Pagi hari ditempat kerja kurasakan banyak melamun hingga kurasakan tepukan di pundakku. Aku tersadar karenanya.
“Hey Bell, aku sudah memanggilmu dari tadi!,” kata Elly.
“Sory Ell, ada apa?” tanyaku sebelum fokus kembali pada layar dihadapanku.
“Bos baru akan datang sebentar lagi. Aku rasa memang dia sudah ada dikantor dari pagi tapi tertahan di HRD. Biasalah Mbak Susi kan emang suka ngobrol,” jelas Elly yang aku dengarkan sekilas.
“Oh begitu,” balasku cuek.
“Dan kuharap saat dia datang kau jangan melamun oke,” tuturnya mengingatkanku.
“Iya Ell,” aku mengangguk singkat.
“Lagipula kenapa kau sepagi ini sudah melamun heh?” tanyanya membuatku mengalihkan perhatian padanya.
“Ah tidak, aku hanya belum sarapan pagi tadi,” jawabku menyengir.
“Hah memang sarapan berpengaruh besar pada konsentrasi. Apa perlu aku pesankan teh atau kopi pada OB?” tanyanya menawarkan.
“Ah tidak biar aku sendiri saja,” tolakku halus.
“Hem baiklah,” lalu dia menghilang di balik kubikelnya.
Pikiranku bercabang antara pekerjaan dan pertunanganku. Bahkan aku belum tahu, seperti apa rupanya. Tapi Ibu dengan mudahnya menyetujui hufft. Aku benar-benar merasa dilema. Tapi kalau memang dulu aku mengenalnya, kurasa akan mudah bila rencana itu dibatalkan saja. Toh setelah bertunangan, kita tidak serta merta menikah. Masih ada pendekatan yang harus dijalani. Iya sepertinya aku tidak perlu kawatir. Ayo Tika semangat, ucapku menyemangati diri sendiri.
Hari- hari berjalan begitu cepat. Kini tinggal menunggu esok hari, untuk acara pertunangan itu. Benar, aku sudah sampai dirumah sejak semalam. Agar dihari minggu, aku dapat berpenampilan lebih fress. Di pagi ini Ibu mulai memasak, dengan berbagai macam yang entah akupun tidak tahu namanya. Ibu hanya berpesan padaku. untuk tampil sopan dan anggun ketika acara nanti malam. Yang aku angguki seadanya.
Acara pertunangan ini hanya dihadiri oleh keluarga inti. Karena Ibu bilang biar di pernikahannya saja, yang mengundang seluruh keluarga agar dapat berkumpul. Sesuai instruksi dari Ibu.
Aku merawat diri dengan perawatan yang sudah aku beli sebelumnya. Meskipun aku terkesan cuek. Tapi aku juga tidak mau mempermalukan Ibuku. dihadapan keluarga Om Gilang.
Katanya Ibu dia sudah menghubungi Ayah. Tapi Ayah tidak langsung bisa pulang. Karena pekerjaan yang belum selesai di Singapura. Alangka kesepiannya jadi Ibuku, jika Ayah bertugas. Tapi tumben saja Ayah tidak mengajak Ibu serta. Biasanya mereka selalu berdua, tak pernah terpisah. Apa karena acara ini hem pikirku. Aku mulai berpikir Ibu sudah tahu, perihal ini sejak lama. Hah daripada aku berprasangka yang macam-macam. Lebih baik aku tanyakan langsung pada ibu.
Aku usaikan sesi perawatanku. Kemudian mulai memakai gaun yang sudah disiapkan oleh Ibu. Setelah aku berkaca, ya lumayan lah pilihan Ibuku ini, memang tidak mengecewakan.
Tentang diriku kalian jangan salah. Walau aku ini tipe yang pendiam dan cuek, bukan berarti aku juga cuek dengan penampilan. Aku termasuk orang yang memperhatikan penampilan sehari-hari, apalagi ketika bekerja. Meskipun banyak yang kode, bahkan menyatakan perasaannya padaku. Tetapi aku bukan orang yang mudah tertarik, pada lawan jenis. Bisa dibilang aku punya kriteria sendiri, untuk orang yang aku sukai.
Kembali ke acara, jam sudah menunjukkan pukul 6 malam. Aku sudah pakai segala lotion, yang memanjakan kulit dilanjutkan merias diri. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ibu sudah memanggilku dari 5 menit yang lalu. Aku berkaca sekali lagi untuk memastikan, tidak ada yang kurang. Setelah merasa cukup, aku beranjak keluar kamar turun ke lantai bawah.
