POV Rengga
Aku buka mata perlahan. Ternyata aku tidak bermimpi soal semalam, memang kenyataan. Didepanku adalah bidadari yang sudah dikirimkan tuhan untukku. Lama aku menatapnya. Aku lihat dia menggeliat didalam pelukanku. Bergerak menggesek juniorku, yang entah kapan sudah menegang. Berusaha diam, tapi aku sudah tak tahan. Akhirnya, aku tenggelamkan juniorku didalam vagina Bella hati-hati. Dia berangsur bangun, karena pergerakanku didalamnya.
“Mas...” erangnya. “Ah..”
“Iya sayang, maaf membuatmu terbangun,” Aku tambah kecepatan hujamanku.
“Ah, ah, ah...” desahnya.
Suara kecipak benturan tubuh mengiringi pagi kami. Semakin kasar pergerakanku didalamnya. “Ah...Mas”, racaunya
“Sebentar sayang,” aku kejar kenikmatan yang terasa kian dekat.
“Bella udah mau keluar Mas,” ucapnya. “Ah....”
“Bersama sayang,” kataku cepat.
“Ah.... Mas,” lenguhnya.
Nafasku memburu di penggungnya. Posisi Bella memunggungiku. Karena sejak semalam, pelukan dari belakang tubuhnya tidak aku lepas barang sedikirpun.
“Lanjut di kamar mandi ya,” kataku disisi telinganya.
“Mas..”, panggilnya pelan.
Belum dia melanjutkan. Sudah aku gendong Bella menuju kamar mandi. Aku letakkan dia di bath up. Yang sudah aku penuhi dengan air hangat. Aku tuang sabun vanila, sesuai dengan aroma kesukaannya. Kemudian aku bergabung dengannya, ke dalam bath up. Aku posisikan dia, berada diantara kakiku. Seraya memeluknya dari belakang.
“Bagaimana apakah sudah lebih baik?”
“Hem, lebih baik Mas,” ujar pelan.
“Maaf ya, melihatmu secantik ini aku langsung khilaf,” ujarku seraya meremas payudaranya lembut.
“Mas tangan-nya,” desahnya tertahan.
“Bukankah ini adalah pahalamu sebagai istri hem. Menyenangkan suami,” kataku.
Dia hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia mencengkeran pinggiran bath up, untuk menyalurkan rasa nikmat.
“Ahk...”
“Kita lanjutkan sayang,”
Aku posisikan juniorku memenuhinya. Selanjutnya, beberapa waktu kedepan. Kamar mandi hanya diisi desahan kami berdua.
POV Bella
Setelah pergulatan panas dikamar mandi tadi. Aku kumpulkan tenagaku untuk memasak sarapan. Yang aku pikir sudah kesiangan ini.
Mas Rengga yang aku ketahui tidak semesum ini. Malah begitu mesum setelah menikah. Aku pikir itu wajar, apalagi pasangan yang baru saja menikah. Seusai mandi tadi, dia sempat membicarakan beberapa peraturan jika berada dirumah
Flash back on
“Sayang,” panggilnya seraya menghampiriku ke dekat meja rias.
“Kenapa Mas?” tanyaku menatap kearahnya.
“Ada sebuah peraturan untukmu jika sedang dirumah. Tapi juga akan berlaku diluar rumah sesuai keinginanku,”
“Ada peraturan seperti itu?” tanyaku heran.
“Dengar ya,” ujarnya serius. Seraya menatap wajahku dari cermin. Begitu pula denganku, juga melakukan hal yang sama. “Pakai dress tipis saja ketika dirumah. Tidak perlu memakai celana dalam dan jangan menggunakan make up, ujarnya. “Sudah itu saja, bisa kamu pahami kan,” ucapnya secara memelukku dari belakang.
“Baiklah tapi hanya jika, tidak ada tamu yang berkunjung ya Mas. Tidak mungkin kan, aku memakai baju yang kurang sopan saat ada Papa, Mama atau temanmu,”
“Iya itu pengecualian,”
“Baiklah kalau begitu,” aku berbalik menatapnya. Mata biru itu selalu memandangku penuh damba dan aku bahagia karenanya.
Flash back off
Masakanku hampir selesai, tinggal memindahkannya ke meja makan. Saat hendak memindahkan makanan dari wajan ke piring. Aku rasakan ada tangan memelukku. Aku sempat terkejut, namun setelah paham pelakunya aku berusaha biasa saja.
“Masak apa sayang?” tanyanya lalu menciumi leherku.
“Ayam rica-rica, cumi balado dan sayur sop Mas. Lepaskan dulu aku akan memindahkannya ke meja makan,” pintaku.
“Bukankah sudah ada bibi dan pelayan, tapi kenapa kamu yang repot?” tanyanya.
“Bibi tadi baru saja pamit pulang kampung Mas, anaknya sakit,”
“Hem begitukah,”
“Ini lepaskan dulu, aku tidak bisa begerak leluasa,” kataku meminta. Dia meraih piring yang aku bawa, kemudian diletakkannya di dekat kompor.
