Sonya baru saja sampai di rumahnya. Wanita itu tampak bersenandung sambil membawa goody bag di tangannya.“Sonya, kamu dari mana? Ibu sungguh mengkhawatirkanmu!” ucap Dayana dengan tatapan penuh kelegaan. Wanita itu sangat mengkhawatirkan Sonya yang pergi dalam waktu cukup lama.“Maaf Bu, aku tadi pergi ke toko kue, kebetulan esok hari aku akan pergi. Jadi, tidak ada salahnya kalau kita memakan kue ini bersama-sama,” jawab Sonya dengan nada datar. Ia segera menyiapkan kue yang baru saja dibelinya. Wanita itu bergegas mengambil dua buah piring untuk dirinya dan Dayana.“Sonya, apa tekadmu sudah bulat? Kenapa kamu tidak berusaha mencari pekerjaan di sini saja? Ibu pasti akan sangat kehilanganmu,” ucap Dayana dengan tatapan sendu. Ia merasa takut kehilangan putrinya.“Bu, jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Wanita itu segera memotong kue dan mengajak Dayana untuk memakannya. Malam ini, dirinya tidak ingin membahas hubungan ibunya dengan Paman
Wanita itu segera membuka pintu dan seketika wajahnya berubah ketika melihat sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Sonya, ka…,” kata-kata Dayana terhenti ketika melihat dua orang berpakaian hitam-hitam tengah melemparkan tatapan yang begitu tajam.“T-tuan, ada perlu apa Anda datang ke sini?” tanya Dayana dengan wajah terkejut. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya untuk mencairkan suasana.“Di mana Sonya?” tanya seorang laki-laki dengan bekas luka di wajahnya.“S-sonya? Maksud Anda, Sonya putriku?” tanya Dayana dengan jantung yang berdetak kencang. Tubuhnya tampak menegang ketika dua orang laki-laki itu memaksanya untuk masuk ke dalam.“Ya, tentu saja Sonya putri Anda. Memangnya di sini ada berapa orang yang bernama Sonya?” ucap laki-laki itu dengan tatapan sinis.“Tuan, Sonya tidak ada.” Dayana mencoba mengatakan yang sebenarnya. Putrinya memang tidak ada dan sudah pergi meninggalkan rumah ketika hari masih gelap.“Pergi? Pergi ke mana? Apa Anda sedang berusaha membohongiku?”
“Sonya, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Prita dengan tatapan lekat. Entah kenapa, wajah Sonya sepertinya sangat familiar dan mudah dikenali olehnya.“B-bertemu?” tanya Sonya sambil mengernyitkan keningnya.“Ya, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” jawab Prita dengan senyum di wajahnya.“Nyonya, ini pertama kalinya aku pergi ke Labuan Bajo dan aku baru bertemu Anda di sini. Jadi, rasanya tidak mungkin aku pernah bertemu dengan Anda.” Sonya tampak tersenyum dan meyakinkan Prita kalau mereka belum pernah bertemu sebelumnya.“Ya, mungkin kamu benar. Kita memang belum pernah bertemu sebelumnya.” Prita hanya mengangguk dan sepakat dengan ucapan Sonya.Prita menjelaskan kalau dirinya sedang membutuhkan sosok yang dapat membantunya mengelola restoran. Usianya yang sudah tidak muda lagi, membuat Prita kerap kelelahan mengurus usahanya yang semakin berkembang.“Sonya, Weni sudah bercerita banyak tentangmu. Dia juga mengatakan kalau kamu adalah sosok yang tidak mudah menyerah.
