Share

3.

Author: Demina07
last update Last Updated: 2021-08-03 18:04:52

            “Ah akhirnya anak Ibu turun juga. Ini Win yang dulu suka main sama Rengga,” kata ibu menyambutku. Aku melangkah menghampiri Ibu diruang tamu. “Yuk Bell sini duduk sebelah Ibu,” ucapnya menepuk tempat disisinya. Aku dudukan diriku disebelah beliau, masih dengan menundukan kepala.

            Aku tidak berani manatap tamu Ibu. Karena malu diperhatikan sedemikian rupa. Dari aku berjalan hingga duduk disebelah ibu.

            “Bagaimana Rengga, kamu sudah mengenalinya kan?” Tanya seorang wanita, yang kuperkirakan Tante Winda. Kemudian aku tak mendengar jawaban dari yang ditanya.

            “Oke Mbak Rita, sepertinya langsung saja ke inti acara ini,” tukas seorang pria. “Ma tolong cicinnya berikan pada Rengga,” kata perintahnya terdengar.

            Kemudian hening beberapa saat. Hingga kulihat uluran tangan kearahku. Aku dongakan kepalaku, melihat seseorang didepanku. Ibu yang memberikan isyarat untukku berdiri. Segera aku lakukan dengan menggapai tangan kasar itu.

            Susanana begitu canggung, hingga Rengga menyematkan cicin dijari manisku. Begitupun aku, juga menyematkan cicin berukir nama masing-masing.

            “Akhirnya mereka bertunangan juga Mbak,” ucap tante Winda tersenyum puas.

            “Iya Win,” jawab Ibuku dengan senyum simpul

            “Papa rasa, kalian perlu waktu untuk saling mengenal lebih dekat. Bukan begitu Ma,” ujar Om Gilang.

            “Iya Pa, Mbak Rita bagaimana pendapatmu, kalau mereka dibiarkan bicara berdua?” tanya Tante Winda.

            “Jika itu baik untuk mereka boleh saja. Bella ajak Rengga ke taman belakang nak,” perintah Ibu. Aku mengangguk sebagai jawaban. Kemudian mulai beranjak menuju taman belakang.

            Hawa sejuk menyambutku ketika sudah tiba ditaman. Aku dudukan diriku di ayunan. Sambil memperhatikan cicin dijari manisku. Hingga aku sadari, Rengga mengambil tempat disampingku. Hening menemani kami, sampai dia mengawali pembicaraan.

            “15 tahun tidak berjumpa, dan kau sudah tumbuh secantik ini Bell,” katanya terdengar seperti pujian. “Bagaimana apakah kau sudah mengenaliku?” tanyanya menoleh padaku. Walau aku tidak dapat melihatnya.

            Aku masih menunduk, berusaha menenangkan degup jantungku. Yang berdetak lebih cepat saat, diposisi sedekat ini dengannya. Karena aku yang masih setia bungkam. Akhirnya dia meraih daguku. Aku mendongak tepat menatap matanya.

            “Tatap aku Bel, aku tidak suka diabaikan,” ucapnya lagi. Yang aku acuhkan. Aku alihkan pandanganku ke arah lain, asal bukan ke matanya. Kudengar dia berdecak, kemudian meraih pergelangan tanganku.

            “Mungkin kau kaget dengan pertunangan ini. Tapi setelah mama memberikan selembar fotomu, dua minggu yang lalu. Aku langsung menyetujuinya. Bel kamu mendengarku kan?”.

            Aku beralih menatapnya, setelah berhasil sedikit menenangkan detak jantungku. Aku mengangguk sebagai jawaban. Aku lihat dia tersenyum.

            “Bolehkan aku mencium pipimu?” tanyanya spontan, membuatku terkejut. Aku ambil jarak darinya. Berusaha melepas genggaman tangannya. Tapi genggamannya terlalu kuat. Aku hanya diam menatapnya dengan sorot mata takut.

            “Hey aku hanya bercanda Bel jangan takut, mendekatlah,” Dia menarikku lembut, hingga mengikis jarak diantara kami.

            Rengga merapihkan poniku, yang sedikit menutupi mata seraya terus memperhatikanku.

            “Kenapa bisa ada wanita secantik dirimu Bel,” dia bergumam sendiri. Yang masih dapat aku dengar. Aku alihkan pandanganku darinya. “Kenapa dengan pipimu Bel, apakah disini terasa dingin, hingga pipimu semerah ini?”tanyanya. Aku menutupinya dengan kedua telapak tangan sambil menggeleng.

            “Tidak kok,” jawabku pelan.

            “Akhirnya kamu menjawab juga Bel,” ujarnya. Dia tersenyum, lalu mengambil tanganku yang masih berusaha menutupi pipi. “Hey tak apa, tidak perlu malu. Aku malah suka ketika pipimu bersemu karenaku,” katanya.

            Dia membawaku kepelukannya. Dan aku dibuat terkejut dengan semua perlakuannya padaku. Aku baru dapat bernafas lega. Ketika dia sudah melepaskan pelukannya dan berganti mentapku lekat.

            “Jadi bagaimana, kamu mau kan mengenalku lebih jauh?” tanyanya.

            Aku melihat tatapan permohonan itu. Apakah benar dia sudah suka padaku. Walau hanya dari foto hatiku berbicara. Aku beranikan diriku, untuk berucap. Karena semua ini masih membuatku terkejut.

            “Rengga, terimakasih sebelumnya sudah ingin mengenalku lebih jauh. Tapi apakah ini tidak terlalu tiba-tiba?. Maksutku, memang kita sudah saling mengenal di bangku SD. Namun kita baru bertemu kembali, setelah 15 tahun berpisah. Ini masih terlalu mendadak untukku,” ujarku menjelaskan.

            “Apakah itu artinya kamu ingin menambah masa pendekatan kita Bel?” tanyanya memandangku lekat.

            “Bukan seperti itu. Maksutku, mungkin kamu sudah punya tambatan hati lain selama ini!. Aku hanya tidak mau jadi penganggu. Jika memang kamu sudah punya wanita lain. Dan jika kamu lupa, aku belum menyetujui semua ini dengan hati yang lapang,” Jelasku sambil menatap ke depan.

            “Jika wanita lain yang kamu kawatirkan. Kamu tidak perlu kawatir, aku tidak punya wanita lain saat ini. Aku hanya punya dirimu. Tapi jika kamu juga menginginkannya,” katanya hati-hati.

            Aku palingkan pandanganku kearahnya. Terlihat gurat kekecewaan, apakah benar dia mulai tertarik padaku. Hah kuhembuskan nafas pelan, sepertinya dia jujur dan memang menginginkan hubungan ini. Baiklah kalau begitu Bella, jangan kecewakan ibumu. Ucap hatiku menyemangati.

            “Kalau memang benar seperti yang kamu katakan baiklah,” ucapku pelan, “Aku bersedia melakukan pendekatan denganmu” putusku, “Tapi kumohon, jangan terlalu banyak kontak fisik antara kita,” Jelasku menekankan padanya.

            “Kenapa Bel?. Sedikit demi sedikit, kamu akan terbiasa dengan semua itu iya kan,” katanya menyanggahku.

            “Iya tapi, aku masih belum terbiasa dengan itu semua,” ucapku menatap matanya.

            “Baiklah apapun yang membuatmu nyaman,” Jawabnya, seraya mengusap lenganku lembut.

            “Kurasa kita sudah terlalu lama disini. Lebih baik kita segera masuk kedalam,” ucapku seraya bangkit dari ayunan.  Sebelum aku beranjak terasa tanganku dicekal olehnya.

            “Bolehkah mulai sekarang, panggil aku dengan sebutan Mas Bella,” ujarnya meminta. Aku angkat sebelah alisku tidak mengerti, “Agar lebih akrab kedepannya hem.., ingat aku lebih tua 3 tahun darimu” sambungnya.

            “Baiklah Mas,” jawabku.

            Senyum cerah terbit dibibirnya. Menambah kadar ketampanannya. Dia berdiri, kemudian menarikku kepelukannya.

            “Terimakasih sayang,” ujarnya senang. Mataku melebar, terkejut dengan pelukannya. Dan apa yang dia sebutkan barusan. Tidak cukup dengan pelukan. Aku rasa dia mulai mengecup ringan leherku. Membuat aku menggeliat tidak nyaman.

            “Mass...” kemudian pelukan itu melonggar.

            “Maaf Bel, aku hanya terlalu bahagia,”

            Tanpa memandangnya lagi. Langsung saja kulangkahkan kakiku, masuk kedalam menghampiri Ibu. Yang sudah menyiapkan berbagai makan di meja makan.

            “Eh Bel sudah ya, baru saja mau Ibu panggil,”

            “Iya kami mengira kalian lupa waktu” ucap Tante Winda. Dengan senyum tipis dibibirnya.

            “Mohon maaf tante,”

            “Tidak apa. Duduk lah. Dimana Rengga kenapa dia tidak menyusul kedalam..?”

            “Mungkin Mas Rengga masih melihat-lihat Bu” jawabku singkat.

            Kiranya, semua orang nampak terkejut. Dengan sebutan yang baru aku ucapkan. Aku saja heran, kenapa aku bisa menuruti permintaannya.

POV Rengga

            Setelah kejadian aku kelepasan mencium leher Bella. Disini lah aku, masih duduk merutuki diri. Kenapa tidak bisa menahan gejolak dalam diriku, untuk segera menjadikannya milikku. Huffft benar-benar, dia sebuah cobaan yang berat untukku. Aku ingat masih 14 hari yang lalu, setelah mama memberikan selembar foto kepadaku. Benar itu foto Arabella Swastika, yang kemudian dapat mengalihkan duniaku sejenak. Besoknya segera saja aku memohon kepada Papa dan Mama untuk  melamarkan dia untukku.

            Aku tidak sabar. Tapi ketika keluargaku datang kerumahnya, dia sedang tidak ada dirumah. Aku baru tahu, kalau dia bekerja ditempat yang sama tempat aku dipindahkan. Tapi kuyakini dia belum menyadarinya. Karena kenakalanku yang suka bolos dan sering mangkir dari pertemuan, akhirnya aku dipindahkan ke cabang baru. Tapi tak apa, aku sudah menemukan letak kesenanganku. Sebelum itu memang aku sempat protes. Tapi setelah tahu gadisku juga bekerja ditempat yang sama tempat aku di pindahkan. akhirnya aku menurut saja pada papa.

            Ditempat kerja, aku tahu dia bukan orang yang suka bergaul. Apalagi ngobrol dengan teman yang lain. Dia terlihat tidak banyak bicara dan menanggapi seperlunya. Bella juga bukan orang yang peka terhadap lingkungan sekitar.  Buktinya sejak seminggu aku pindah ke cabang baru. Dia tidak pernah terlihat. Walau aku panggilpun dia lebih banyak menunduk dan memperhatikan objek lain.

            Dan disitu letak kekesalanku muncul. Dia tipe orang yang memperhatikan penampilan. Apalagi style baju yang dia pakai setiap hari. Setelah mengetahui dia dari foto dan dunia nyata. Aku tahu dia lebih cantik dari apa yang terlihat di foto. Kadang aku ingin mengumpat. Ketika dia memakai rok span yang terlalu pendek atau kemeja yang transparan. Walau dia memakai dalaman tapi tetap saja, tetap akan terlihat.

            Sedangkan sebagai bos baru, dia bahkan belum pernah memandang kearahku. Begitu ingin aku menegur dan melarangnya memakai setelan kerja seperti itu. Tapi aku tahan karena dia yang belum mengenaliku. Apalagi para lelaki yang melihatnya. Menilai dari rambut hingga ujung kaki, seperti menelanjangi. Ingin aku tutup semua mata nakal itu.

            Kembali ke acara, setelah cukup menyesali diri. Aku bangkit, melangkah menuju ruang makan dan bertemu mama dipersipangan.

            “Rengga dari tadi ditungguin. Yuk makan, Tante Rita udah masak banyak buat kita” kata Mama, sambil mengarahkanku duduk disebelah Bella. Yang terlihat sedang memainkan ponselnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fiiz Hap
terpikat dan terpana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • For Husband   4.

    POV Rengga “Lihat Win, anak kita sudah cocok kan bersanding dipelaminan,” seru Tante Rita senang. “Benar mbak, bagaimana kalau sekalian kita tentukan tanggal pernikahannya Pa?” “Bagaimana kalau 2 minggu dari sekarang Mbak. Tidak baik terlalu lama menunda niat baik. Lebih baik kita percepat saja bukan begitu Ma,” aku memasang wajah tenang, walau dalam hati aku bersorak. “Iya Mbak, Bagaimana?” aku lirik Tante Rita sekilas. “Kalau aku sih, setuju-setuju saja Win sebagai orang tua. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk anakku,” ujarnya disertai senyum tipis, me

    Last Updated : 2021-08-03
  • For Husband   5.

    POV Bella Setelah selesai membantu Ibu beres-beres dan mengantar keluarga om gilang sampai depan. Aku langsung kembali ke kamar mengistirahatkan badan dan jantungku, yang sampai sekarang masih berdetak tak beraturan saat didekat Rengga. Hufft padahal kami baru bertemu sekali, tapi kenapa aku selalu gugup didekatnya. Apalagi ketika dia menatapku dalam. Tatapannya itu jujur saja dapat menenggelamkan akan pesonanya. Segera kutepis pikiran-pikiran itu, tak kusangka ternyata diluar ekspektasi. Rengga bahkan dapat meluluhkanku hanya dengan tatapannya. Aku segera beranjak kuruang ganti, berganti baju, cuci muka dan tidur. Tenang Bella besok kamu masih harus bekerja seperti biasa hufft. Aku lihat pan

    Last Updated : 2021-08-03
  • For Husband   6.

    POV Rengga Setengah jam tak terasa. Disinilah aku menunggu Bella di lobi kantor. Seperti yang sudah aku janjikan tadi. Tak lama dia datang menghampiriku “Mas sudah lama menunggu?” tanyanya. “Belum lama Bell. Ayo,” aku langkahkan kakiku mendahuluinya. Aku masih menghindari gosip yang miring. Walau aku sebenarnya tidak peduli. Tapi yang kupedulikan adalah gadis dibelakangku. Dia harus merasa nyaman disisiku, jangan sampai dia takut dan menjauhiku. Itu mimipi buruk. Aku bukakan pintu untuknya. Dia merasa canggung, meski sudah kubuat sesantai mungkin.

    Last Updated : 2021-08-14
  • For Husband   7.

    POV Bella Setelah acara selesai, aku kemudian langsung dibawa ke rumah Mas Rengga. Baru aku sadari kalau selama ini. Dia tidak pernah pulang kerumah orang tuanya, melainkan rumahnya sendiri. Sebenarnya aku terkejut, ketika Ibu sudah menyiapkan semua keperluanku. Jadi sekarang, aku akan menghabiskan waktu disini. Dirumah ini. Mas Rengga pamit untuk membersihkan diri di kamar lain. Karena kamar mandi di kamarnya, baru saja aku pakai. Aku yang sudah segar setelah mandi. Ingin segera membereskan baju, untuk kurapihkan diruang ganti. Tapi sebelum itu, pintu terbuka. Tampaklah Mas Rengga dengan kaos oblong dan celana pendeknya. Rambutnyapun, masih basah khas orang selesai mandi. Dia kemudian segera menghampiriku, yang masih terpekur menatapnya. “Kenapa menatap Mas sep

    Last Updated : 2021-08-14
  • For Husband   8.

    POV Rengga Aku buka mata perlahan. Ternyata aku tidak bermimpi soal semalam, memang kenyataan. Didepanku adalah bidadari yang sudah dikirimkan tuhan untukku. Lama aku menatapnya. Aku lihat dia menggeliat didalam pelukanku. Bergerak menggesek juniorku, yang entah kapan sudah menegang. Berusaha diam, tapi aku sudah tak tahan. Akhirnya, aku tenggelamkan juniorku didalam vagina Bella hati-hati. Dia berangsur bangun, karena pergerakanku didalamnya. “Mas...” erangnya. “Ah..” “Iya sayang, maaf membuatmu terbangun,” Aku tambah kecepatan hujamanku. “Ah, ah, ah...” desahnya. Suara kecipak benturan tubuh mengiringi pagi kami. Semakin kasar pe

    Last Updated : 2021-08-14
  • For Husband   9.

    POV Bella. Setelah beberapa hari cuti, aku mulai bekerja seperti biasa. Bedanya hanya, sekarang aku tidak lagi berangkat ke kantor sendirian. Mas Rengga sempat menyinggung soal bulan madu. Tapi kemudian dia berkata, kalau masih terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk. Aku mewajarinya dan tidak memaksa. Karena aku juga tidak begitu tertarik, dengan yang namanya bulan madu. Sekarang sebagai seorang istri. Tugasku bertambah, dari mulai menyiapkan makan, keperluannya, hingga urusan ranjang. Sebenarnya aku tidak merasa terbebani. Hanya saja, menuruti nafsu Mas Rengga. Yang aku pikir, sedang menggebu setelah menikah. Begitu memforsir jam tidurku. Kadang aku berpikir, kenapa dia bisa jadi sekuat

    Last Updated : 2021-08-14
  • For Husband   10.

    POV Bella Tak terasa kandunganku sudah menginjak usia 20 minggu. Sebulan yang lalu, Dokter Andre berkunjung. Dia tetap memberikan resep yang sama padaku. Sekarang aku rasa kandunganku, seperti berusia 28 minggu sudah besar dan bulat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengandung bayi kembar. Tak heran, mengapa ukuran perutku yang besar, tidak seperti kehamilan biasanya. Aku sudah merasakan tendangan-tendangan. Seringnya itu sulit membuatku tertidur nyenyak. Apalagi semenjak bulan ke-empat. Mas Rengga seperti orang kesetanan, yang ingin selalu bercinta. Selagi aku masih mampu. Aku tak akan menolak keinginannya. Namun seringkali sampai membuatku tak sadarkan diri. Dia masih dengan asiknya memasukiku.  

    Last Updated : 2021-08-14
  • For Husband   11.

    POV Bella Sekitar pukul tiga sore terdengar seseorang mengetuk pintu. Aku yang sedang berbaring miring. Sambil punggungku diusapi Mas Rengga pun beranjak. “Kemana sayang?” tanyanya melihatku beranjak bangun. “Sepertinya ada orang Mas didepan,” kataku. “Biar bibi saja yang buka,” ucapnya ingin menahanku. “Biar aku saja Mas, lagipula banyak bergerak baik untuk ibu hamil,” ucapku menyanggah. “Ya sudah kalau begitu, Mas mau menyelesaikan beberapa pekerjaan diruang kerja dulu. Oh iya mungkin saja itu kiriman krim dari Andre,” beritahunya.

    Last Updated : 2021-08-14

Latest chapter

  • For Husband   74.

    POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,

  • For Husband   73.

    POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad

  • For Husband   72.

    POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung

  • For Husband   71.

    71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.

  • For Husband   70.

    POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te

  • For Husband   69.

    POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men

  • For Husband   68.

    POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.

  • For Husband   67.

    POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta

  • For Husband   66.

    POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala

DMCA.com Protection Status