POV Bella
Setelah acara selesai, aku kemudian langsung dibawa ke rumah Mas Rengga. Baru aku sadari kalau selama ini. Dia tidak pernah pulang kerumah orang tuanya, melainkan rumahnya sendiri. Sebenarnya aku terkejut, ketika Ibu sudah menyiapkan semua keperluanku. Jadi sekarang, aku akan menghabiskan waktu disini. Dirumah ini.
Mas Rengga pamit untuk membersihkan diri di kamar lain. Karena kamar mandi di kamarnya, baru saja aku pakai. Aku yang sudah segar setelah mandi. Ingin segera membereskan baju, untuk kurapihkan diruang ganti. Tapi sebelum itu, pintu terbuka. Tampaklah Mas Rengga dengan kaos oblong dan celana pendeknya. Rambutnyapun, masih basah khas orang selesai mandi. Dia kemudian segera menghampiriku, yang masih terpekur menatapnya.
“Kenapa menatap Mas seperti itu. Apakah Mas lebih ganteng dengan penampilan ini?” tanyanya dengan tatapan menggoda.
“Ihh sama bicara apa sih. sudah aku mau beresin baju dulu, keburu malam,” namun dia menahanku.
“Besok saja, biar bibi yang beresin keruang ganti. Kamu cukup layani Mas aja malam ini,” ucapnya menatapku dalam. Aku terdiam, berpikir ini melayani yang seperti apa.
Dia mendekat meraih wajahku, memandangnya dalam. Kemudian, aku rasakan bibirnya menempel pada bibirku. Secara otomatis aku pejamkan mataku. Lama kami saling menempelkan bibir. Hingga Mas Rengga menyesapnya, menggigit bibir bawahku. Membuat rongga bibirku membuka. Lidahnya melesak masuk, menjelajahi apa yang ada dalam mulutku. Aku yang sudah hampir kehabisan nafas, memukul pelan dadanya. Tautan bibir kami terlepas. Nafasku menderu berusaha menghirup banyak oksigen
POV Rengga
Aku lihat gadisku berusaha meraup banyak oksigen. Baru aku tahu, kalau rasa bibirnya semanis ini seperti vanila.
“Mas mau bunuh aku ya,” tanyanya kesal.
“Nggak sayang. Kamu salah sangka, sini deketan sama Mas jangan jauh-jauh,” Aku raih pingganya. Mengikis habis jarak antara kami.
“Mas ajari caranya ciuman ya,”
“Ngapain, nggak ah,” Jawabku tanpa minat, berniat menghindar.
“Sayang..” lirihku. Kemudian mulai mencium pipinya, hidung, kelopak mata, kening sampai turun ke bibirnya. “Buka matanya,” perintahku. Dia menurut, membuka kelopak matanya.
Aku dekatkan lagi wajahku, mencium bibirnya pelan. Aku sesap bibir ranum itu. Aku gigit bibir bawahnya. Agar membuka, kemudian aku lesakan lidahku. Menjelajahi mulutnya. Semakin lama, semakin dalam kucium bibirnya. Aku rebahkan tubuhnya diranjang. Aku ciumi lehar jenjangnya. Aku gigit dan kuberikan tanda, hingga memenuhi seluruh lehernya.
Lengan sudah dia kalungkan ke leherku. Dengan jemari yang menari disela rambutku. Membuatku semakin semangat bermain dengannya.
POV Bella
“Ah Mas,” bibirku kembali diserang.
Tangan Mas Rengga sudah bergerilya mengusap penggungku. Dan yang lainnya mengusap pahaku yang masih tertutup piama. Bibirnya lepas, kemudian beralih menatapku.
“Boleh ya sayang,” pintanya memohon. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelahnya leherku kembali diciumi.
“Ehm Mas,” desahku tertahan.
Dia sudah melepaskan kaosnya entah kapan. Tanpa sadar kami sudah tanpa sehelai benang.
“Mas apakah sakit?” Tanyaku pelan.
“Aku akan pelan-pelan sayang,” jawabku menatap menatap matanya.
Kemudian aku kembali dicium, begitu lembut. Dengan kejantanannya terus menggesek intiku.
Ciuman terlepas. Kemudian terasa jemarinya meraba klitorisku perlahan. Dia menciumku kembali. Aku rapatkan kakiku, tapi tangan Mas Rengga menghalangi. Sampai aku rasakan, dua jari masuk. Maju mundur perlahan didalam vaginaku.
“Ah Mas,” desahku lolos. “Aku mau keluar,” Racauku disertai kernyitan diwajahku. Menahan sensasi aneh namun nikmat ini.
“Sebentar sayang,” ujarnya.
Aku rasakan tiga jarinya sudah masuk. Dan bergerak semakin cepat.
“Ah, ah, ah Mas aku udah nggak tahan,” ucapku lemah menerima sentuhannya.
“Keluarkan sayang,” perintahya.
“Ahhh,” desahku panjang. Dia menghisap semua cairan yang aku keluarkan dengan rakus. “Ouhh Mas,” Belum pulih nafasku, dia sudah menciumku kembali.
