa tidak sebaiknya hubungan kalian diakhiri saja? Ada banyak hati yang akan tersakiti.” Sonya berbicara dengan tatapan sendu. Ia merasa sedih karena ibunya sudah menjadi perusak rumah tangga orang.
“Sonya, makanlah dulu. Kamu pasti sangat lapar!” Dayana sengaja mengalihkan pembicaraan. Ia bahkan tidak mau membahas hubungannya dengan James.
“Bu, mau sampai kapan kita seperti ini? Kita sudah bahagia hidup berdua dan rasanya tidak pantas kalau Ibu berbahagia di atas penderitaan orang lain.” Sonya berbicara dengan tatapan kecewa. Hatinya seketika hancur mengingat semua ucapan Oliver kepadanya.
“Sonya, Ibu tidak ingin membahas hal ini. Sekarang kamu makan dan habiskan supnya!” Dayana berbicara dengan nada tegas. Ia bahkan berani menatap tajam ke arah putrinya yang tengah duduk di hadapannya.
Sonya hanya menggeleng, ia membanting sendok dan garpu yang tengah berada di genggaman tangannya. Wanita itu segera meninggalkan meja makan dan berlari ke kamarnya. Sonya benar-benar tidak menyangka kalau ibunya adalah seorang pelakor.
“Sonya, tunggu!” seru Dayana dengan tatapan nanar. Ada rasa sesak yang tengah memenuhi rongga dadanya.
Sonya yang marah, segera menyalakan televisi di kamarnya. Wanita itu terus menerus menekan tombol remote yang ada di dalam genggaman tangannya. Tiba-tiba, tangannya tidak sengaja menekan tombol sebuah saluran televisi yang cukup terkenal dan tengah menayangkan kerumunan wartawan yang sedang memburu berita.
Seketika wajah Sonya tampak pias, ketika menyadari sosok yang tengah diburu oleh para wartawan di sana.
“D-dia,” lirih Sonya dengan netra membola.
***
Bersambung
“Dia,” lirih Sonya dengan netra membola. Ia melihat wajah seseorang yang sangat dikenalnya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidup dan masa depannya.Para wartawan tampak bertanya mengenai kasus sengketa hukum yang tengah ditangani oleh Oliver. Mereka bahkan terlihat sangat antusias untuk menggali informasi hasil persidangan hari ini.“Tuan Oliver, apa Anda puas dengan jalannya persidangan hari ini?” tanya seorang wartawan dengan tatapan serius.“Tidak, saya belum puas dengan hasil persidangan hari ini. Dens Company harus membayar sesuai dengan tuntutan yang kami ajukan.” Oliver menjawab pertanyaan wartawan dengan nada tegas. Laki-laki itu menunjukkan wibawanya di hadapan para wartawan yang ada di sana.“Baiklah, menurut Anda, bagaimana kalau Dans Company tidak bersedia membayar kerugian yang diderita oleh Brench Group?” ucap sang wartawan dengan nada penuh semangat.“Saya sudah menyiapkan langkah hukum selanjutnya untuk menghadapi Brench Group. Saya rasa sudah cukup, saya harus ke
Setelah Sonya membuka pintu, tiba-tiba netranya membola. Ia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya.“Rafael, k-kamu sedang apa di sini?” tanya Sonya dengan wajah gugup.“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Ini kantorku dan aku bebas berada di manapun selama aku mau.” Rafael menjawab pertanyaan Sonya dengan nada dingin. Laki-laki itu tengah merapikan meja milik Sonya.“T-tidak, maksudku kenapa kamu sepagi ini sudah berada di kantor. Apa ada meeting yang harus kita hadiri hari ini?” Sonya tampak begitu canggung ketika berbicara dengan Rafael. Ada debar yang tidak biasa di dalam dadanya.“Sonya, mulai besok, jangan pernah datang lagi ke sini dan tolong bawa barang-barangmu dari sini!” ucap Rafael dengan nada penuh penekanan. Ada perasaan kecewa yang tergambar di wajah laki-laki itu.“K-kenapa Rafael? Kenapa kamu mengusirku dari sini? Aku bahkan masih ingin bekerja di tempat ini dan aku berjanji akan menjaga jarak denganmu!” Sonya berbicara dengan tatapan tidak percaya.“Sonya, ak
