“A-aku tidak mencemaskanmu. Siapa bilang aku mencemaskanmu?” jawab Yura sambil memalingkan wajahnya. Ia merasa malu dengan tuduhan dan prasangka yang dilontarkan kepada Zack.“Ya, kamu tidak cemas tapi kamu cemburu,” bisik Zack dengan nada penuh arti.“A-apa kamu bilang? Cemburu? Kamu pikir, kamu setampan itu dan aku akan cemburu kepadamu? Jangan mimpi. Kamu bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Oliver!” seru Yura dengan nada penuh penekanan.“Ya, aku memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Oliver. Tapi, kamu harus mengakui kalau aku adalah Ayah dari anakmu.” Zack berbicara dengan nada setenang mungkin. Ia bahkan terlihat santai menyikapi kata-kata yang keluar dari mulut wanita itu.Yura tampak kesal, ia memilih untuk pergi dan menumpahkan tangisnya di kamar. Wanita itu merasa marah ketika Zack membagi perhatiannya kepada perempuan lain. Apa lagi hal itu terjadi di hadapannya. Zack sangat akrab dengan Dokter Remona, hal itu membuat Yura merasa cemburu kepada laki-lak
“Yura, kenapa kamu tidak mau memakan bubur ini? Bukankah tadi kamu yang memintanya kepadaku?” tanya Zack dengan tatapan keheranan.“A-aku tidak mau bubur itu. Aku mau bubur yang ada di mangkuk milikmu!” jawab Yura sambil mengalihkan pandangannya. Ia merasa malu karena memohon sesuatu kepada Zack.“Bubur milikku? Kenapa tidak bubur milikmu saja? Kamu jangan bercanda.” Zack tampak tersenyum dengan tatapan lekat.“Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin makan bubur yang ada di dalam mangkukmu. Sepertinya rasanya sangat nikmat.” Yura berbicara dengan netra berbinar. Ia bahkan tidak dapat mengalihkan pandangannya dari mangkuk milik Zack.“Yura, bubur ini sisaku. Apa kamu yakin ingin memakannya?” Zack tampak mengernyitkan keningnya ketika wanita itu memaksa untuk memakan bubur sisa Zack.“Ya, aku yakin. Jadi, biarkan aku memakannya.” Yura memohon dengan tatapan penuh harap. Wanita itu meminta oersetujuan Zack untuk memberikan bubur yang ada di mangkuknya.Zack hanya menghela napas dan mengang
Zack tampak terbelalak. Apa mungkin ini hanya sebuah mimpi atau ilusi? Apa benar seorang Yura berani memeluk dirinya? Sedangkan ia tahu kalau wanita itu kerap menolak mentah-mentah nasihat-nasihat darinya.“Yura, apa maksudmu?” Zack bertanya dengan kening mengernyit. Laki-laki itu masih tidak paham dengan ucapan wanita itu.“Aku mohon jangan pergi. Aku hanya ingin kamu tetap di sini menemaniku,” lirih Yura dengan netra berkaca-kaca. Wanita itu merasa sedih dengan kabar yang disampaikan oleh Zack.“Yura, kamu bicara apa? Aku pergi hanya sebentar. Setelah pamerannya selesai, aku akan segera kembali ke sini.” Zack berbicara dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu tahu kalau Yura tengah menangis di pelukannya.“Zack, aku mohon jangan pergi. Kalau kamu pergi, siapa yang akan menemaniku di sini?” ucap Yura dengan tatapan lekat. Ada kesedihan yang tergambar jelas di wajahnya.“Yura, kenapa kamu bersikap seperti ini? Bukankah kamu yang memintaku untuk pergi? Tapi, kenapa sekarang kamu berubah
“Prita, aku ingin meminta maaf padamu. Semoga saja kamu mau memaafkan aku!” ucap Bibi Weni dengan nada serius.“Meminta maaf? Untuk apa? Memangnya apa yang sudah kamu lakukan padaku?” tanya Nyonya Prita dengan kening mengernyit.“Lebih baik kamu duduk dulu. Aku buatkan teh untukmu. Kamu pasti sangat lelah kan?” ucap Bibi Weni dengan nada gugup. Wanita itu meminta kakak perempuannya untuk duduk dan beristirahat. Ia tahu kalau wanita itu telah menempuh perjalanan panjang dari Labunan Bajo.“Weni, aku sungguh heran dengan sikapmu. Tadi kamu tiba-tiba meminta maaf dan sekarang kamu memintaku untuk duduk. Jangan bilang kalau kamu sudah sakit ingatan gara-gara tidak kunjung menikah. Aku sudah bilang kalau laki-laki itu tidak baik untukmu. Sekarang kamu tahu kan? Kalau dia hanya memanfaatkanmu saja!” ucap Nyonya Prita dengan wajah kesal.Wanita itu mengingat baik hubungan adiknya dengan seorang pria yang akhirnya memilih meninggalkan Bibi Weni demi wanita lain. Laki-laki itu dengan teganya m
“Dosa? Dosa apa? Aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang kamu maksud, Weni!” Nyonya Prita tampak keheranan dengan sikap adiknya. Ia berharap akan mendapatkan jawaban yang pasti dari Bibi Weni.“I-ini berkaitan dengan anakmu,” lirih Bibi Weni dengan bibir bergetar.“Anakku? Memangnya ada apa dengan Zack? Apa yang terjadi dengannya?” Nyonya Prita bertanya dengan tatapan lekat. Ia tidak paham dengan perkataan adiknya.“Bukan Zack tapi Oliver,” jawab Bibi Weni dengan wajah tertunduk dalam. Ia merasa bersalah karena sudah membuat ibu dan anak itu terpisah selama puluhan tahun.“O-oliver? Siapa dia dan apa maksudmu berbicara seperti itu?” Nyonya Prita mengernyitkan keningnya. Wanita itu merasa heran dengan ucapana adiknya.“Oliver adalah kembaran Zack dan aku merasa bersalah karena telah memisahkan kalian!” Bibi Weni memberanikan diri untuk berterus terang. Wanita itu tahu kalau Prita pasti merasa terguncang dengan berita yang ia sampaikan.“K-kembaran Zack? Apa maksudmu? Bukankah dia sud
Oliver tampak cemas sambil sesekali mengepalkan tangannya. Ia sengaja mengembuskan napas kasar untuk mengurangi rasa khawatir di dalam hatinya.“Hallo!” ucap Oliver dengan nada gugup ketika seseorang menerima panggilannya.“Hallo Oliver, ada apa? Bagaimana bulan madunya? Apa kalian merasa senang berada di sana?” tanya Tuan James dengan nada penuh semangat. Laki-laki itu merasa senang ketika mendengar suara putranya di ujung sana.“Bulan madunya sangat menyenangkan dan kami tidak menyesal memilih untuk pergi ke sini. Suasananya sangat nyaman dan itu membuatku selalu mengingat anak-anak. Aku ingin sekali mengajak mereka pergi berlibur,” jawab Oliver dengan nada penuh semangat.“Ayah ikut senang mendengar kebahagiaan kalian di sana. Semoga saja, setelah pulang dari berbulan madu, akan ada kabar baik untuk keluarga kita,” kekeh Tuan James dengan senyum yang mengembang.“Ayah, aku juga berharap hal yang sama. Semoga saja setelah pulang dari sini, akan ada kabar baik untuk kalian. Ayah, ba
“A-apa itu artinya kita akan melakukannya lagi?” tanya Sonya sambil menggigit bibirnya. Ia tahu kalau Oliver tengah menginginkan sesuatu dari dirinya.Oliver mengangguk dan segera membungkam bibir Sonya dengan pagutan yang begitu panas. Laki-laki itu bahkan tidak memberikan kesempatan Sonya untuk mengambil napas lebih banyak lagi.Oliver semakin memperdalam ciumannya dan merasakan debaran yang tidak biasa. Laki-laki itu siap untuk mendayung perahunya menuju lautan cinta yang begitu luas penuh riak dan ombak.Sonya tampak tersengal-sengal dengan wajah yang memerah. Laki-laki itu tersenyum tipis sambil membelai pipi wanita yang tengah tertunduk dengan perasaan campur aduk.Dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu mengikis jarak di antara mereka dan segera mengangkat tubuh Sonya dan membaringkannya di bath tub. Oliver bahkan tidak mampu membendung rasa yang tengah bergejolak hebat di dalam dirinya.Dengan sigap Oliver segera memposisikan diri. Laki-laki itu memeluk Sonya dari belakang dan
Oliver tampak terkejut. Laki-laki itu hanya tersenyum ketika mendengar pertanyaan istrinya.“Apa maksudmu, Sonya? Aku bahkan tidak paham dengan pertanyaanmu,” kekeh Oliver dengan tatapan penuh arti.“Oliver, aku hanya ingin bertanya mengenai wanita di masa lalumu. Aku pikir, pria sepertimu pasti banyak dikelilingi wanita. Apa lagi, kamu memiliki segalanya.” Sonya berbicara dengan wajah tertunduk. Ia merasa cemburu ketika membayangkan kedekatan Oliver dengan mantan kekasihnya terdahulu.“Sonya, kamu pikir aku pria macam apa? Aku bahkan tidak akan segampang itu mengajak wanita itu naik ke atas ranjangku. Jadi, jangan berpikiran yang tidak-tidak!” Oliver mengangkat dagu istrinya. Laki-laki itu berbicara dengan nada serius.“Apa kamu benar-benar belum pernah melakukannya dengan siapa pun?” tanya Sonya dengan tatapan lekat.Oliver tersenyum dan mengangguk. Laki-laki itu memastikan kalau dirinya belum pernah menyentuh wanita mana pun selain istrinya. Namun, Sonya sepertinya belum puas denga