Share

Bab 8

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam." Ibu menjawab salamku.

Aku menyalami ibu yang matanya tak lepas dari barang-barang bawaanku. Sementara Mbak Lastri juga melotot. Ia pasti paham tas belanjaanku bertuliskan merk barang-barang branded yang ada di dalamnya.

Aku pura-pura tidak peduli, lalu sengaja meletakkan semua belanjaanku di atas meja makan.

Mas Agung menyusulku ke kamar.

"Dek, uang dari mana kamu belanja begitu banyak, hah?" tanyanya dengan wajah memerah.

" Ya uangku dong," jawabku tegas.

" Dari mana uang segitu banyak? Yang kamu beli ini barang-barang mahal, kan?"

"Kamu gimana sih, Mas. Kemarin kamu bilang aku nggak bisa beli baju-baju bagus karena tidak pandai mengatur uang. Sekarang aku sudah beli kamu malah marah-marah. Kamu kan yang menyuruh aku berubah menjadi cantik." Aku mencoba lebih tenang.

Mas Agung terdiam.

" Gung ..., sini !" Terdengar teriakan ibu memanggil dari ruang tamu.

Mereka sepertinya terlibat pembicaraan serius.

"Rumah ini satu-satunya harta milik keluarga kita, Mbak. Aku nggak setuju jika dijadikan jaminan di bank." Terdengar suara Mas Agung mulai emosi.

"Tapi Mas Joko butuh modal untuk buka usaha. Kami sudah  tidak kerja lagi sekarang." Terdengar sahutan Mbak Lastri dengan nada suara yang juga sudah mulai meninggi.

Apaa? Mbak Lastri sudah berhenti bekerja? Kenapa? Bukankah dia baru pindah ke tempat kerja yang baru?

"Bagaimana kalau usaha Mas Joko gagal? Mau bayar pakai apa?" tanya Mas Agung.

Sepertinya semua terdiam. Aku yang masih di dalam kamar mencoba mengintip dari balik pintu. Wajah semuanya terlihat tegang.

"Aku akan cari kerja lagi. Barangkali di perusahaanmu ada lowongan, Gung? tanya Mbak Lastri kemudian.

Mas Agung membuang napas kasar.

"Aku nggak bisa janji," jawabnya malas.

Sepertinya Ia sangat berat jika rumah ibu di jadikan jaminan bank. Apalagi saat ini Mas Agung belum bisa membeli sebuah rumah.

"Permisi."

"Eh Yuyun, sini!" panggil ibu ketika Yuyun masuk lewat pintu tembus dari paviliun.

" Lastri, kenalin ini Yuyun anaknya tante Sania. Ternyata dia sekantor sama Agung, lho," jelas ibu pada Mbak Lastri.

"Yuyun." Pelakor sok cantik itu mengulurkan tangannya kepada Mbak Lastri.

"Lastri," sahut kakak iparku menerima uluran tangan Yuyun dengan senyuman.

"Yun, di kantormu ada lowongan nggak? aku mau ngelamar dong," tanya mbak Lastri.

Hello ...! Bosnya tuh di sini lho. Bukan si Yuyun. Aku terkikik sendiri di dalam kamar.

"Bikin lamaran aja, Mbak. Nanti aku  bawa ke kantor. Aku banyak kok kenal bos-bos di kantor."

APA? Yuyun banyak kenal bos-bos katanya? Wow ...! Aku spontan menutup mulutku menahan tawa.

"Waaah, makasih banyak ya, Yun." Mbak Lastri terdengar sangat senang.

Aku tersenyum sendiri. Sepertinya aku punya ide untuk ngerjain balik kakak iparku yang satu itu.

Aku segera menghubungi Dido.

----------

"Assalamualaikum Bu Sera!" Sepertinya suara Bu Rt memanggilku.

"Waalaikumsalam. Eh ada bu Rt. Mari masuk!" Ibu mempersilahkan masuk Bu Rt dan seorang wanita yang sepertinya berumur empat puluh tahunan.

Aku keluar menghampiri mereka.

"Bu Sera, ini Bik Sum yang mau kerja di sini."

Mata ibu membulat menatapku mendengar ucapan Bu Rt. Beliau seakan-akan minta penjelasan.

"Oh ya. Bik Sum kenalkan ini Ibu mertua saya"

"Bu ..., Aku minta Bu Rt membawakan orang untuk bantu-bantu kita di sini selama aku kerja nanti." Aku mencoba menjelaskan pelan-pelan pada Ibu.

"Kamu nggak salah, Sera? Memangnya gaji kamu berapa sok-sokan mau pakai jasa art?" sela Mbak Lastri dengan gaya sombongnya.

"Itu urusanku, Mbak," jawabku kesal.

"Tapi dia tidak menginap di sini, bu. Datang pagi-pagi dan pulang sore atau malam setelah aku pulang kerja," jelasku lagi.

Bagaimanapun juga aku harus tetap izin dengan Ibu. Walau sikap ibu kurang baik padaku selama ini. Namun beliau satu-satunya orangtuaku saat ini.

"Ibu terserah kamu sajalah. Asalkan kamu yang bertanggung jawab membayar gajinya. Jangan sampai membebani suamimu," jawab ibu dengan nada ketus, seperti biasanya.

"Ibu tidak usah khawatir masalah itu." Aku tersenyum, ibu telah memberi izin.

"Baiklah Bu Rt, mulai besok Bik Sum sudah mulai bisa bekerja di sini. Agar dapat menyesuaikan dulu dengan pekerjaan serta anggota keluarga di sini."

Bik Sum dan Bu RT pamit pulang.

Aku melihat Mbak Lastri dan Mas Agung masih bersitegang membicarakan sertifikat rumah ibu yang akan di jadikan sebagai jaminan.  Aku melihat kesedihan dari raut wajah ibu. Sepertinya ibu pun tidak setuju, namun selama ini Ibu selalu mengikuti kemauan anak-anaknya. Beliau tidak bisa berbuat apa-apa.

Pada akhirnya, dengan berat hati Mas Agung menyetujui permintaan Mbak Lastri.

Kakak iparku dan suaminya pulang dengan wajah berbinar membawa sertifikat rumah ibu.

Seandainya keadaannya tidak seperti sekarang ini. Seandainya mereka selalu bersikap baik dan menghargai aku sebagai anggota keluarga di sini. Seandainya Mas Agung tidak menghianatiku. Tentunya dengan senang hati aku akan membantu kesulitan yang dialami keluarga ini.

Namun aku hanyalah manusia biasa yang punya perasaan dan harga diri. Selama delapan tahun sudah mereka bersikap seenaknya padaku. Selama itu pula aku berusaha sabar. Karena untuk membantahpun percuma. Justru akan memperuncing keadaan.

Aku adalah tipikal orang yang tidak suka ribut. Namun justru hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh mereka.

Sudah saatnya kini aku memulai permainan ini. Ingin rasanya membuat mereka ternganga. Aku yang selama ini siang malam mereka suruh-suruh seenaknya. Aku yang selama ini menjadi istri yang mudah di bohongi oleh suamiku sendiri.

Mulai minggu depan. Di acara perpisahan Om Beni, Aku akan diperkenalkan diri sebagai CEO baru di depan seluruh karyawan. Sungguh tidak sabar  melihat raut wajah mereka nanti.

-------------

Sejak pukul enam pagi Bik Sum sudah datang. Giska nampaknya cocok dengannya. Bik Sum sangat telaten dan cekatan mengurus Giska dan membantu pekerjaan lainnya.

"Bik Sum di sini fokus mengurus Giska ,Ibu dan kerjaan rumah saja ya. Selain itu nggak usah di kerjakan. Apalagi kalau ada yang nyuruh-nyuruh selain saya dan Ibu," jelasku.

"Baik,  Bu Sera," sahut Bik Sum seraya mengangguk.

Aku dan Bik Sum sedang memasak di dapur. Terdengar suara Mbak Lastri dari ruang tamu. Karena penasaran aku mencoba mendekat.

" YUYUN ...!

" Ya, Mbak Lastri."

" Ini aku sudah bawa lamaranku. Tolong di bantu ya. Makasih lo, kamu baik banget mau nolongin aku. Coba dari dulu kamu ketemu sama Agung. Pasti enak punya adik ipar baik kayak kamu, Yun."

Yuyun terlihat senyum-senyum nggak jelas. Mungkin dia kegeeran.

Kakak iparku yang cantik. Tenang aja, kamu pasti di terima di perusahaanku. Karena aku juga ingin mellihat wajah cantikmu ternganga bertemu denganku nanti.

Aku juga sudah mempersiapkan posisi yang sangat cocok dan pas untukmu,  Mbak Lastri. Aku terkikik sendiri mengingat pekerjaan yang akan diberikan kepada kakak iparku itu nanti.

Comments (810)
goodnovel comment avatar
Mimi Wati
bagus seru
goodnovel comment avatar
Suparti Ningsih
bagus dan menarik untuk di baca mau donk lanjut
goodnovel comment avatar
Tiktik Syahtikah
Sayangnya prabayar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status