“Oliver, bisakah kita bicarakan hal ini nanti saja? Ayah hanya ingin fokus dengan ulang tahun ibumu!” ucap James dengan nada setenang mungkin. Ia bahkan enggan membahas perselingkuhannya dengan Dayana.“Ingin fokus dengan kesembuhan Ibu? Lalu, kenapa Ayah tidak berusaha meluangkan waktu? Kenapa Ayah lebih memilih bersenang-senang di luar sana?” Oliver berbicara dengan nada penuh amarah. Ia memang sangat menghormati ayahnya, namun perselingkuhan itu telah membuat hati Oliver membeku dan membenci James.“Oliver, kamu tidak tahu apa-apa. Sekarang lebih baik kita pergi ke rumah sakit. Ayah ingin memberikan kejutan spesial untuk ibumu!” James berbicara dengan nada tegas. Laki-laki itu merasa tersinggung ketika Oliver membahas hubungannya dengan Dayana.Selama ini, dirinya berusaha menyembunyikan semuanya. Namun, Oliver sepertinya sudah mencium gelagat yang tak mengenakan mengenai hubungannya dengan Dayana.Oliver hanya mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu segera bersiap-siap untuk menin
“Sonya, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor lima!” ucap Ghea dengan nada memerintah. Gadis itu memang kurang suka dengan kehadiran Sonya di sana. Ia merasa tersaingi dengan kedatangan Sonya di restoran tempatnya bekerja.Sonya hanya mengangguk, ia tampak patuh dan segera mengantarkan pesanan pelanggan. Ia bahkan merasa senang dapat bekerja di bidang yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya.Setelah kepergian Sonya, salah seorang pelayan mendekati Ghea dan berbisik kepadanya.“Ghea, apa kamu tidak takut dengan Nyonya Prita? Sonya itu hanya diperbantukan di sini, jadi jangan terlalu mengandalkannya.” Pelayan itu berbicara dengan raut wajah penuh kekhawatiran.“Kamu tenang saja, lagipula sudah seharusnya Sonya meniti karier dari bawah. Jangan mentang-mentang dia anak kesayangan Nyonya Prita dan bisa seenaknya saja menyingkirkan kita!” ucap Ghea dengan nada sinis.“Ghea, Sonya yang aku kenal tidak seperti itu. Hampir satu bulan dia bekerja di sini dan aku mengenal dia sebagai sosok ya
“A-aku tidak mau anak ini. Aku benci janin ini, Nyonya. Aku mohon, gugurkan saja!” lirih Sonya dengan nada terisak. Ia benar-benar membenci benih yang tengah bertumbuh di dalam rahimnya.“Sonya, tenanglah. Kamu akan baik-baik saja. Kita akan bicarakan nanti. Sekarang kamu fokus saja dengan kondisi kesehatanmu!” ucap Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Ia tidak menyangka kalau Sonya menyimpan rahasia yang begitu besar di dalam hidupnya.“Nyonya, aku membenci janin ini dan aku tidak ingin membuatnya menderita Aku tidak ingin dia terlahir ke dunia.” Sonya tampak terisak dan terus menolak keberadaan janinnya. Ia bahkan merasa muak mengingat semua perlakuan buruk yang dilakukan Oliver kepadanya.“Dokter, maaf, sepertinya kami harus segera berpamitan. Ada hal yang harus kami bicarakan,” ucap Nyonya Prita dengan nada sopan. Wanita itu berusaha bersikap tenang di hadapan dokter yang baru saja menangani Sonya.“Ya, jangan lupa vitaminnya diminum dan jaga kandungan Nona Sonya baik-baik!” ucap do
“Aku ingin makan permen lollipop!” seru Oliver dengan wajah kesal. “P-permen lollipop?” ucap Lorenzo dengan tatapan keheranan. “Ya, memangnya kenapa? Apa ada yang aneh dengan keinginanku?” Oliver tampak tidak suka ketika Lorenzo menghentikan laju mobilnya dan menatap dirinya dengan penuh rasa keheranan. “T-tidak, selama ini Anda sangat menghindari permen, gula-gula atau sejenisnya. Kenapa Anda tiba-tiba tertarik ingin memakan lollipop?” Lorenzo masih belum percaya kalau Oliver tiba-tiba ingin memakan permen yang biasa dikonsumsi anak-anak. “Lorenzo, jangan banyak bicara. Sekarang, belikan aku lollipop!” seru Oliver dengan wajah kesal. Laki-laki itu tampak memarahi Lorenzo yang masih terheran-heran dengan permintaannya. “B-baik, Tuan.” Lorenzo mengangguk dan segera melajukan mobilnya. Laki-laki itu sedang berpikir keras untuk menemukan permen yang diminta oleh Oliver. Akhirnya sebuah senyum terbit di wajahnya. Lorenzo segera menepikan mobilnya di sebuah toko mainan yang cukup terke
“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya tampak terduduk lemah di lantai kamar mandi sambil membekap mulutnya. Tubuhnya terasa lemas dengan keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Pagi ini, perutnya terasa mual dan membuat wanita itu tak berdaya.“Kalau kamu ingin bertahan di dalam sana, kenapa kamu terus menyusahkanku?” ucap Sonya dengan bibir bergetar. Ia merasa marah kepada janinnya yang sudah membuat aktivitasnya terganggu. Pagi ini, dirinya ingin pergi ke restoran, namun kondisinya yang lemah membuat Sonya hanya dapat tertunduk lemah dengan kepala berdenyut hebat.Nyonya Prita tampak mencemaskan kondisi Sonya. Wanita itu belum keluar juga dari kamar mandi. Padahal, Sonya sudah sejak tadi berada di dalam sana.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Nyonya Prita sambil mengetuk pintu kamar mandi. Wanita itu sangat mencemaskan Sonya karena ia pernah berada di posisi yang sama. Ia bahkan harus bertahan hidup di tengah kerasnya dunia.“Sonya, aku benar-benar mencemaskanmu!” ucap Nyonya Prita denga