Terasa juniornya menggesek intiku perlahan, berusaha memasuki vaginaku. Aku palingkan wajahku hingga dapat menatapnya
“Massh..” rengekku. “Ahk sakit,” ucapku menahan perih.
“Iya sayang, sebentar lagi akan hilang oke,”
Dia terus mengusap punggungku lembut. Kemudian aku rasakan, dia maju mundur dengan tempo perlahan.
“Massh,” desahku. Rasa sakit tersebut, perlahan hilang berganti dengan rasa nikmat.
“Iya sayang,” balasnya. Semakin lama gerakannya, semakin cepat menghentak intiku.
“Ah Mas...” lenguhku. Menerima hujaman dalamnya. “Mas aku mau keluar ahh..”
“Bersama sayang!!”
“Ahk Mas Rengga,” teriakku menerima klimaks..
“Sayang..” sebutnya sensual.
Begitu dalam hujamannya. Hingga semburan hangat memenuhi rahimku. Bahkan dia tidak melepaskan menyatuan kami barang sedikitpun, setelah percintaan tadi. Dia memelukku dari belakang. Menyelimutiku dengan lengan kekarnya.
“Kamu hebat sayang,” katanya. Sambil terus menciumi tengkuk dan belakang leherku.
Terasa kejantanannya kembali menegang didalamku. Mas rengga segera menitahku menungging.
“Ah Mass,” racauku. Menerima hujaman kuatnya. Gerakannya didalamku semakin cepat dan dalam, “Mas.., Masshh.”
“Tahan sayang,” katanya. Masih menghujamku dengan gerakan cepat.
“Aku mau keluar Mas,” ucapku, sembari menggeleng pelan.
“Sebentar sayang,” ujarnya. Aku berusaha menahan gejolak ini. “Bersama sayang,” pintanya. Dengan itu, hujamannya semakin kasar. Menggetarkan tubuhku akibat gerakannya.
“Ehm, oughh, Mas Rengga...” teriakku. Menerima semburan kuat yang cepat memenuhiku.
“Bella hah, hah, hah...” napas tersengal.
Kami ambruk bersama. Dengan Mas Rengga yang setengah menimpa punggungku. Aku berbalik, melepaskan penyatuan kami. Menghadapnya dan kemudian memeluknya erat
“Aku sayang kamu Mas,” kataku pelan.
“Aku juga,” balasnya. “Bahkan aku cinta sama kamu,” sambungnya. Dia membalas pelukanku tak kalah erat
“Jangan tinggalin aku ya Mas,”
“Gak akan sayang. Justru Mas yang harusnya bilang gitu, jangan tinggalkan Mas ya, katanya disisi telingaku. “Seburuk apapun nanti tabiat Mas yang terlihat. Kita harus saling mengerti satu sama lain ya,” perkataannya lebih seperti permohonan bagiku.
“Aku akan berusaha Mas,” ujarku. Seraya melonggarkan pelukan.
“Aku juga akan berusaha membahagiakan kamu Bella,” katanya, sambil tersenyum. “Sayang aku mau lagi?”
“Mas Rengga aku udah capek,” ucapku.
“Sekali lagi ya,”
kemudian dia meraihku. Selanjutnya memasukiku lagi dan lagi. Hingga aku sudah tidak sadar, kami berhenti pukul berapa.
POV Rengga Aku buka mata perlahan. Ternyata aku tidak bermimpi soal semalam, memang kenyataan. Didepanku adalah bidadari yang sudah dikirimkan tuhan untukku. Lama aku menatapnya. Aku lihat dia menggeliat didalam pelukanku. Bergerak menggesek juniorku, yang entah kapan sudah menegang. Berusaha diam, tapi aku sudah tak tahan. Akhirnya, aku tenggelamkan juniorku didalam vagina Bella hati-hati. Dia berangsur bangun, karena pergerakanku didalamnya. “Mas...” erangnya. “Ah..” “Iya sayang, maaf membuatmu terbangun,” Aku tambah kecepatan hujamanku. “Ah, ah, ah...” desahnya. Suara kecipak benturan tubuh mengiringi pagi kami. Semakin kasar pe
POV Bella. Setelah beberapa hari cuti, aku mulai bekerja seperti biasa. Bedanya hanya, sekarang aku tidak lagi berangkat ke kantor sendirian. Mas Rengga sempat menyinggung soal bulan madu. Tapi kemudian dia berkata, kalau masih terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk. Aku mewajarinya dan tidak memaksa. Karena aku juga tidak begitu tertarik, dengan yang namanya bulan madu. Sekarang sebagai seorang istri. Tugasku bertambah, dari mulai menyiapkan makan, keperluannya, hingga urusan ranjang. Sebenarnya aku tidak merasa terbebani. Hanya saja, menuruti nafsu Mas Rengga. Yang aku pikir, sedang menggebu setelah menikah. Begitu memforsir jam tidurku. Kadang aku berpikir, kenapa dia bisa jadi sekuat
POV Bella Tak terasa kandunganku sudah menginjak usia 20 minggu. Sebulan yang lalu, Dokter Andre berkunjung. Dia tetap memberikan resep yang sama padaku. Sekarang aku rasa kandunganku, seperti berusia 28 minggu sudah besar dan bulat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengandung bayi kembar. Tak heran, mengapa ukuran perutku yang besar, tidak seperti kehamilan biasanya. Aku sudah merasakan tendangan-tendangan. Seringnya itu sulit membuatku tertidur nyenyak. Apalagi semenjak bulan ke-empat. Mas Rengga seperti orang kesetanan, yang ingin selalu bercinta. Selagi aku masih mampu. Aku tak akan menolak keinginannya. Namun seringkali sampai membuatku tak sadarkan diri. Dia masih dengan asiknya memasukiku.  
POV Bella Sekitar pukul tiga sore terdengar seseorang mengetuk pintu. Aku yang sedang berbaring miring. Sambil punggungku diusapi Mas Rengga pun beranjak. “Kemana sayang?” tanyanya melihatku beranjak bangun. “Sepertinya ada orang Mas didepan,” kataku. “Biar bibi saja yang buka,” ucapnya ingin menahanku. “Biar aku saja Mas, lagipula banyak bergerak baik untuk ibu hamil,” ucapku menyanggah. “Ya sudah kalau begitu, Mas mau menyelesaikan beberapa pekerjaan diruang kerja dulu. Oh iya mungkin saja itu kiriman krim dari Andre,” beritahunya.
POV Bella Aku sudah merebahkan diriku dengan posisi senyaman mungkin. Setelah minum obat dan menonton TV, aku beranjak ke kamar. Karena sudah bosan dengan program acara, yang hanya itu-itu saja. Sambil berbaring miring, aku berselancar dimedia sosial. Walau aku sudah tidak bekerja. Namun aku tidak pernah lepas kontak dengan rekan-rekanku. Hanya untuk bertukar kabar dan tahu keadaan satu sama lain. Pada semasa kuliah, aku tidak terlalu fokus pada pertemanan. Aku hanya mempunyai beberapa sahabat. Yang sampai kini pun masih suka bertukar kabar lewat media sosial. Saking asiknya, aku sampai tidak sadar kalau Mas Rengga sudah berbaring disampingku. “Mas sudah selesai?” tanyaku. &
POV Rengga Pagi hari aku sudah bangun lebih dulu dan membersihkan diri. Aku sempatkan diri untuk menemui bibi. Agar dia sekalian memasak untuk sarapan. Karena aku yakin, Bella akan bangun sedikit terlambat. Karena pergulatan kami semalam. Setelahnya aku kembali ke kamar utama. Melihatnya yang masih terlelap dalam selimut. Aku lepas kaosku, kemudian ikut bergabung disebelahnya. Aku posisikan lenganku sebagai bantalnya. Seperti mengerti, dia malah semakin merapat dan aku memeluknya. Sesekali kuelus perutnya yang menempel erat dengan perutku. “Maafkan Papa ya sayang, yang kadang terlalu memaksa Mamamu,” Gumamku. Aku kemudian mencium keningnya lama. Dia menggeliat, lalu kuamati dia mulai bangun. Sepertinya dia sudah sadar, deng
POV Rengga “Sini deketan biar Mas elusin. Mungkin mereka kangen sama Mas, kan tadi pagi belum dijenguk,” Kataku dengan nada menggoda. Aku membantunya merapat padaku. Lalu segera aku elus perut besarnya, agar bayi-bayiku tenang didalan sana. Saat terasa ada yang mengganjal, segera saja aku singkap gaunnya. Terlihat maternity belt menyangga perutnya dengan sempurna. Walau aku tak melarang. Namun aku tak suka ketika Bella menggunakan penyangga perut itu. Aku rasa adanya benda itu, hanya mempersempit ruang bayi-bayiku untuk bergerak. “Mas aku hanya menggunakannya saat keluar rumah,” katanya menatapku memberikan pengertian. “Iya aku tahu, sekarang dilepas ya biar Mas bantu,” perintahku t
POV Rengga “Sayang... kamu sudah bangun,” ucapku serak. Aku terduduk menatapnya yang masih memunggungiku. Aku lihat dia masih mengelusi perutnya. Membuat rasa bersalahku timbul menguasai pikiran dan hatiku. “Sayang..” aku usap lengannya. Masih berusaha mendapat perhatiannya. Aku lihat dia ingin bangkit. Langsung saja aku tata bantal dipunggungnya, agar dapat bersandar dengan nyaman. Kemudian dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. “Sayang tolong jangan seperti ini,” kataku sendu. Aku usap air matanya yang jatuh. “Tolong jangan menangis, hukumlah aku semaumu,” pintaku sendu. Aku gerakkan tangannya untuk menampar dan
POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,
POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad
POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung
71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.
POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te
POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men
POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.
POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta
POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala