Baca juga : AIR MATA MADUKU (.TAMAT)
[ Tunggu Aku. Sebentar lagi Aku akan jemput ] Sera tersenyum membaca pesan dari Pras yang merupakan caption sebuah foto selfi pria itu bersama Giska di dalam mobil. Keduanya menampakkan ekpresi wajah lucu. [ Terimakasih. Aku tunggu ] Sera segera membalasnya.. "Sore, Bu Sera. Mohon maaf, ternyata masih ada berkas-berkas yang harus di tandatangani hari ini." Mata Sera melebar melihat Dido membawa setumpuk berkas dan meletakkan di mejanya. "Serius masih segini banyak? Aku pikir tadi sudah semua, Do. Lain kali informasikan yang benar. Pras dan Giska sudah menuju ke sini mau jemput Aku." Sera tampak kesal. "Maaf, Bu Sera!" Dido menunduk merasa bersalah. Pasalnya tadi dia sudah terlanjur mengatakan bahwa pekerjaan hari ini sudah beres semua. "Aku lihat Kamu mulai kewalahan. Mulai bulan depan Aku mau cari asisten pribadi untukku dan sektetaris untukmu." Sera mulai memeriksa berkas itu satu persatu tumpukan berkas di depannya. "Sekali lagi maafin Aku, Bu Sera!" sahut Dido tertunduk
"Sera, Kamu cantik sekali. Andai saja Arief masih ada, Kamu pasti masih menjadi menantu mama." Celline memandang takjub pada Sera. Malam ini wanita bertubuh tinggi semampai bak model papan atas itu tampil sangat memukau dengan dress model sederhana berbahan silk mewah, dipadu hijab segiempat yang dipakai simple terikat di leher. Hiasan batu swarovski menambah kesan elegan pada tampilan Serani Gunawan malam ini. Saat ini mereka sedang berada di ruang tamu untuk bersiap-siap.pergi ke hotel0 menghadiri peresmian penyerahan jabatan pada Sandy. "Sampai kapanpun, Aku adalah menantu Mama. Apalagi ada pangeran di tengah-tengah kita.""sahut Sera. Celline menggeleng. "Tapi sebentar lagi Kamu akan menjadi istri orang lain. Andai saja Kamu menikah dengan ...." "Maksud Mama apa?" Sera yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba mendongakkan kepalanya. "M-maksud Mama, andai saja Sandy tidak terlambat datang, tentu dia akan bisa menggantikan Arief." Celline berkata penuh keyakinan. Sera
"Astaga, Pras!" Mata Serani membelalak melihat Pras sedang memeluk seorang wanita yang ia kenal. Keduanya berdiri tak jauh dari ranjang hotel yang berukuran.besar. Namun Sera melihat ranjang itu masih sangat rapi. Pakaian Pras pun masih lengkap. "Seraaa ...!" Wajah Pras nampak panik. Ia segera melepaskan tubuh wanita berpakaian terbuka yang ternyata adalah Grace. Namun anak Tante Sarah itu justru bergelayut semakin erat pada tubuh Tirta Prasetya. Melihat hal itu, Sera merasakan nyeri yang begitu menusuk dadanya. "Pras ..., Grace ...! K-kalian ada di sini?" Sera sebisa mungkin berusaha menguasai dirinya. Ia tak ingin terlihat bodoh di depan Grace. Ia tau Grace akan senang jika ia terlihat tersakiti. "Perempuan itu pasti telah menjebakku," pikir Sera. Walau ia merasa terkejut dan kecewa, Sera berusaha untuk tidak menampakkan hal itu di depan Grace. Ia berusaha mengatur napas dan tetap memasang wajah tenang. "Grace, lepas!' bentak Pras mulai emosi, namun tak dihiraukan oleh sepupuny
"Sera, bukannya tadi kamu pulang lebih awal? kenapa baru sampai rumah?" Sera nyaris terlonjak mendengar Celline menegurnya saat pintu terbuka. "M-mama? Mama sudah pulang?" tanya Sera heran. Dia pikir Celline dan Sandy akan pulang lebih malam. "Kamu pulang dengan siapa? Kenapa Pak Yono malah sampai rumah lebih dulu?" selidik Celline dengan kening berkerut. "Aku ... Aku pulang dengan Pras," sahut Sera setenang mungkin. Namun diam-diam ia sedang mengawasi gerak-gerik sang ibu mertua. "Loh, kok bisa dengan Tirta? Bukannya dia ... eh." Celline tiba-tiba menutup mulutnya. "Memangnya Mama tau sesuatu tentang Tirta?" Sera perlahan mendekat dan memandang curiga pada ibu mertuanya itu. "Ah, nggak. M-maksud Mama. Bukankah dia tidak diundang dalam acara tadi?" Celline tampak sedikit gugup. "Oh, diundang, Kok. Aku yang undang. Hanya saja Pras datang terlambat tadi. Jadi, dia langsung membawaku pulang. Ah, ya. Kenapa tadi Aku pulang lebih lama, itu karena kami mampir dulu ke sesuatu tempat
"Pembunuh Kamu, Tirta!" Roy memandang Pras dengan tatapan tajam dan penuh kebencian. Napas pria paruh baya itu naik turun. Pras yang baru saja tiba di depan ruang UGD terhenyak melihat Roy dan keluarganya menangis histeris. Napasnya seakan tertahan melihat tatapan penuh amarah dari suami Tante Sarah itu. "Om ... Aku tidak ..." "Kamu tega membiarkannya menyetir sendirian dalam keadaan mabuk. Kamu sudah gila, Pras ...!" Roy mencengkeram kerah kemeja Pras dan menghempaskan tubuh tinggi besar itu ke dinding. "Mas, tahan! Grace sedang koma. Sebaiknya kita berdoa agar dia segera sadar!" Levin menghampiri Roy yang begitu geram dengan Pras. "Astaga! Grace koma?" lirih Pras dengan wajah memucat. Jantungnya berdetak cepat. Terlintas rasa menyesal. Seharusnya ia tak meninggalkan Grace sendirian. Wanita itu tadi sedang mabuk berat Pras hanya memikirkan Sera. Setelah tunangannya itu keluar dari kamar hotel, Pras panik. Namun Grace tak mau melepaskan dirinya. Akhirnya dengan terpaksa Pras men
Serani mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Wedding organizer yang mengurus pernikahannya dua minggu lagi. [ Selamat pagi, Bu Serani. Apakah Ibu bisa datang ke tempat kami hari ini untuk fitting baju setelah makan siang hari ini?] "Kenapa Pras tidak mengabariku? Apa dia tidak tau?" gumam Sera yang masih bersiap-siap hendak ke kantor. Sejak kejadian di hotel Corla beberapa hari yang lalu, Pras belum datang menemuinya. Sera pun masih kesal dan enggan menghubungi calon suaminya itu. Namun ada perasaan yang tak biasa yang ia rasakan saat ini. Pras seperti menjauh dalam beberapa hari ini.Tidak ada pesan yang setiap saat pria itu kirimkan padanya. Pras tidak datang menjemputnya setiap pagi. "Ada apa dengannya?" bathin Sera. "Sudah mau berangkat, Sera? Biar diantar Sandy saja!" Mama Celline menyapanya saat Sera baru saja keluar dari kamarnya. "Tidak usah, Ma. Aku harus bawa mobil. Siang ini mau fitting baju di tempat WO." "Kamu ke sana dengan Pak Yono?" Sera mengangguk s
"Sebagai laki-laki, Kamu harus bertanggung jawab atas kelalaianmu. Kami bisa saja mempermasalahkan ini ke meja hijau. Kamu sengaja meninggalkan Grace sendirian, kan? Kamu memang senang kalau Grace celaka, kan?" Emosi Roy semakin menuncak. Ia sampai menggebrak meja. Amarahnya kian meledak karena penolakan Pras. Pras hanya bisa diam. Namun beberapa detik kemudian ia memberanikan diri untuk bicara. "Tapi Aku mencintai Serani, Om. Sementara Grace ... sudah Aku anggap sebagai adikku sendiri. Jadi, bagaimana mungkin Aku menikahinya, Om." Pras bicara dengan sangat hati-hati. Ia masih melihat kilatan amarah pada netra Omnya itu. "Tapi ini situasinya berbeda, Tirta. Kamu hanya perlu membahagiakannya. Beri dia semangat untuk sembuh! Dokter bilang, Grace sudah putus asa. Ia tidak ada semangat untuk hidup. Tolonglah, Tirta." Kali ini Sarah yang memohon. Wajah Pras mulai gusar. Seketika pikirannya beralih pada Sera. Rasa rindu yang membuncah pada wanita itu seakan menguasai hatinya saat ini
"Kenapa diam, Pras?" Sera menoleh pada pria disampingnya. Ia menatap calon suaminya itu dengan tatapan tajam. Pras berusaha tersenyum. "Aku memang tidak ke kantor. Hanya ada sedikit masalah di perusahaanku yang lain. Tapi semua sudah teratasi. Maafkan Aku jarang menghubungimu beberapa hari ini. Aku hanya ingin semua masalah selesai sebelum hari pernikahan kita..Aku ingin membawa kalian ke sesuatu tempat untuk berlibur setelah kita menikah nanti. Kita akan berbulan madu dengan tenang, karena anak-anak aman berada diantara kita," jelas Pras panjang lebar. Ia bernapas lega melihat Sera tersenyum. Walau.hatinya masih belum tenang karena masih ada sesuatu yang ia sembunyikan. "Beneran mau bulan madu ajak anak-anak ?" Sera melirik Pras dengan tatapan menggoda. Pras tertawa gemas menerima sikap Sera yang sudah berani menggodanya. "Aku sudah memesan hotel dengan dua kamar tidur. Jadi, Kamu tetap bisa memberi Pangeran ASI kapan saja, walau kita sedang bulan madu nanti. Hanya saja, mungkin