“Hallo Tuan, saya ingin memberitahu Anda kalau Nona Sonya sudah dipecat dari pekerjaannya!” ucap pria itu dengan nada serius.“Dipecat?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Ada rasa terkejut yang tergambar jelas di wajahnya.“Ya, Nona Sonya sudah dipecat oleh Rafael. Wanita itu sudah dipaksa untuk meninggalkan perusahaan milik mantan kekasihnya.Oliver menghela napas, laki-laki itu bahkan sengaja mengisap cerutu yang ada di tangannya. Ada kepuasan yang tercetak jelas di balik tatapan matanya. Setidaknya, ia dapat menghancurkan Dayana melalui putrinya.“Bagus, tanpa harus mengotori tanganku, hidup Sonya sudah hancur!” kekeh laki-laki itu dengan tatapan yang begitu tajam. Kepulan asap yang membumbung seakan menjadi gambaran kepuasan tersendiri untuk Oliver. Laki-laki itu bahkan tertawa bahagia mendengar kejadian yang baru saja menimpa musuhnya.Sebelum Oliver mengakhiri pembicaraannya, ia meminta orang kepercayaannya memantau keadaan Sonya. Laki-laki itu berjanji tidak akan memberi
“Bu, izinkan aku pergi dari sini. Biarkan aku mencari penawar lukaku!” isak Sonya dengan sambil bersimpuh di kaki Dayana.“Sonya, kenapa kamu harus pergi? Apa tidak ada jalan lain untuk menyembuhkan lukamu? Ibu tidak keberatan kalau kamu akan tinggal beberapa hari di rumah. Jangan bersikap gegabah!” Dayana tampak terkejut dengan keputusan putrinya. Ia tidak menyangka kalau Sonya akan memaksa pergi meninggalkan dirinya.“Bu, aku tidak punya kekuatan untuk bertahan dan aku sudah memikirkan semuanya. Aku janji, setelah aku berhasil mengobati luka hatiku, aku akan kembali ke rumah ini.” Sonya menangis dan berjanji kepada Dayana. Ia akan kembali ke rumah ini ketika hatinya sudah dapat berdamai dengan kenyataan pahit yang menimpanya.Dayana hanya menghela napas kasar. Bagaimana mungkin dirinya akan melepaskan Sonya? Dari kecil, ia merawat Sonya seorang diri dan kini, ketika anak itu telah tumbuh dewasa, Sonya justru berniat meninggalkan dirinya sendirian di sana.“Sonya, apa kamu tidak kas
“A-apa?” Lorenzo tampak terkejut dengan ucapan tuannya. Laki-laki itu tidak menyangka kalau Oliver berniat melenyapkan Sonya.“Kenapa kamu terkejut? Wanita jalang itu tidak pantas untuk hidup. Aku tidak akan tinggal diam sebelum melihat keluarganya hancur lebur!” Oliver berbicara dengan penuh penekanan. Ia bahkan masih menyimpan dendam yang begitu besar di dalam hatinya.“Tuan, apa itu bukan hal yang keterlaluan? Sepertinya Nona Sonya sudah mendapatkan pembalasan yang stimpal dan Anda tidak perlu lagi melakukan hal yang membahayakan.” Lorenzo tampak keberatan dengan rencana Oliver. Ia bahkan menentang keras rencana tuannya.“Lorenzo, aku akan merasa puas kalau hidup Dayana benar-benar hancur. Aku ingin melihat wanita itu mencium kakiku dan memohon pengampunan padaku!” Oliver tampak tersenyum sinis. Laki-laki itu sudah bertekad bulat untuk menghancurkan keluarga Dayana.“Tuan, sebaiknya Anda berhenti untuk terus membalas dendam. Saya yakin, Dayana sudah mendapatkan balasannya. Ia bahka
