Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Seorang wanita tampak tergolek lemah dan sesekali mengerjapkan netranya. Tangannya terikat kuat dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya.“A-aku di mana?” lirih Sonya dengan nada yang begitu pelan. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya untuk mengembalikan kewarasannya.“Anda berada di tempat yang aman,” jawab seseorang dengan suara berat. Laki-laki itu berdiri di dekat ranjang dengan tatapan yang begitu menyeramkan.Sonya segera melebarkan netranya. Seketika wajahnya pias ketika menyadari posisinya. Wanita itu dalam keadaan terikat dan tidak berdaya.“T-tuan, tolong lepaskan aku. Hari ini aku akan menikah dan Rafael pasti sedang menungguku!” Sonya tampak memohon dengan air mata yang berlinang. Gadis itu benar- benar mengkhawatirkan kondisi calon suaminya.“Nona, tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Anda cukup diam dan patuhi perintahm kami!” laki-laki bertubuh kekar itu segera mendekat dan berbicara dengan nada mengancam. Mereka terlihat sangat menyeramkan di hadapan Sony
“Aku tidak menyangka kalau perempuan sepertimu masih perawan. Aku kira, kamu samasaja dengan ibumu!” Cacian laki-laki yang kini tersenyum mengejeknya membuat Sonya memperhatikan penampilannya yang berantakan. Wanita itu tidak menyangka kalau hari bahagianya justru berubah menjadi duka. Seharusnya, sekarang dirinya sedang menikmati malam yang indah bersama Rafael, pria yang dicintainya. Namun, semuanya seakan musnah ketika laki-laki brengsek itu memporak porandakan kehidupannya.“Anda keterlaluan!” lirih Sonya dengan air mata yang menetes. Wanita itu merasa amarahnya memuncak kala menyaksikan sang pria sudah merapikan diri dan bersiap meninggalkannya. Ia bahkan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.“Keterlaluan, katamu? Apa yang ibumu perbuat kepada keluargaku jauh lebih parah dari ini, Nona.” Laki-laki itu berbicara dengan tatapan murka. Sonya tampak terdiam sambil meremas selimut yang menempel di tubuhnya. Ia bahkan sudah kehilangan kata-kata untuk menyang
“Tuan, syukurlah Anda sudah datang. Nyonya terus menanyakan Anda,” ucap seorang laki-laki dengan nada penuh kelegaan.Oliver hanya mengangguk dan mempercepat langkahnya. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin segera sampai di ruang perawatan ibunya.“Dokter, bagaimana keadaan ibuku?” tanya Oliver dengan napas terengah-engah.“Keadaan Nyonya Alia sudah lebih tenang. Anda dapat menemuinya di ruangan, Tuan.”Dokter itu segera mempersilakan Oliver untuk masuk ke sebuah ruangan dengan cahaya temaram. Laki-laki itu mengembuskan napas lega ketika melihat seseorang tengah berbaring di atas ranjang.“Bu, ini Oliver, apa Ibu baik-baik saja?” bisik Oliver dengan nada penuh kelembutan. Laki-laki itu mengusap lembut puncak kepala wanita yang tengah tersenyum kepadanya.“Oliver, jangan tinggalkan Ibu. Ibu, ingin selalu bersamamu!” lirih wanita itu dengan netra berkaca-kaca.“Bu, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku tidak akan mengizinkan siapapun menyakitimu,” bisik Oliver dengan penuh perhatian. Hat
“Sonya, benarkah itu kamu?” lirih Rafael dengan netra membola. Laki-laki itu membeku dengan tatapan tidak percaya. Ada perasaan sesak yang tengah memenuhi rongga dadanya.Sonya hanya mengangguk dan meremas kemejanya. Ada rasa perih yang tengah menjalari raganya. Ingin sekali Sonya berlari dan memeluk Rafael, namun ia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.“Sonya, kamu ke mana saja? Kenapa kamu tega meninggalkan aku di hari bahagia kita? Aku sungguh sangat terpukul dengan kepergianmu,” ucap Rafael dengan tatapan penuh kekecewaan. Laki-laki itu mengembuskan napas kasar seakan tengah melepaskan beban berat di dalam hidupnya.“Rafael, maafkan aku!” lirih Sonya dengan bibir bergetar. Ada rasa bersalah yang kini tengah menyelimuti hati Sonya. Apalagi bayangan laki-laki brengsek itu, seakan terus menerus menari-nari di pelupuk matanya.“Sonya, tanpa perlu meminta maaf, aku bahkan sudah memaafkanmu. Namun, aku tidak pernah menyangka kalau kamu begitu tega mempermalukan diriku.” Rafael
“Kenapa kamu masih berani menemui Rafael? Apa kamu tidak takut rahasia kita akan terbongkar?” ucap Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat puas melihat ekspresi keterkejutan di wajah Sonya. “R-rahasia?” lirih Sonya dengan tubuh bergetar. Terbayang sudah, kejadian demi kejadian yang telah menimpa dirinya. Ia bahkan tidak mampu berkata-kata dengan netra berkaca-kaca.“Cepat masuk!” perintah Oliver dengan nada dingin. Laki-laki itu bahkan berbicara dengan tatapan lurus ke depan.Sonya menggeleng dan tetap berdiri di tempatnya. Ia bahkan tidak sudi untuk duduk bersama laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya.“Apa kamu ingin mati kedinginan?” ucap Oliver dengan nada penuh penekanan.Sonya tampak terkejut dengan ucapan Oliver. Hujan turun semakin deras disertai suara petir yang menggelegar, tubuh Sonya bahkan sudah menggigil hebat. Wanita itu masih terus berkeras untuk menolak tawaran Oliver.“Baiklah, kalau kamu terus berkeras, aku akan pergi meninggalkanmu!” u