"Semakin kau menolak, semakin membuatku tertarik denganmu. Kia,"
Deg! Kiara terkejut, wanita itu menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Victor. Kiara semakin melangkah mundur saat Victor melangkah ke arahnya, hingga tubuhnya kini menabrak kursi. Kini tubuh Kiara terhimpit dengan kursi, dan tubuh Victor. "Menjauhlah, Dad. Jangan seperti ini," ucap Kiara dengan rasa takut yang menyeruak. Victor menyeringai, tangannya terangkat membelai wajah cantik Kiara. Jemari besarnya pun sudah bergerak mengelus pipi, mata, hidung, dan berakhir di bibir sexy Kiara. Membuat wanita itu merasa ketakutan, tubuhnya bergetar."Seperti apa? Apakah seperti ini?" Victor merengkuh pinggang Kiara, Kiara tersentak. Wanita itu memberontak tapi Victor menahannya. "Kenapa kau selalu menghindar semenjak kejadian itu, Kiara?" tanya Victor dengan suara geraman tertahan. Kiara kembali memberontak, wanita itu mencoba mendorong tubuh Victor. Namun tidak bisa, Victor menahannya dengan kuat. Bahkan saat ini pria itu menatapnya sayu, membuat tubuhnya bergidik ngeri. "L-lepaskan aku, Dad. Berhentilah menggangguku, lupakan malam itu. Karena itu semua kesalahan!" sentaknya, tenggorokannya terasa tercekat. Victor terkekeh lirih, pria itu kembali membelai wajah cantik Kiara dengan lembut. Membuat Kiara mengalihkan wajahnya, ia memejamkan kedua matanya, dan menggigit bibir bawahnya. Victor yang melihat itu sontak mengumpat. "Fuck! Kau membuatku bergairah, Kiara. Kenapa di gigit sendiri? Aku bisa membantunya, Baby. Biarkan aku yang menggigitnya." Jemari Victor singgah di bibir Kiara, wanita itu membuka pejaman matanya. Kedua matanya sontak melotot saat melihat Victor yang akan menciumnya. Dug! "Arghh shit! Kenapa kau menendang milikku, Kiara!" erang Victor, pria itu melepaskan tubuh Kiara dan memegang miliknya yang terasa ngilu. Kiara bernafas lega, wanita itu menjauh dari Victor. Menghembuskan nafasnya pelan, Kiara menatap Victor tajam. Kemudian tanpa di sadari, dan dengan keberaniannya. Kiara mengacungkan jari tengahnya kepada Victor."Fuck you, Daddy!" Kiara berlalu pergi, wanita itu lebih memilih menghindar dari Victor. Daripada urusan laparnya.
"Bukankah dia sangat berani sekarang? Kucing manis penurut itu sudah berubah menjadi kucing liar. Damn! Aku semakin menginginkannya," geram Victor, pria itu melangkah tertatih ke arah kursi. Miliknya sangat sakit, benar-benar sakit. Sedangkan Kiara, wanita itu sudah masuk ke dalam kamarnya. Kiara melangkah ke arah ranjang, ia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang tersebut. Kedua matanya menatap langit-langit kamar. "Situasi macam apa ini? Kenapa aku harus bersinggungan dengan Daddy Victor? Oh God! Bagaimana jika Kak Edwin tau kalau aku sudah tidak suci lagi?" gumam Kiara, wanita itu mengerang hebat saat merasakan frustasi. Keesokan harinya, Kiara menggeliat, wanita itu membuka matanya. Lalu beranjak bangun dengan cepat, dan menuruni ranjang. Kiara berlari ke arah kamar mandi. Hoekkk ... hoekkkk ... hoekkk Kiara memuntahkan isi perutnya yang terasa bergejolak, wanita itu merasa tidak enak pada perutnya. Setelah merasa lega, Kiara membersihkan wajahnya. Kemudian wanita itu duduk di atas closet. "Sepertinya maag-ku kambuh, semalam gara-gara Daddy Victor aku jadi tidak makan," gerutu Kiara, mengingat kejadian semalam membuatnya kesal. Tak lama setelahnya, Kiara memilih membersihkan tubuhnya. Wanita itu melakukan ritual mandi, setelah beberapa menit. Kiara selesai dan langsung menuju walk in closet, wanita itu mengganti pakaiannya dan memoles wajahnya sedikit. Sebelum akhirnya melangkah keluar menuju ruang makan. "Kak Edwin," sapa Kiara saat melihat Edwin baru keluar dari kamarnya, suaminya itu sudah rapi dengan pakaian kerjanya. "Kak Edwin mau pergi sekarang?" tanya Kiara saat Edwin tidak menjawab sapaannya, dan lebih memilih pergi. "Kau sudah tau aku akan pergi, kenapa bertanya? Apakah kau buta?" sentak Edwin, membuat Kiara mengatupkan bibirnya rapat. Wanita itu menunduk. "Maafkan aku, Kak," lirih Kiara. Edwin berdecak. Pria itu membalikkan badannya, dan menatap Kiara tajam. Edwin mendekati Kiara, dengan gerakan cepat. Edwin mencengkram kuat lengan Kiara, membuat Kiara meringis. "Aku sudah berkali-kali memperingatimu, jangan menanyakan tentangku! Karena kau tidak berhak untuk itu, dan satu lagi—beberapa bulan lagi aku akan menceraikanmu. Setelah kita bercerai, pergilah sejauh mungkin. Karena aku tidak ingin membuat Cecil marah." Edwin menghempaskan tubuh Kiara sampai sedikit terhuyung, pria itu menatap Kiara sejenak dan berlalu pergi. Seperginya Edwin, Kiara mengusap air matanya. Wanita itu mencoba menenangkan dirinya sendiri, menekan dadanya yang sesak. Kiara menghembuskan nafasnya perlahan. "Tidak apa-apa, Kia. Jika memang rumah tanggamu tidak bisa di pertahankan lagi, ayo pergi yang jauh. Lagi pula rumah tangga ini sudah hancur semenjak aku tidak lagi suci," gumam Kiara dengan terkekeh miris, wanita itu kembali mengusap air matanya sebelum akhirnya melangkah pergi. Tanpa sepengetahuannya, sejak tadi Victor bersembunyi dan mendengarkan semua pertengkaran Edwin, dan Kiara. Tadinya Victor ingin menghampiri Edwin, namun ia malah mendapatkan tontonan gratis dari putra dan menantu kesayangannya. Victor keluar dari persembunyiannya. "Pernikahan palsu, kau sudah membohongi Daddy. Son, Daddy mengira jika kau bisa berubah. Ternyata tidak, jika seperti ini—untuk apa aku menahan diri tidak mendekati Kiara? Bukankah lebih baik aku mendekatinya dan menjeratnya?" Victor menyeringai, pria itu turut menyusul Kiara dan Edwin. Dua hari berlalu, Setiap kali melihat Kiara menolak dan menghindarinya, Victor merasa semakin tertantang. Obsesinya untuk mendapatkan Kiara terus membesar di dalam hatinya. Semakin sulit Kiara didapatkan, semakin Victor ingin menaklukkannya. Tak ingin menyerah, Victor menyusun berbagai rencana untuk mendekati dan mendapatkan hati Kiara. Mulai dari mengirim bunga dan hadiah, Victor juga sering membawakan makanan kesukaan Kiara. Semuanya ia lakukan untuk mendapatkan perhatian Kiara. "Berhentilah seperti ini, Dad. Aku tidak mau kau melakukan apapun lagi, bertindaklah seperti dulu ketika belum terjadi apapun di antara kita," mohon Kiara, wanita itu menatap sendu ke arah Victor. "Memangnya aku melakukan apa, Baby?" tanya Victor tanpa dosa, Kiara mengerang. "Jangan memanggilku seperti itu!" ketus Kiara, Victor tersenyum smirk. "Lalu aku harus memanggilmu bagaimana, hm? Sayang? Love? Atau apa?" tanya Victor, Kiara memutar bola matanya malas. Berhadapan dengan Victor membuatnya lelah. "Sudahlah, aku lelah sekali berbicara dengan Daddy!" "Tidak usah berbicara, kau cukup mendesah dan menikmati permainanku saja. Bagaimana?" Victor mengedipkan sebelah matanya ke arah Kiara. "Gila! Kau benar-benar gila, Dad!" "Yes, i'm crazy—i'm crazy about you!" tegasnya, tatapan tajamnya menghunus ke arah Kiara. Membuat dada Kiara tiba-tiba berdebar tidak karuan. "Aku istri putramu, Dad. Mengertilah," erang Kiara, Victor terkekeh. "Persetan dengan statusmu, Kia. Kau akan menjadi milikku, hanya milik Victor Anderson!" Glek! Kiara menelan salivanya dengan susah payah, wanita itu mulai menyadari bahaya yang mengancamnya. Kiara sadar bahwa Victor tidak akan berhenti sampai ia benar-benar memiliki dirinya, Kiara pun berusaha mencari cara untuk melindungi diri dan melarikan diri dari cengkeraman obsesi Victor yang semakin mencekik. Obsesi—ya Victor terlihat sangat terobsesi dengannya. Tidak ingin berhadapan dengan Victor yang membuatnya semakin frustasi, Kiara membalikkan badannya dan melangkah pergi. Seperginya Kiara, Victor pun turut pergi menuju ruang kerjanya. Setibanya di ruang kerja, Victor membuka laptopnya. Pria itu melihat cctv khusus yang ada di kamar Kiara. Semalam, pria itu diam-diam masuk ke dalam kamar Kiara. Victor menaruh beberapa kamera tersembunyi di beberapa titik, seperti kamar mandi, walk in closet, dan di dekat ranjang. Victor duduk, mata elangnya menatap Kiara yang sedang menggerutu. "Bukankah dia sangat menggemaskan jika sedang mengumpatiku?" Victor tertawa lirih, ia terus melihat laptopnya. Menatap Kiara-nya. "Damn! Kenapa kau melepaskan pakaianmu ketika pintu kamarmu lupa kau kunci, Kia? Oh God! Kucing kecilku yang liar, kau semakin membuatku terobsesi. Baby," geram Victor, pria itu mengeraskan rahangnya saat miliknya di bawah sana menegang.Bukankah Victor sangat gila, bisa-bisanya dia mengintai Kiara melalui cctv tersembunyi. Yang mana bisa melihat apapun kegiatan Kiara, Victor tersenyum smirk. Pria itu terus menatap Kiara yang kini masuk ke dalam kamar mandi.Victor mengerang, dan menggeram. Pria itu mengeluarkan miliknya, dan melakukan solo karir bermodalkan bantuan Kiara. Gila, Victor memang sudah gila.Setelah menuntaskan segalanya, dan melihat Kiara yang mulai bersiap tidur. Victor menutup laptopnya, pria itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Kedua matanya memejam."Kau harus menjadi milikku, Kia. Kau tidak bisa berharap kepada putraku, untuk apa kau mengharapkan Edwin yang malah memilih wanita lain?" gumam Victor, pria itu membuka matanya, dan mendesah pelan."Kenapa susah sekali menjeratmu? Sedangkan di luar sana para wanita biasanya langsung melemparkan dirinya kepadaku, tapi kau?" Victor mengacak-acak rambutnya dengan kasar.Tak lama kemudian, Victor berdiri. Pria itu melangkah keluar dari ruang kerjan