“Kenapa dia ada di sini? Apa yang sedang ia lakukan di sini?” gumam Lorenzo dengan tatapan tidak percaya.Laki-laki itu segera mendekat ke arah Sonya dan memastikan kalau wanita itu memang sosok yang sangat dibenci oleh tuannya. Setelah yakin, Lorenzo segera mendekati seorang pegawai yang tengah berdiri tidak jauh darinya.“Saya ingin minta tolong kepadamu, tolong tahan wanita itu sampai saya meninggalkan toko ini. Saya ingin memberikan tips yang cukup besar untukmu!” bisik Lorenzo dengan penuh penekanan. Ia tidak ingin membiarkan Sonya keluar dari sana dan memicu kemarahan tuannya. Meski dirinya adalah sosok yang patuh, namun ia tidak setuju kalau Oliver ingin menghabisi Sonya.“Baik, Tuan. Saya akan menahan wanita itu supaya tidak pergi ke mana-mana. Sekarang, silakan pilih kue yang Anda inginkan!” ucap pegawai itu dengan nada ramah.Lorenzo tampak mengangguk dan segera memilih kue pesanan Oliver. Laki-laki itu segera membayarnya ke kasir dan memberikan tips yang lumayan untuk seora
Sonya baru saja sampai di rumahnya. Wanita itu tampak bersenandung sambil membawa goody bag di tangannya.“Sonya, kamu dari mana? Ibu sungguh mengkhawatirkanmu!” ucap Dayana dengan tatapan penuh kelegaan. Wanita itu sangat mengkhawatirkan Sonya yang pergi dalam waktu cukup lama.“Maaf Bu, aku tadi pergi ke toko kue, kebetulan esok hari aku akan pergi. Jadi, tidak ada salahnya kalau kita memakan kue ini bersama-sama,” jawab Sonya dengan nada datar. Ia segera menyiapkan kue yang baru saja dibelinya. Wanita itu bergegas mengambil dua buah piring untuk dirinya dan Dayana.“Sonya, apa tekadmu sudah bulat? Kenapa kamu tidak berusaha mencari pekerjaan di sini saja? Ibu pasti akan sangat kehilanganmu,” ucap Dayana dengan tatapan sendu. Ia merasa takut kehilangan putrinya.“Bu, jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Wanita itu segera memotong kue dan mengajak Dayana untuk memakannya. Malam ini, dirinya tidak ingin membahas hubungan ibunya dengan Paman
Wanita itu segera membuka pintu dan seketika wajahnya berubah ketika melihat sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Sonya, ka…,” kata-kata Dayana terhenti ketika melihat dua orang berpakaian hitam-hitam tengah melemparkan tatapan yang begitu tajam.“T-tuan, ada perlu apa Anda datang ke sini?” tanya Dayana dengan wajah terkejut. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya untuk mencairkan suasana.“Di mana Sonya?” tanya seorang laki-laki dengan bekas luka di wajahnya.“S-sonya? Maksud Anda, Sonya putriku?” tanya Dayana dengan jantung yang berdetak kencang. Tubuhnya tampak menegang ketika dua orang laki-laki itu memaksanya untuk masuk ke dalam.“Ya, tentu saja Sonya putri Anda. Memangnya di sini ada berapa orang yang bernama Sonya?” ucap laki-laki itu dengan tatapan sinis.“Tuan, Sonya tidak ada.” Dayana mencoba mengatakan yang sebenarnya. Putrinya memang tidak ada dan sudah pergi meninggalkan rumah ketika hari masih gelap.“Pergi? Pergi ke mana? Apa Anda sedang berusaha membohongiku?”
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah