"Silakan jika ingin melihat-lihat ruangan di restoran ini!" Seorang wanita muda berpakaian formil yang merupakan manager restoran, mempersilakan Sera untuk masuk. Restoran itu adalah tempat yang akan digunakan untuk acara pertunangan Pras dan Sera nanti. Sementara itu, Pras sedang mengurus administrasi di sebuah ruangan yang berbentuk mini office. "Terimakasih!" Sera menggandeng Giska mengelilingi restoran yang bernuansa natural.. Banyak pepohonan dan taman bermain dengan area terbuka. "Bundaaa, ada kolam ikannya di sana!" Giska nampak sangat menyukai.tempat itu. Pikiran Sera masih terbagi-bagi. Hingga hari ini ia belum bicara pada Mama Celine.. "Bagaimana? Kamu suka?"Tiba-tiba Pras sudah berada di belakang Sera. Wanita itu terkejut hingga membuyarkan lamunannya. "Suka. Suka banget. Kamu lihat tuh, anakmu juga terkagum-kagum sama suasana restoran ini." Sera menunjuk Giska yang sedang serius memandang kolam ikan di bawah saung-saung yang terbuat dari bambu. Senyum pria bule itu
"Tirta ...? Kamu Ada di sini?" Sarah hampir memekik menyadari keberadaan Pras yang tiba-tiba sudah berdiri di dekat pintu. Netra pria bule berwajah tampan itu menatap tajam wajah tante Sarah yang sudah memucat. "Apa maksudnya ini? Kenapa Indah dan Ibunya Dion ada di sini?" Pras bicara dalam hati sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. Ia menatap satu persatu wanita di ruangan itu. "Hai, Tirta Apa Kabar? Ternyata kamu ini masih keluarga Mbak Sarah? Ya ampun ternyata dunia ini sempit ya!" Melihat ketegangan di wajah Pras, Indah bangkit dari sofa dan melangkah menghampiri Pria itu. Tirta Prasetya tersenyum sinis. Ia sudah curiga adanya sesuatu yang disembunyikan oleh ketiga wanita di depannya. Sementara wanita bertubuh gemuk yang merupakan Ibu dari Dion, teman Giska, tak berani berkutik. Wanita itu hanya menunduk diam di kursi tempat ia duduk. "Ayo silakan duduk, Tirta. Ada apa ini? Kok tumben malam-malam ke sini?' Sarah menghampiri keponakannya itu dan membawanya duduk
"Siang nanti Aku mau jemput Mama ke bandara. Kamu mau ikut?" Sandy menghabiskan sarapannya. Sera menggeleng lemah. "Aku tunggu di rumah aja. Aku akan mempersiapkan kamar untuk Mama." Sandy menghempas napas kasar. Ia tau Sera hanya beralasan saja. Pikiran pria itu sedikit kalut setelah mendengar kabar pertunangan Sera dan Pras yang ternyata lebih cepat dari perkiraannya.. "Aku ke kantor dulu," ujar Sandy lirih. Ia lalu berdiri dan melangkah melewati Sera yang masih menikmati sarapannya. Sandy masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalalnan ke kantor, ia teringat akan percakapan dirinya dengan Mama Celline lewat ponsel semalam. "Pokoknya Mama mau semua harta milik Arief jatuh ke tanganmu." "Tapi, Ma, bagaimana jika sudah menjadi atas nama putra mereka yang bernama Pangeran itu?" "Kamu jangan bodoh, Sandy. Kalau kamu bisa menikahi Sera, semua akan menjadi lebih mudah." "Tapi Sera sudah punya kekasih dan mereka hendak bertunangan dalam waktu dekat ini," sahut Sandy tak bersemang
"Mama Celline?'" Sera nyaris terlonjak melihat kedatangan Ibu mertuanya. "Hallo Sera sayang!" Celline langsung masuk dan memeluk Sera dengan erat. "Mama Apa kabar? Maaf ya, tadi Aku nggak ikut jemput." ujae Sera setelah merenggangkan pelukannya. "Nggak apa-apa, Sayang. Oh ya, apa.ini cucuku?" Pandangan Celline beralih pada Pangeran yang tenang dalam gendongan Pras. "Oh ya, Ma. K-kenalkan ini Tirta Prasetya," Dengan gugup Sera memperkenalkan Pras.pada Celline. Namun ia belum berani mengatakan bahwa ia akan bertunangan dengan Pras besok. "Pras mengaangguk sopan pada Celline saat wanita paruh baya itu menoleh padanya. Namun wajah Celline nampak tidak bersahabat. "Silakan masuk, Ma! Sebentar Aku antar Pras ke depan." Celline mengangguk samar. Pandangannya tak lepas pada Pras yang menurutnya tak asing. Ia terus memperhatikan Pras yang melangkah keluar bersama Sera. "Kenapa rasanya Aku tak asing dengan wajahnya?" gumam Celiine. "Kenapa, Ma?" Sandy yang baru saja masuk, terheran m
