Share

Bab 7

"Aku nggak menyangka kalau pemilik perusahaan ini adalah Ayahmu, Ran." Arief menyeruput kopi latte kesukaannya sejak dulu.

"Aku juga nggak menyangka kamu ikut andil mengembangkan perusahaan Papaku, Rief," sahutku sambil mengaduk lemon tea panas kesukaanku. Aromanya menguar menyegarkan.

"Yang nggak habis pikir itu gue. Selama bertahun-tahun kerja bareng. Baru ini tahu kalau Arief budiman anak Pak Ilham itu adalah teman satu SMA gue," lanjut Dido.

Kami tertawa. Sungguh kebetulan yang luar biasa bagi kami. Tiga sekawan di waktu SMA, kembali bersama setelah sekian tahun lamanya.

"Maklumlah. Selama ini gue belum pernah ikut meeting bareng direksi," ujar Dido.

"Tapi mulai sekarang, lo jadi asisten gue, Do! Ini perintah," tegasku.

"Siap, Bu CEO."

Arief ternyata sangat menguasai seluk beluk perkembangan perusahaanku. Pak Ilham, Ayah Arief selama ini juga sangat berjasa pada kemajuan perusahaan.

"Rief, aku minta kamu dampingi aku dulu selama beberapa bulan kedepan. Bisa?"

"Siap, Cantik. Apa sih yang nggak buat kamu," jawab Arief seraya mengedipkan sebelah matanya.

" Woi ..., bini orang tuh," sela Dido.

"Apa? Kamu udah menikah, Ran?" Arief terkejut mendengar ucapan Dido. Ia menatapku tajam seakan  tak percaya.

"Iya, aku juga sudah punya anak," jawabku.

Kenapa aku seperti melihat kekecewaan pada raut wajah Arief. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

"Oke. Meeting kali ini sudah selesai. Tinggal persiapan acara malam perpisahan untuk Pak Beni minggu depan. Aku serahin semua pada Dido. Aku ingin semua karyawan dari semua divisi kita undang."

" Baik, Ra."

" Aku pamit ya." Aku berdiri dan menyalami dua pria di hadapanku.

"Ran, kamu bawa mobil?" tanya Arief.

Aku menggeleng. Sebenarnya Om beni menawarkanku untuk membawa mobil inventaris perusahaan. Tapi aku menolak. Belum saatnya.

"Ya sudah. Ayo aku antar," ajak Arief.

"Apa nggak merepotkan?"

"Tidak ada yang repot buat kamu, Rani." Arief menjawil hidungku.

"Heey ..! Kebiasaanmu dari dulu nggak berubah ya. Masih aja seneng jawilin hidung cewek-cewek," Arief terbahak- bahak melihat aku melotot.

"Cewek-ceweknya juga nungguin minta aku jawilin. Hahahaha ... Mana ada yang bisa menolak pesona orang tampan kayak gini."

"Dasar tuan sok tampan!" gerutuku. Walau sebenarnya aku mengakui Arief memang sangat tampan mempesona. Dulu aku pikir dia akan menjadi artis atau model.

"Kebiasaan dari dulu juga Lo berdua,  kalau udah berduaan, lupa sama gue."

Kali ini aku yang terkikik melihat wajah kesal Dido.

Kami berpisah dengan Dido di area parkir.

Aku menaiki mobil mewah milik Arief.

Ia membukakan pintu mobilnya untukku. Sikapnya masih seperti dulu. Manis.

Sepanjang jalan kami lebih banyak berbincang mengenang masa lalu. Banyak hal indah dan lucu yang telah kami lewati bersama. Arief juga bercerita bahwa hingga kini dia belum menikah. Entah siapa nanti, wanita beruntung yang akan mendapatkan pria baik dan tampan seperti dirinya.

Karena masih siang, aku minta Arief menurunkanku di mall yang tidak jauh dari rumah. Aku ingin membeli beberapa pakaian kerja, dan perlengkapan make up. Mulai saat ini aku harus siap jika sewaktu-waktu ada panggilan rapat di kantor. Aku harus menyesuaikan penampilanku sebagai seorang CEO.

"Makasih tumpangannya." 

Arief mengangguk. Ia tersenyum.

"Hati-hati, Ran," ucap Arief saat aku keluar dari mobilnya.

" Oke. Daah ....!" aku melambaikan tangan padanya.

Mobil arief pun berlalu. Lalu aku masuk ke dalam mall dan menuju beberapa toko.

Aku melihat sosok yang sangat familiar. Baju yang di pakai laki-laki itu tampak tidak asing bagiku. la menggandeng seorang wanita muda. Karena cukup jauh dari jarak tempat aku berdiri, wajah mereka tidak begitu jelas.

Karena penasaran, perlahan aku mendekat untuk memastikannya. Namun ramainya pengunjung membuatku kesulitan mendekati mereka. Dan akhirnya aku kehilangan jejak.

Aku tersadar bahwa ini adalah jam makan siang. Pantas saja pengunjung sangat ramai.

Setelah lelah berbelanja. aku putuskan untuk pulang. Karena sore ini Bu RT akan memperkenalkan saudaranya yang akan menjadi art di rumah.

Ketika turun dari taksi. Aku melihat mobil Mas Agung pun baru saja masuk ke halaman rumah. Sepertinya ia pulang lebih cepat hari ini.

Rumah nampak ramai. Ternyata ada Mbak Lastri dan anak-anaknya.

Mas Agung turun dari mobil. Mataku membelalak saat melihat pelakor itupun turun dari mobil suamiku.

Dan ... aku tambah terkejut lagi, saat melihat baju yang di pakai Mas Agung dan Yuyun persis sama dengan sosok yang aku lihat di mall tadi.

Dengan bangganya Yuyun melangkah menjinjing belanjaan yang begitu banyak. Namun sayangnya bukan barang-barang branded seperti yang aku jinjing saat ini.

Aku tahu dari kemasan plastiknya, itu adalah barang-barang discount yang ada di pameran bazar hall lantai dasar mall tadi.

"Kamu sama Yuyun habis belanja, Mas?" tanyaku kesal.

"Iya. Sekalian lewat pulang kerja tadi Yuyun minta di antar mampir di mall. Apa salahnya aku antar sebentar," jawabnya santai.

Sakit hatiku melihat Mas Agung yang merasa tidak bersalah.

"Kamu dari mana, Dek? Uang dari mana kamu belanja begitu banyak?" Mas Agung menatapku heran. Mungkin ia baru menyadari penampilanku yang berbeda hari ini.

"Dari tempat kerja," jawabku malas.

Dengan langkah gontai aku masuk ke dalam rumah. Sepertinya Mbak Lastri sedang berbicara serius dengan Ibu.

Wajah keduanya nampak tegang. Apalagi Mas Joko yang terlihat bingung di sudut ruangan.

Ada apa gerangan?

Comments (17)
goodnovel comment avatar
Yustien Ekowati
semakin menarik
goodnovel comment avatar
Nur Qaisha
lanjutnya mana
goodnovel comment avatar
Wellmince Liens
suka skali ceritanya seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status