"Maaf, Daddy. Kiara tidak bisa, Kiara sudah memiliki suami, dan suami Kiara putra Daddy sendiri. Jadi Kiara mohon, jangan ganggu Kiara. Lupakan semua perasaan atau obsesi Daddy terhadap Kiara, sampai kapanpun Kiara tidak akan mau menjadi kekasih bahkan istri. Daddy," tolak Kiara dengan tegas.Victor tertegun, harga dirinya terasa tercoreng dengan penolakan Kiara. Pria itu melihat Kiara yang menarik kedua tangannya, dan mengalihkan wajahnya ke arah lain. Victor mengeraskan rahangnya."Kenapa kau menolakku, Kia? Kau berharap apa kepada Edwin? Dia memiliki Cecilia, bahkan dia akan menceraikanmu setelah ini. Lalu apa yang kau harapkan dari Edwin, Kia?" cerca Victor, membuat Kiara terkejut. Wanita itu menoleh."D-daddy, tau?" tanya Kiara terbata, Victor terkekeh lirih."Kau kira aku pria bodoh? Aku tau segalanya, Kiara. Bahkan aku tau jika selama ini Edwin tidak menyentuhmu—karena aku orang pertama yang menyentuhmu!" sentak Victor, jantung Kiara berpacu kian cepat. Wanita itu menggigit bib
"Stop it." Kiara menggelengkan kepalanya saat Victor akan menyerang bibirnya kembali, Victor tersenyum. "Kenapa, Baby? Apakah kau merasa tidak nyaman?" tanya Victor, Kiara mengangguk. "Aku istri putramu, Dad. Berhentilah untuk bersikap seperti ini," lirih Kiara, sesungguhnya wanita itu terbuai akan ciuman dan cumbuan Victor. Namun, mengingat jika ia berstatus istri Edwin. Membuatnya takut, Kiara tidak ingin terjatuh terlalu dalam. Sebab, Victor selalu menggodanya. Yang mana suatu saat bisa saja ia khilaf. Victor mendesah pelan, "kau benar-benar tidak ingin bersamaku, Kia?" tanya Victor, Kiara menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau harapkan dari Edwin? Dia tidak mencintaimu, Kiara," ujar Victor dengan mengerang, pria itu menatap Kiara dengan serius. "Sudahlah, Dad. Aku tidak ingin membahasnya, bisakah Daddy keluar dari kamarku?" pinta Kiara, wanita itu mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Baiklah, kau istirahat. Daddy keluar dulu." Victor mengecup lembut puncak kepala
Mansion Anderson, 04.00 PM. "Dimana Kiara, dan Daddy. Paula?" tanya Edwin, pria itu baru saja pulang ke mansion setelah dua minggu pergi. "Nona Kiara ada di kamarnya, Tuan. Sementara Tuan Victor ada di mansion satunya sejak dua minggu lalu," jelas Paula dengan sopan, Edwin menaikkan sebelah alisnya. "Ke mansion satunya? Untuk apa Daddy ke sana?" "Saya kurang paham, Tuan," jawabnya, Edwin mengangguk. Pria itu melangkah menuju kamarnya. Setibanya di kamar, Edwin masuk ke dalam kamar mandi. Pria tersebut membersihkan tubuhnya, setelah selesai. Edwin menuju walk in closet, mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Kemudian, pria itu melangkah menuju kamar Kiara. "Kia, bangun." Edwin menggoyangkan tangan Kiara ketika sampai di kamar wanita itu, Kiara terusik. Wanita itu membuka kedua matanya, dan terkejut. "Kak Edwin?" Kiara beranjak bangun, ia duduk dan melihat Edwin yang menatapnya tajam. "Aku memang menikahimu, Kiara. Tapi tidak untuk kau menjadi malas-malasan begini, apakah
Victor mendorong tubuh Kiara, pria itu menatap Kiara dengan datar. Kemudian merapikan pakaiannya, dan menatap Kiara kembali. Sementara Kiara, wanita itu menatap Victor dengan kesal. "Apa yang kau lakukan, Kiara?" tanya Victor dengan datar. "Menciummu, memangnya apa lagi? Apakah kau terlalu senang di cium oleh wanita lain?" kesal Kiara, Victor mendengkus. "Memangnya kenapa jika ada wanita lain yang menciumku? Tidak ada larangannya bukan? Kau sendiri sudah menolakku, Kia. Lalu untuk apa kau mempermasalahkannya? Wajar saja jika aku berhubungan dengan wanita lain, sebab setelah kau menolakku—masih ada wanita lain yang menginginkanku," ucap Victor, membuat dada Kiara terasa sesak. "Sekarang katakan kepadaku, apa yang kau inginkan datang kemari? Apakah kau memiliki urusan penting denganku, atau Edwin? Jika memang tidak ada—pergilah, karena aku tidak ingin ada kesalahpahaman. Sebab sekarang aku sadar jika kau menantuku!" tekan Victor dengan suara dinginnya, yang mana kata-kata Vic