"Aku minta maaf karena memberitahukan kabar ini secara mendadak. Sebab Pras memang baru melamarku beberapa hari yang lalu." Sera berusaha menjelaskan. Celline melirik kesal pada Sandy. Andai saja putranya itu bergerak lebih cepat, tentu pertunangan ini tidak akan terjadi, pikirnya. Sandy paham kalau Mamanya sangat marah padanya..Pria itu hanya bisa menunduk. "Maaf,Sera. Seharusnya kamu membicarakan hal ini dulu dengan Mama..Tidak main ambil keputusan sendiri. Bagaimanapun juga, pangeran adalah anak Arief. Pewaris tunggal semua harta benda milik Arief, termasuk perusahaan. Enak banget dong calon tunanganmu itu dapat perusahaan besar dan seluruh harta peninggalan Arief." Nada bicara Celline semakin meninggi. "Astaga Mama ..., Pras sama sekali tidak berminat mengambil perusahaan ataupun harta milik Arief. Semasa hidupnya, Arief memang menitipkan Aku dan anak-anak pada Pras. Itu pesan terakhir Arief pada Pras." "Halaah! Itu bisa-bisanya Dia aja. Gampang sekali kamu dibohongi." Emosi C
"Kita sarapan di restoran itu saja. Aku sudah minta siapkan satu ruangan yang nyaman agar anak-anak tidak lelah.dan bosan." Pras melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya semua persiapan untuk acara tunangannya dengan Serani sudah beres semua. Hanya saja, entah kenapa Pras tidak mau jauh-jauh dari Sera dan kedua anaknya hari ini. Ia memiliki kekhawatiran yang tinggi dengan acara pertunangannya ini. Pras tak ingin acaranya gagal. Ia hanya ingin memastikan Serani dan kedua anaknya dalam keadaan baik-baik saja.. Mobil mewah milik Pras sudah memasuki area parkir sebuah restoran dua lantai yang nampak megah. Sera mengenali beberapa anak buah Pras yang sudah berjaga-jaga di sekitat restoran. Sera melihat penjagaan sangat ketat. Gerbang restoran pun dijaga oleh beberapa orang. "Pras, kenapa penjagaannya sangat ketat?"tanya Sera dengan pandangan mengelilingi sekitar. "Sera, kamu kan tau, banyak pihak yang tidak menghendaki pertunangan kita ini. Oleh sebab itu, Aku ingim penj
"Mohon perhatiannya Bapak Ibu, acara akan segera kami mulai!" Terdengar suara MC mulai membuka acara. Pras dan Sera saling memandang. Seakan saling memberi kekuatan. Karena mereka tau bahwa di restoran ini pasti telah hadir orang-orang yang dekat dengan mereka, namun tidak menyetujui pertunangan ini. Pras meraih ponselnya dari dalam saku celana. "Bagaimana situasi? Aman?" Pras mendengarkan dengan seksama penjelasan dari orang kepercayaannya. Sera memperhatikannya dengan dada berdebar. Tak lama kemudian Pras menutup ponselnya. "Sera, Kamu undang Agung?" "Apaa? Mas Agung? Jelas tidak. Kenapa? Ada masalah?" Sera semakin cemas mendengar nama mantan suaminya itu. "Papa ..., Aku nggak mau ketemu Ayah. Aku ... takut." Giska pun tampak ketakutan begitu mendengar nama Ayahnya. Ia melingkarkan tangannya pada kaki Pras. Pria itu mengusap lembut kepala Giska. "Kalian tenang dulu, ya!" Pras kembali meraih ponselnya. "Agung sama sekali tidak kami undang. Cari dan bawa saja keluar!" perinta
"Dido, Kamu kenapa ikut-ikutan melarang Aku untuk masuk? Aku mau ketemu anakku!" "Maaf, nggak bisa!" Keributan di luar restoran membuat Pras dan Sera kembali menoleh keluar. Sera yang mengenal suara itu langsung meraih Giska dan mendekapnya erat. "Pras, bagaimana ini? Giska masih trauma dengan ayahnya." "Tenang, Kalian di sini saja! Biar Aku yang keluar." Pras mengusap lembut kepala Sera dan Giska "Mau apa lagi pria brengsek itu?" gumam pras dengan geram. Pria berwajah bule itu melepas jasnya, lalu melangkah sambil menggulung kemejanya. "Maaf Pak Agung, jangan buat keributan di sini!" seru Dido geram. Agung masih bersikeras ingin masuk ke dalam restoran walaupun sudah dihalangi oleh beberapa penjaga yang merupakan anak buah Pras. "Halah, mentang-mentang kamu bisa kerja lagi sama Sera, sombong Kamu!" teriak Agung penuh emosi. "Ada apa ini?" Pras keluar dan berdiri sambil bertolak pinggang .Tatapan pria bermata elang itu tajam menghunus netra mantan suami Sera itu Agung sontak