"Aku minta maaf karena memberitahukan kabar ini secara mendadak. Sebab Pras memang baru melamarku beberapa hari yang lalu." Sera berusaha menjelaskan. Celline melirik kesal pada Sandy. Andai saja putranya itu bergerak lebih cepat, tentu pertunangan ini tidak akan terjadi, pikirnya. Sandy paham kalau Mamanya sangat marah padanya..Pria itu hanya bisa menunduk. "Maaf,Sera. Seharusnya kamu membicarakan hal ini dulu dengan Mama..Tidak main ambil keputusan sendiri. Bagaimanapun juga, pangeran adalah anak Arief. Pewaris tunggal semua harta benda milik Arief, termasuk perusahaan. Enak banget dong calon tunanganmu itu dapat perusahaan besar dan seluruh harta peninggalan Arief." Nada bicara Celline semakin meninggi. "Astaga Mama ..., Pras sama sekali tidak berminat mengambil perusahaan ataupun harta milik Arief. Semasa hidupnya, Arief memang menitipkan Aku dan anak-anak pada Pras. Itu pesan terakhir Arief pada Pras." "Halaah! Itu bisa-bisanya Dia aja. Gampang sekali kamu dibohongi." Emosi C
"Kita sarapan di restoran itu saja. Aku sudah minta siapkan satu ruangan yang nyaman agar anak-anak tidak lelah.dan bosan." Pras melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya semua persiapan untuk acara tunangannya dengan Serani sudah beres semua. Hanya saja, entah kenapa Pras tidak mau jauh-jauh dari Sera dan kedua anaknya hari ini. Ia memiliki kekhawatiran yang tinggi dengan acara pertunangannya ini. Pras tak ingin acaranya gagal. Ia hanya ingin memastikan Serani dan kedua anaknya dalam keadaan baik-baik saja.. Mobil mewah milik Pras sudah memasuki area parkir sebuah restoran dua lantai yang nampak megah. Sera mengenali beberapa anak buah Pras yang sudah berjaga-jaga di sekitat restoran. Sera melihat penjagaan sangat ketat. Gerbang restoran pun dijaga oleh beberapa orang. "Pras, kenapa penjagaannya sangat ketat?"tanya Sera dengan pandangan mengelilingi sekitar. "Sera, kamu kan tau, banyak pihak yang tidak menghendaki pertunangan kita ini. Oleh sebab itu, Aku ingim penj
"Mohon perhatiannya Bapak Ibu, acara akan segera kami mulai!" Terdengar suara MC mulai membuka acara. Pras dan Sera saling memandang. Seakan saling memberi kekuatan. Karena mereka tau bahwa di restoran ini pasti telah hadir orang-orang yang dekat dengan mereka, namun tidak menyetujui pertunangan ini. Pras meraih ponselnya dari dalam saku celana. "Bagaimana situasi? Aman?" Pras mendengarkan dengan seksama penjelasan dari orang kepercayaannya. Sera memperhatikannya dengan dada berdebar. Tak lama kemudian Pras menutup ponselnya. "Sera, Kamu undang Agung?" "Apaa? Mas Agung? Jelas tidak. Kenapa? Ada masalah?" Sera semakin cemas mendengar nama mantan suaminya itu. "Papa ..., Aku nggak mau ketemu Ayah. Aku ... takut." Giska pun tampak ketakutan begitu mendengar nama Ayahnya. Ia melingkarkan tangannya pada kaki Pras. Pria itu mengusap lembut kepala Giska. "Kalian tenang dulu, ya!" Pras kembali meraih ponselnya. "Agung sama sekali tidak kami undang. Cari dan bawa saja keluar!" perinta
"Dido, Kamu kenapa ikut-ikutan melarang Aku untuk masuk? Aku mau ketemu anakku!" "Maaf, nggak bisa!" Keributan di luar restoran membuat Pras dan Sera kembali menoleh keluar. Sera yang mengenal suara itu langsung meraih Giska dan mendekapnya erat. "Pras, bagaimana ini? Giska masih trauma dengan ayahnya." "Tenang, Kalian di sini saja! Biar Aku yang keluar." Pras mengusap lembut kepala Sera dan Giska "Mau apa lagi pria brengsek itu?" gumam pras dengan geram. Pria berwajah bule itu melepas jasnya, lalu melangkah sambil menggulung kemejanya. "Maaf Pak Agung, jangan buat keributan di sini!" seru Dido geram. Agung masih bersikeras ingin masuk ke dalam restoran walaupun sudah dihalangi oleh beberapa penjaga yang merupakan anak buah Pras. "Halah, mentang-mentang kamu bisa kerja lagi sama Sera, sombong Kamu!" teriak Agung penuh emosi. "Ada apa ini?" Pras keluar dan berdiri sambil bertolak pinggang .Tatapan pria bermata elang itu tajam menghunus netra mantan suami Sera itu Agung sontak
"Sera keluar, Aku mau bicara!" Sera menoleh pada arah suara kaca diketuk.Nampak Sandy sedang berdiri tegak dengan kedua tangannya di pinggang. "Apa sih maunya dia?" Pras mendengkus kesal, lalu turun dari mobil. "Hei, Bro! Bisa sabar sedikit?" Pras menatap nyalang pada Sandy seraya membukakan pintu untuk Sera. "Ada apa, San?" Sera merasa malu karena Sandy melihatnya sedang berpelukan dengan Pras. "Mama mau bicara, penting." Lagi-lagi Pras mendengkus kasar. Ia menduga Ini hanya akal-akalan Sandy saja. "Pras, Aku masuk dulu, ya!" Sera bicara setengah berbisik pada Pras. Ia tau Pras sedang kesal. "Ya. Kamu istirahat!" Pras mengusap lembut bahu Sera. Kemudian pria bertubuh tinggi tegap itu kembali masuk ke dalam mobil dan melaju kian menjauh. "Ada apa? Mama dimana?" Sera bergegas melangkah masuk ke dalam.rumah. Namun sampai di ruang tamu ia tidak menemukan Celline di sana, hingga tiba di ruang tengah. "Loh, Sandy. Mama di mana?" Sera memutar tubuhnya menghadap Sandy. Netranya
"Hai, Pras. Sudah lama?" Sera berusaha umtuk bersikap biasa,walau ia tahu sebenarnya Pras sedang kesal. Dari caranya memandang Sandy nampak sekali rasa tidak sukanya pada adik tiri Arief itu "Dari mana?" tanyanya dingin. Sorot matanya masih tertuju pada Sandy yang baru saja keluar dari mobil. "Aku tadi antar Giska ke sekolah. Pak Yono mendadak nggak datang. Giska hampir saja terlambat. Untung saja ..." Sera tak lagi meneruskan kalimatnya karena Pras malah berlalu masuk ke dalam rumah. Sedangkan Sandy bergegas masuk ke paviliun. Sera mengikuti Pras yang ternyata menuju taman belakang. Di sana ada babysitter yang sedang menemani Pangeran berjemur. Pras berdiri di samping stroller bayi lucu itu dan menggodanya. Sera memilih kembali ke kamar dan bergegas bersiap untuk ke kantor. Ia sambil berpikir siapa yang akan menjemput dan antar Giska dalam beberapa hari ini. Ia tak mungkin meninggalkan pekerjaannya. Tidak sampai setengah jam, Sera sudah rapi dengan stelan formalnya. Keluar dari k
[ Tunggu Aku. Sebentar lagi Aku akan jemput ] Sera tersenyum membaca pesan dari Pras yang merupakan caption sebuah foto selfi pria itu bersama Giska di dalam mobil. Keduanya menampakkan ekpresi wajah lucu. [ Terimakasih. Aku tunggu ] Sera segera membalasnya.. "Sore, Bu Sera. Mohon maaf, ternyata masih ada berkas-berkas yang harus di tandatangani hari ini." Mata Sera melebar melihat Dido membawa setumpuk berkas dan meletakkan di mejanya. "Serius masih segini banyak? Aku pikir tadi sudah semua, Do. Lain kali informasikan yang benar. Pras dan Giska sudah menuju ke sini mau jemput Aku." Sera tampak kesal. "Maaf, Bu Sera!" Dido menunduk merasa bersalah. Pasalnya tadi dia sudah terlanjur mengatakan bahwa pekerjaan hari ini sudah beres semua. "Aku lihat Kamu mulai kewalahan. Mulai bulan depan Aku mau cari asisten pribadi untukku dan sektetaris untukmu." Sera mulai memeriksa berkas itu satu persatu tumpukan berkas di depannya. "Sekali lagi maafin Aku, Bu Sera!" sahut Dido tertunduk
"Sera, Kamu cantik sekali. Andai saja Arief masih ada, Kamu pasti masih menjadi menantu mama." Celline memandang takjub pada Sera. Malam ini wanita bertubuh tinggi semampai bak model papan atas itu tampil sangat memukau dengan dress model sederhana berbahan silk mewah, dipadu hijab segiempat yang dipakai simple terikat di leher. Hiasan batu swarovski menambah kesan elegan pada tampilan Serani Gunawan malam ini. Saat ini mereka sedang berada di ruang tamu untuk bersiap-siap.pergi ke hotel0 menghadiri peresmian penyerahan jabatan pada Sandy. "Sampai kapanpun, Aku adalah menantu Mama. Apalagi ada pangeran di tengah-tengah kita.""sahut Sera. Celline menggeleng. "Tapi sebentar lagi Kamu akan menjadi istri orang lain. Andai saja Kamu menikah dengan ...." "Maksud Mama apa?" Sera yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba mendongakkan kepalanya. "M-maksud Mama, andai saja Sandy tidak terlambat datang, tentu dia akan bisa menggantikan Arief." Celline berkata penuh keyakinan. Sera