“Bagaimana kalau kita bermain dulu sebelum makan,” katanya. Dengan senyum nakal disusdut bibirnya.
“Mas kita belum sarapan dari tadi pagi. Ini sudah hampir jam sepulu,” ujarku memberitahu.
“Hanya sebentar sayang,” ucap merayu. Membalik badanku, lalu menciumku lembut.
Aku yang awalnya menolak, akhirnya ikut dalam permainannya. Dia masih menyesap, melumat bibirku. Tangannya sudah masuk kedalam dressku. Melepas kaitan braku. Membuangnya entah kemana, lalu meremas kuat buah dadaku.
“Engghh.. Mas,” erangku tertahan.
Lama dia menciumku, hingga tanpa aku sadari dia sudah membuka celananya. Dia membalik badanku. Memposisikanku sedikit menungging. kemudian dengan cepat memasukiku. Aku berpegang pada kichen table, agar tidak luruh karena perlakuannya.
“Ehm Mas Rengga,” desahku.
Saat dia bermain dengan tempo cepat. Dan semakin cepat, kala kami sudah mendekati puncak. aku pegangi tangannya yang berada disekitar pinggangku.
“Uohh ah, ah” racauku.
Menerima hujaman kerasnya. Dapur ini, sudah dipenuhi oleh suara percintaan kami.
“Mas..” panggilku lirih.
“Tahan sayang, kita keluar bersama oke,” pintanya. Aku menggeleng pelan. Sudah tak kuat menahan desakan gejolak ini.
“Ahkkk, ah” teriakku saat keluar bersama Mas Rengga.
“Ah, hah, hah,”
Dia masih menahanku, dengan posisi menungging. Sambil masih menciumi belakang kepala serta leherku.
“Sekarang aku bantu menyiapkan sarapannya ya,” tuturnya. Dengan nafas yang masih memburu. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Perlahan dia melepaskan penyatuan kami. Setelah dirasa benihnya sudah keluar semua. Meskipun begitu, dia tidak pernah menyia-nyiakan benih itu. Benihnya harus tertampung dalam rahimku. Jangan sampai ada yang menetes keluar, walau itu hanya sedikit. Jadilah aku saat ini, tanpa menggunakan dalaman apapun. Karena braku yang sudah dibuang entah kemana. Nanti akan aku ingat untuk mencarinya.
Dimeja makanpun, dia masih saja berusaha meraih vaginaku untuk digodanya. Aku tepis tangan itu.
“Makan dulu Mas,” ujarku penuh penekanan. Kemudian dia dengan lahap menghabiskan makanannya.
“Sayang apakah vitaminmu masih ada?” tanyanya.
“Seingatku ada. Terakhir aku minum siang kemarin. Karena malamnya aku sudah lupa makan malam,”
“Maaf ya,” ujarnya merasalah bersalah.
“Tak apa Mas, kenapa memangnya?” tanyaku balik.
“Tidak ada, aku kira sudah habis. Kalau memang sudah habis, biar kusuruh Andre untuk mengirim lagi,” beritahunya.
“Ya nanti Mas sampaikan saja padanya,”
“Oke sayang,” jawabnya seraya mengusap puncak kepalaku.
POV Bella. Setelah beberapa hari cuti, aku mulai bekerja seperti biasa. Bedanya hanya, sekarang aku tidak lagi berangkat ke kantor sendirian. Mas Rengga sempat menyinggung soal bulan madu. Tapi kemudian dia berkata, kalau masih terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk. Aku mewajarinya dan tidak memaksa. Karena aku juga tidak begitu tertarik, dengan yang namanya bulan madu. Sekarang sebagai seorang istri. Tugasku bertambah, dari mulai menyiapkan makan, keperluannya, hingga urusan ranjang. Sebenarnya aku tidak merasa terbebani. Hanya saja, menuruti nafsu Mas Rengga. Yang aku pikir, sedang menggebu setelah menikah. Begitu memforsir jam tidurku. Kadang aku berpikir, kenapa dia bisa jadi sekuat
POV Bella Tak terasa kandunganku sudah menginjak usia 20 minggu. Sebulan yang lalu, Dokter Andre berkunjung. Dia tetap memberikan resep yang sama padaku. Sekarang aku rasa kandunganku, seperti berusia 28 minggu sudah besar dan bulat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengandung bayi kembar. Tak heran, mengapa ukuran perutku yang besar, tidak seperti kehamilan biasanya. Aku sudah merasakan tendangan-tendangan. Seringnya itu sulit membuatku tertidur nyenyak. Apalagi semenjak bulan ke-empat. Mas Rengga seperti orang kesetanan, yang ingin selalu bercinta. Selagi aku masih mampu. Aku tak akan menolak keinginannya. Namun seringkali sampai membuatku tak sadarkan diri. Dia masih dengan asiknya memasukiku.  
POV Bella Sekitar pukul tiga sore terdengar seseorang mengetuk pintu. Aku yang sedang berbaring miring. Sambil punggungku diusapi Mas Rengga pun beranjak. “Kemana sayang?” tanyanya melihatku beranjak bangun. “Sepertinya ada orang Mas didepan,” kataku. “Biar bibi saja yang buka,” ucapnya ingin menahanku. “Biar aku saja Mas, lagipula banyak bergerak baik untuk ibu hamil,” ucapku menyanggah. “Ya sudah kalau begitu, Mas mau menyelesaikan beberapa pekerjaan diruang kerja dulu. Oh iya mungkin saja itu kiriman krim dari Andre,” beritahunya.
POV Bella Aku sudah merebahkan diriku dengan posisi senyaman mungkin. Setelah minum obat dan menonton TV, aku beranjak ke kamar. Karena sudah bosan dengan program acara, yang hanya itu-itu saja. Sambil berbaring miring, aku berselancar dimedia sosial. Walau aku sudah tidak bekerja. Namun aku tidak pernah lepas kontak dengan rekan-rekanku. Hanya untuk bertukar kabar dan tahu keadaan satu sama lain. Pada semasa kuliah, aku tidak terlalu fokus pada pertemanan. Aku hanya mempunyai beberapa sahabat. Yang sampai kini pun masih suka bertukar kabar lewat media sosial. Saking asiknya, aku sampai tidak sadar kalau Mas Rengga sudah berbaring disampingku. “Mas sudah selesai?” tanyaku. &
POV Rengga Pagi hari aku sudah bangun lebih dulu dan membersihkan diri. Aku sempatkan diri untuk menemui bibi. Agar dia sekalian memasak untuk sarapan. Karena aku yakin, Bella akan bangun sedikit terlambat. Karena pergulatan kami semalam. Setelahnya aku kembali ke kamar utama. Melihatnya yang masih terlelap dalam selimut. Aku lepas kaosku, kemudian ikut bergabung disebelahnya. Aku posisikan lenganku sebagai bantalnya. Seperti mengerti, dia malah semakin merapat dan aku memeluknya. Sesekali kuelus perutnya yang menempel erat dengan perutku. “Maafkan Papa ya sayang, yang kadang terlalu memaksa Mamamu,” Gumamku. Aku kemudian mencium keningnya lama. Dia menggeliat, lalu kuamati dia mulai bangun. Sepertinya dia sudah sadar, deng
POV Rengga “Sini deketan biar Mas elusin. Mungkin mereka kangen sama Mas, kan tadi pagi belum dijenguk,” Kataku dengan nada menggoda. Aku membantunya merapat padaku. Lalu segera aku elus perut besarnya, agar bayi-bayiku tenang didalan sana. Saat terasa ada yang mengganjal, segera saja aku singkap gaunnya. Terlihat maternity belt menyangga perutnya dengan sempurna. Walau aku tak melarang. Namun aku tak suka ketika Bella menggunakan penyangga perut itu. Aku rasa adanya benda itu, hanya mempersempit ruang bayi-bayiku untuk bergerak. “Mas aku hanya menggunakannya saat keluar rumah,” katanya menatapku memberikan pengertian. “Iya aku tahu, sekarang dilepas ya biar Mas bantu,” perintahku t
POV Rengga “Sayang... kamu sudah bangun,” ucapku serak. Aku terduduk menatapnya yang masih memunggungiku. Aku lihat dia masih mengelusi perutnya. Membuat rasa bersalahku timbul menguasai pikiran dan hatiku. “Sayang..” aku usap lengannya. Masih berusaha mendapat perhatiannya. Aku lihat dia ingin bangkit. Langsung saja aku tata bantal dipunggungnya, agar dapat bersandar dengan nyaman. Kemudian dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. “Sayang tolong jangan seperti ini,” kataku sendu. Aku usap air matanya yang jatuh. “Tolong jangan menangis, hukumlah aku semaumu,” pintaku sendu. Aku gerakkan tangannya untuk menampar dan
POV Bella Sesampainya di rumah, dia keluar lebih dulu. Kemudian membantuku turun dari mobil. Dia selalu memeluk pinggangku, ketika berjalan berjalan bersama seperti ini. Semenjak kehamilanku menginjak bulan ke-lima. Kami berdua, melangkah menuju kamar untuk membersihkan diri. Setelah aku selesai mandi. Sudah tersaji makan malam dimeja kecil serta dua bangku berhadapan. Walau agak bingung, namun Mas Rengga segera menuntunku. Duduk didepan meja dan mulai makan. Seperti biasa, setelah porsiku sendiri sudah habis. Dia menyuapiku dengan makanan yang ada piringnya. Meski sudah aku tolak, namun dia tetap memaksa. Aku hanya menurut untuk kebaikanku. . Tak terasa, kehamilanku sudah memasuk