Setelah Sonya membuka pintu, tiba-tiba netranya membola. Ia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya.
“Rafael, k-kamu sedang apa di sini?” tanya Sonya dengan wajah gugup.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Ini kantorku dan aku bebas berada di manapun selama aku mau.” Rafael menjawab pertanyaan Sonya dengan nada dingin. Laki-laki itu tengah merapikan meja milik Sonya.
“T-tidak, maksudku kenapa kamu sepagi ini sudah berada di kantor. Apa ada meeting yang harus kita hadiri hari ini?” Sonya tampak begitu canggung ketika berbicara dengan Rafael. Ada debar yang tidak biasa di dalam dadanya.
“Sonya, mulai besok, jangan pernah datang lagi ke sini dan tolong bawa barang-barangmu dari sini!” ucap Rafael dengan nada penuh penekanan. Ada perasaan kecewa yang tergambar di wajah laki-laki itu.
“K-kenapa Rafael? Kenapa kamu mengusirku dari sini? Aku bahkan masih ingin bekerja di tempat ini dan aku berjanji akan menjaga jarak denganmu!” Sonya berbicara dengan tatapan tidak percaya.
“Sonya, aku sudah menikah dan aku tidak ingin menyakiti hati Stella. Sekarang, kamu boleh pergi dan asistenku akan mengurus semuanya.” Rafael berbicara dengan nada datar. Laki-laki itu bahkan tidak peduli dengan perasaan Sonya.
“Rafel, kenapa kamu tidak memberiku kesempatan beberapa hari? Aku bisa bersiap-siap untuk mencari pekerjaan baru. Aku tahu kalau aku salah namun, kenapa secepat ini kamu berubah?” Sonya tampak terisak melihat perlakuan Rafael kepadanya. Ia bahkan tidak menyangka kalau sosok yang sangat dicintainya tega mengusir dan memecatnya.
“Jangan merasa menjadi korban kalau kamulah pelaku sebenarnya. Kamu sudah berkhianat dan aku tidak akan membiarkan orang sepertimu berada di perusahaanku.” Rafael kembali berbicara dengan nada sinis. Ada kemarahan yang tersimpan di dalam dadanya.
Sonya hanya tertunduk dengan perasaan hancur. Wanita itu melangkah ke meja kerjanya dan segera membereskan semuanya. Ia tidak pernah menyangka kalau Rafael tega berbuat seperti ini kepadanya.
“Terima kasih atas semua cinta yang pernah kamu berikan kepadaku.” Sonya mengucapkan terima kasih dengan air mata yang berlinang. Wanita itu merasa dunia tidak adil kepadanya.
“Sebaiknya kamu segera pergi dari sini. Semakin lama kamu berada di sini, akan berpengaruh buruk kepada perusahaanku.” Rafael membukakan pintu untuk Sonya. Ia bahkan sama sekali tidak menaruh belas kasihan kepada mantan kekasihnya.
Sonya berjalan dengan langkah gontai. Perasaannya hancur lebur mendapatkan perlakuan yang begitu menyakitkan dari sosok yang pernah menjadi pusat dunianya.
Ketika ia sedang membawa kardus yang berisi barang-barang miliknya, tiba-tiba seorang laki-laki mendekat dengan tatapan iba.
“Nona, boleh saya bantu membawakan barang-barang Anda?” ucapnya dengan nada ramah.
Sonya tampak terkejut melihat Bibi Weni yang tengah berdiri di hadapannya.
“Bi, tidak usah. Aku bisa membawanya sendiri!” Sonya berusaha menolak tawaran Bibi Weni, wanita yang bekerja sebagai petugas kebersihan di tempatnya bekerja. Namun, wanita itu tetap memaksa untuk membawakan barang-barang milik Sonya.
“Nona, jangan sungkan. Selama ini, Anda sudah banyak menolong saya dan biarkan kali ini saya yang menolong Anda!” Bibi Weni tampak bersikap ramah. Wanita itu segera membawakan barang-barang milik Sonya menuju ke bagian lobi.