Victor mengambil air hangat, dan handuk kecil. Setelahnya, ia kembali mendekati Kiara yang sudah terlelap. Victor duduk di bibir ranjang, pria tersebut mengulas senyumnya melihat Kiara yang nampak sangat kelelahan. Bagaimana tidak kelelahan—jika mereka saja melakukannya sampai empat kali, seandainya Kiara tidak mengeluh perutnya sakit. Mungkin Victor akan terus menggempurnya. "Aku tau jika saat ini kau sedang hamil, Baby. Tapi aku akan diam saja sampai kau menyadarinya sendiri." Victor mengelus perut Kiara, pria itu merundukkan tubuhnya dan mengecup perut Kiara penuh sayang. "Sehat selalu anak, Daddy. Terimakasih—karena kau, Mommy jadi mau mendekat," bisiknya, Victor terkekeh. Setelah itu, ia menegakkan tubuhnya. Victor mulai membersihkan tubuh Kiara dengan handuk kecil yang ia bawa tadi, Victor sangat telaten membersihkan tubuh Kiara. Ketika selesai, Victor mengembalikan wadah, dan handuk kecilnya ke kamar mandi. Kemudian pria tersebut bergabung dengan Kiara. Malam harinya,
Keesokan harinya, Kiara menggeliat, secara perlahan wanita itu membuka kedua matanya, ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Sebelum akhirnya Kiara membalikkan badannya, wanita itu menatap Victor yang masih terlelap. Tangannya terulur mengelus rahang tegas Victor. "Daddy," panggil Kiara. "Ayo bangun, sudah pagi. Daddy tidak ke kantor? Kiara hari ini ada urusan ke kampus," ucap Kiara, wanita itu terus mengelus rahang tegas Victor. Sampai akhirnya Kiara mengelus bibir Victor, membuat Victor menggigit jemari Kiara. "Daddy!" pekik Kiara terkejut, Victor membuka kedua matanya. Pria itu terkekeh, dan mengeratkan pelukannya pada tubuh Kiara. "Morning, Baby," Kiara mengulas senyumnya, "morning, Daddy. Ayo bangun, sudah pagi," "Hm, kau mengatakan apa tadi? Kau ada urusan ke kampus?" "Ya, aku harus menandatangani beberapa berkas untuk wisuda nanti," jawabnya, Victor mengangguk. "Kapan kau wisuda, Baby?" "Tiga bulan lagi, kenapa? Daddy mau datang?" "Mau, Daddy akan d
"Apa lagi yang mereka lakukan kepada Kiara?" sentak Victor, wajahnya mengeras. Kedua tangannya terkepal kuat. "Hanya itu, Tuan. Tapi sekarang Nona Kiara kesakitan akibat tendangan Nona Cecilia," jelas anak buah Victor, membuat Victor semakin meradang. "Brengsek! Mereka benar-benar membuatku marah, bagaimana bisa mereka mencelakai kesayanganku hah? Lalu apa tugas kalian di saat Kiara di celakai?" bentak Victor, anak buah Victor menunduk ketakutan. "Sekarang lakukan tugas dariku, jangan buat mereka mati. Cukup lukai mereka, dan buat celaka! Aku ingin mereka berdua merasakan apa yang Kiara rasakan, kalian paham?" tegas Victor, dua anak buah Victor mengangguk. "Kami paham, Tuan," ujar mereka berdua. "Bagus, sekarang jalankan tugas kalian. Aku ingin mendengar mereka benar-benar celaka!" "Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan Nona Kiara?" "Aku yang akan mengurusnya." Victor menatap keduanya dengan tajam, sebelum akhirnya pria itu melangkah pergi. Victor masuk ke dalam mobilnya