Sepanjang jalan, banyak sekali tatapan-tatapan merendahkan kepada Sonya. Mereka bahkan tidak segan-segan mencibir Sonya sebagai wanita tidak tahu diri yang tega mengkhianati seorang Rafael.
“Lihat dia, apa kurangnya Tuan Rafael? Kenapa dia tega mengkhianati laki-laki sebaik Tuan Rafael?” ucap salah satu pegawai dengan tatapan sinis.
“Ya, kamu benar. Dasar tidak tahu diri. Memang sudah seharusnya Tuan Rafael menikah dengan Nona Stella.” Seseorang dengan potongan rambut sebahu tampak menimpali pembicaraan mereka.
Sonya sempat terhenti dengan netra berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak mendengar hinaan demi hinaan yang tertuju kepadanya. Ia bahkan sudah bersiap untuk melabrak para pegawai yang masih menggunjingkan dirinya.
“Tidak perlu, Nona. Tidak ada gunanya Anda berbuat seperti itu!” Bibi Weni mencekal erat tangan Sonya dan meminta wanita itu mengabaikan cibiran dan hinaan yang tertuju padanya.
“Bi, apa aku harus diam saja?” lirih Sonya dengan tatapan terluka.
“Nona, diam bukan berarti kalah. Tuhan pasti akan menunjukkan siapa yang benar dan salah. Saya tahu, Nona memiliki hati yang mulia.” Bibi Weni kembali meyakinkan Sonya dan mengajak wanita itu meninggalkan kantor Rafael.
Sepanjang jalan, Sonya hanya mampu tertunduk dengan perasaan hampa. Masa depannya bahkan sudah hancur dan Sonya tidak mampu lagi untuk sekadar mengangkat wajahnya dan menatap dunia. Segalanya telah berakhir dan saat ini, Sonya ingin sekali menghilang dari dunia yang bersikap tak adil padanya.
“Nona, taksi Anda sudah datang. Saya hanya berpesan, tetaplah menjadi pribadi yang baik. Saya yakin, Anda tidak bersalah!” Bibi Weni berbicara sambil memeluk erat tubuh Sonya. Wanita itu menangis tersedu-sedu sebelum benar-benar melepas kepergian wanita itu.
“Bibi, maafkan aku apabila selama bekerja di sana banyak merepotkanmu. Aku hanya dapat beraharap kalau Rafael benar-benar akan berbahagia dengan Stella.” Sonya berbicara dengan bibir bergetar. Netranya tampak berkaca-kaca dengan tatapan sendu.
Bibi Weni mengangguk, wanita itu kembali meyakinkan Sonya kalau semua akan baik-baik saja. Dari sekian orang yang ditemui oleh Sonya, hanya Bibi Weni yang masih percaya dengannya. Wanita itu bahkan tidak menghakimi Sonya dan meyakini kalau Sonya tidak bersalah.
“Bi, terima kasih sudah mempercayaiku!” lirih Sonya dengan tatapan nanar. Ada kesedihan yang tergambar di wajahnya.
“Nona, saya tahu kalau Anda tidak bersalah. Semoga di luar sana, Anda akan menemukan kebahagiaan.” Bibi Weni menggenggam erat tangan Sonya dan kembali meyakinkan wanita itu kalau hidupnya akan baik-baik saja.
“Terima kasih, Bi!” lirih Sonya dengan senyum penuh kelegaan. Ia tidak menyangka kalau ada yang masih mempercayai dirinya di dunia ini. Wanita itu menganggap kalau dunia sudah tidak berpihak kepadanya. Seluruh kebahagiaannya direnggut paksa dan dicampakkan ke jurang yang terdalam.
Setelah berbincang singkat, Bibi Weni memberikan sebuah kartu nama kepada Sonya. Ia hanya berharap, suatu saat Sonya akan kembali mnedapatkan cinta yang semestinya.
“Kalau Nona membutuhkan waktu untuk menyendiri, Nona bisa mendatangi tempat itu!” ucap Bibi Weni dengan senyum penuh ketulusan.
Sonya hanya mengangguk dan tidak mampu berkata-kata. Meski dirinya tidak yakin akan pergi ke alamat yang diberikan oleh Bibi Weni.
Sang sopir telah bersiap dan Sonya segera naik ke dalam mobil. Wanita itu tidak lupa melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan kepada Bibi Weni. Ada perasaan hangat yang tengah menyelimuti hati Sonya.
Sedangkan di balik jendela, sepasang mata tengah mengamati pergerakan Sonya. Laki-laki itu bahkan menatap lekat kepergian mobil yang tengah membawa Sonya pergi menjauh dari kantornya. Laki-laki itu terlihat sangat terluka dengan kepergian wanita yang pernah menjadi bidadari di dalam hatinya.
Hari ini, Rafael dengan sadar mengusir dan memecat Sonya dari kantornya. Laki-laki itu tidak ingin terluka semakin dalam dengan keberadaan wanita itu di sana. Mungkin dengan memecat Sonya, ia dapat belajar mencintai Stella.
“Sonya, aku melakukan semua ini demi kebaikan kita,” lirih Rafael sambil berjalan menuju ke kursi kebesarannya. Ia akan membuka lembaran baru bersama Stella dan belajar untuk melupakan Sonya untuk selama-lamanya.
Sementara di sudut gedung, seorang pria tampak menghubungi seseorang melalui ponselnya. Wajahnya tampak serius dan ingin mengabarkan sesuatu yang sangat penting kepada tuannya.
“Hallo Tuan, saya ingin memberitahu Anda kalau Nona Sonya sudah dipecat dari pekerjaannya!” ucap pria itu dengan nada serius.
***
Bersambung
“Hallo Tuan, saya ingin memberitahu Anda kalau Nona Sonya sudah dipecat dari pekerjaannya!” ucap pria itu dengan nada serius.“Dipecat?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Ada rasa terkejut yang tergambar jelas di wajahnya.“Ya, Nona Sonya sudah dipecat oleh Rafael. Wanita itu sudah dipaksa untuk meninggalkan perusahaan milik mantan kekasihnya.Oliver menghela napas, laki-laki itu bahkan sengaja mengisap cerutu yang ada di tangannya. Ada kepuasan yang tercetak jelas di balik tatapan matanya. Setidaknya, ia dapat menghancurkan Dayana melalui putrinya.“Bagus, tanpa harus mengotori tanganku, hidup Sonya sudah hancur!” kekeh laki-laki itu dengan tatapan yang begitu tajam. Kepulan asap yang membumbung seakan menjadi gambaran kepuasan tersendiri untuk Oliver. Laki-laki itu bahkan tertawa bahagia mendengar kejadian yang baru saja menimpa musuhnya.Sebelum Oliver mengakhiri pembicaraannya, ia meminta orang kepercayaannya memantau keadaan Sonya. Laki-laki itu berjanji tidak akan memberi
“Bu, izinkan aku pergi dari sini. Biarkan aku mencari penawar lukaku!” isak Sonya dengan sambil bersimpuh di kaki Dayana.“Sonya, kenapa kamu harus pergi? Apa tidak ada jalan lain untuk menyembuhkan lukamu? Ibu tidak keberatan kalau kamu akan tinggal beberapa hari di rumah. Jangan bersikap gegabah!” Dayana tampak terkejut dengan keputusan putrinya. Ia tidak menyangka kalau Sonya akan memaksa pergi meninggalkan dirinya.“Bu, aku tidak punya kekuatan untuk bertahan dan aku sudah memikirkan semuanya. Aku janji, setelah aku berhasil mengobati luka hatiku, aku akan kembali ke rumah ini.” Sonya menangis dan berjanji kepada Dayana. Ia akan kembali ke rumah ini ketika hatinya sudah dapat berdamai dengan kenyataan pahit yang menimpanya.Dayana hanya menghela napas kasar. Bagaimana mungkin dirinya akan melepaskan Sonya? Dari kecil, ia merawat Sonya seorang diri dan kini, ketika anak itu telah tumbuh dewasa, Sonya justru berniat meninggalkan dirinya sendirian di sana.“Sonya, apa kamu tidak kas
“A-apa?” Lorenzo tampak terkejut dengan ucapan tuannya. Laki-laki itu tidak menyangka kalau Oliver berniat melenyapkan Sonya.“Kenapa kamu terkejut? Wanita jalang itu tidak pantas untuk hidup. Aku tidak akan tinggal diam sebelum melihat keluarganya hancur lebur!” Oliver berbicara dengan penuh penekanan. Ia bahkan masih menyimpan dendam yang begitu besar di dalam hatinya.“Tuan, apa itu bukan hal yang keterlaluan? Sepertinya Nona Sonya sudah mendapatkan pembalasan yang stimpal dan Anda tidak perlu lagi melakukan hal yang membahayakan.” Lorenzo tampak keberatan dengan rencana Oliver. Ia bahkan menentang keras rencana tuannya.“Lorenzo, aku akan merasa puas kalau hidup Dayana benar-benar hancur. Aku ingin melihat wanita itu mencium kakiku dan memohon pengampunan padaku!” Oliver tampak tersenyum sinis. Laki-laki itu sudah bertekad bulat untuk menghancurkan keluarga Dayana.“Tuan, sebaiknya Anda berhenti untuk terus membalas dendam. Saya yakin, Dayana sudah mendapatkan balasannya. Ia bahka
“Kenapa dia ada di sini? Apa yang sedang ia lakukan di sini?” gumam Lorenzo dengan tatapan tidak percaya.Laki-laki itu segera mendekat ke arah Sonya dan memastikan kalau wanita itu memang sosok yang sangat dibenci oleh tuannya. Setelah yakin, Lorenzo segera mendekati seorang pegawai yang tengah berdiri tidak jauh darinya.“Saya ingin minta tolong kepadamu, tolong tahan wanita itu sampai saya meninggalkan toko ini. Saya ingin memberikan tips yang cukup besar untukmu!” bisik Lorenzo dengan penuh penekanan. Ia tidak ingin membiarkan Sonya keluar dari sana dan memicu kemarahan tuannya. Meski dirinya adalah sosok yang patuh, namun ia tidak setuju kalau Oliver ingin menghabisi Sonya.“Baik, Tuan. Saya akan menahan wanita itu supaya tidak pergi ke mana-mana. Sekarang, silakan pilih kue yang Anda inginkan!” ucap pegawai itu dengan nada ramah.Lorenzo tampak mengangguk dan segera memilih kue pesanan Oliver. Laki-laki itu segera membayarnya ke kasir dan memberikan tips yang lumayan untuk seora
Sonya baru saja sampai di rumahnya. Wanita itu tampak bersenandung sambil membawa goody bag di tangannya.“Sonya, kamu dari mana? Ibu sungguh mengkhawatirkanmu!” ucap Dayana dengan tatapan penuh kelegaan. Wanita itu sangat mengkhawatirkan Sonya yang pergi dalam waktu cukup lama.“Maaf Bu, aku tadi pergi ke toko kue, kebetulan esok hari aku akan pergi. Jadi, tidak ada salahnya kalau kita memakan kue ini bersama-sama,” jawab Sonya dengan nada datar. Ia segera menyiapkan kue yang baru saja dibelinya. Wanita itu bergegas mengambil dua buah piring untuk dirinya dan Dayana.“Sonya, apa tekadmu sudah bulat? Kenapa kamu tidak berusaha mencari pekerjaan di sini saja? Ibu pasti akan sangat kehilanganmu,” ucap Dayana dengan tatapan sendu. Ia merasa takut kehilangan putrinya.“Bu, jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Wanita itu segera memotong kue dan mengajak Dayana untuk memakannya. Malam ini, dirinya tidak ingin membahas hubungan ibunya dengan Paman
Wanita itu segera membuka pintu dan seketika wajahnya berubah ketika melihat sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Sonya, ka…,” kata-kata Dayana terhenti ketika melihat dua orang berpakaian hitam-hitam tengah melemparkan tatapan yang begitu tajam.“T-tuan, ada perlu apa Anda datang ke sini?” tanya Dayana dengan wajah terkejut. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya untuk mencairkan suasana.“Di mana Sonya?” tanya seorang laki-laki dengan bekas luka di wajahnya.“S-sonya? Maksud Anda, Sonya putriku?” tanya Dayana dengan jantung yang berdetak kencang. Tubuhnya tampak menegang ketika dua orang laki-laki itu memaksanya untuk masuk ke dalam.“Ya, tentu saja Sonya putri Anda. Memangnya di sini ada berapa orang yang bernama Sonya?” ucap laki-laki itu dengan tatapan sinis.“Tuan, Sonya tidak ada.” Dayana mencoba mengatakan yang sebenarnya. Putrinya memang tidak ada dan sudah pergi meninggalkan rumah ketika hari masih gelap.“Pergi? Pergi ke mana? Apa Anda sedang berusaha membohongiku?”
“Sonya, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Prita dengan tatapan lekat. Entah kenapa, wajah Sonya sepertinya sangat familiar dan mudah dikenali olehnya.“B-bertemu?” tanya Sonya sambil mengernyitkan keningnya.“Ya, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya,” jawab Prita dengan senyum di wajahnya.“Nyonya, ini pertama kalinya aku pergi ke Labuan Bajo dan aku baru bertemu Anda di sini. Jadi, rasanya tidak mungkin aku pernah bertemu dengan Anda.” Sonya tampak tersenyum dan meyakinkan Prita kalau mereka belum pernah bertemu sebelumnya.“Ya, mungkin kamu benar. Kita memang belum pernah bertemu sebelumnya.” Prita hanya mengangguk dan sepakat dengan ucapan Sonya.Prita menjelaskan kalau dirinya sedang membutuhkan sosok yang dapat membantunya mengelola restoran. Usianya yang sudah tidak muda lagi, membuat Prita kerap kelelahan mengurus usahanya yang semakin berkembang.“Sonya, Weni sudah bercerita banyak tentangmu. Dia juga mengatakan kalau kamu adalah sosok yang tidak mudah menyerah.
“Oliver, bisakah kita bicarakan hal ini nanti saja? Ayah hanya ingin fokus dengan ulang tahun ibumu!” ucap James dengan nada setenang mungkin. Ia bahkan enggan membahas perselingkuhannya dengan Dayana.“Ingin fokus dengan kesembuhan Ibu? Lalu, kenapa Ayah tidak berusaha meluangkan waktu? Kenapa Ayah lebih memilih bersenang-senang di luar sana?” Oliver berbicara dengan nada penuh amarah. Ia memang sangat menghormati ayahnya, namun perselingkuhan itu telah membuat hati Oliver membeku dan membenci James.“Oliver, kamu tidak tahu apa-apa. Sekarang lebih baik kita pergi ke rumah sakit. Ayah ingin memberikan kejutan spesial untuk ibumu!” James berbicara dengan nada tegas. Laki-laki itu merasa tersinggung ketika Oliver membahas hubungannya dengan Dayana.Selama ini, dirinya berusaha menyembunyikan semuanya. Namun, Oliver sepertinya sudah mencium gelagat yang tak mengenakan mengenai hubungannya dengan Dayana.Oliver hanya mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu segera bersiap-siap untuk menin