“Ah akhirnya anak Ibu turun juga. Ini Win yang dulu suka main sama Rengga,” kata ibu menyambutku. Aku melangkah menghampiri Ibu diruang tamu. “Yuk Bell sini duduk sebelah Ibu,” ucapnya menepuk tempat disisinya. Aku dudukan diriku disebelah beliau, masih dengan menundukan kepala. Aku tidak berani manatap tamu Ibu. Karena malu diperhatikan sedemikian rupa. Dari aku berjalan hingga duduk disebelah ibu. “Bagaimana Rengga, kamu sudah mengenalinya kan?” Tanya seorang wanita, yang kuperkirakan Tante Winda. Kemudian aku tak mendengar jawaban dari yang ditanya. “Oke Mbak Rita, sepertinya langsung saja ke inti acara ini,” tukas seorang pria. “Ma tolong cic
POV Rengga “Lihat Win, anak kita sudah cocok kan bersanding dipelaminan,” seru Tante Rita senang. “Benar mbak, bagaimana kalau sekalian kita tentukan tanggal pernikahannya Pa?” “Bagaimana kalau 2 minggu dari sekarang Mbak. Tidak baik terlalu lama menunda niat baik. Lebih baik kita percepat saja bukan begitu Ma,” aku memasang wajah tenang, walau dalam hati aku bersorak. “Iya Mbak, Bagaimana?” aku lirik Tante Rita sekilas. “Kalau aku sih, setuju-setuju saja Win sebagai orang tua. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk anakku,” ujarnya disertai senyum tipis, me
POV Bella Setelah selesai membantu Ibu beres-beres dan mengantar keluarga om gilang sampai depan. Aku langsung kembali ke kamar mengistirahatkan badan dan jantungku, yang sampai sekarang masih berdetak tak beraturan saat didekat Rengga. Hufft padahal kami baru bertemu sekali, tapi kenapa aku selalu gugup didekatnya. Apalagi ketika dia menatapku dalam. Tatapannya itu jujur saja dapat menenggelamkan akan pesonanya. Segera kutepis pikiran-pikiran itu, tak kusangka ternyata diluar ekspektasi. Rengga bahkan dapat meluluhkanku hanya dengan tatapannya. Aku segera beranjak kuruang ganti, berganti baju, cuci muka dan tidur. Tenang Bella besok kamu masih harus bekerja seperti biasa hufft. Aku lihat pan
POV Rengga Setengah jam tak terasa. Disinilah aku menunggu Bella di lobi kantor. Seperti yang sudah aku janjikan tadi. Tak lama dia datang menghampiriku “Mas sudah lama menunggu?” tanyanya. “Belum lama Bell. Ayo,” aku langkahkan kakiku mendahuluinya. Aku masih menghindari gosip yang miring. Walau aku sebenarnya tidak peduli. Tapi yang kupedulikan adalah gadis dibelakangku. Dia harus merasa nyaman disisiku, jangan sampai dia takut dan menjauhiku. Itu mimipi buruk. Aku bukakan pintu untuknya. Dia merasa canggung, meski sudah kubuat sesantai mungkin.
POV Bella Setelah acara selesai, aku kemudian langsung dibawa ke rumah Mas Rengga. Baru aku sadari kalau selama ini. Dia tidak pernah pulang kerumah orang tuanya, melainkan rumahnya sendiri. Sebenarnya aku terkejut, ketika Ibu sudah menyiapkan semua keperluanku. Jadi sekarang, aku akan menghabiskan waktu disini. Dirumah ini. Mas Rengga pamit untuk membersihkan diri di kamar lain. Karena kamar mandi di kamarnya, baru saja aku pakai. Aku yang sudah segar setelah mandi. Ingin segera membereskan baju, untuk kurapihkan diruang ganti. Tapi sebelum itu, pintu terbuka. Tampaklah Mas Rengga dengan kaos oblong dan celana pendeknya. Rambutnyapun, masih basah khas orang selesai mandi. Dia kemudian segera menghampiriku, yang masih terpekur menatapnya. “Kenapa menatap Mas sep
POV Rengga Aku buka mata perlahan. Ternyata aku tidak bermimpi soal semalam, memang kenyataan. Didepanku adalah bidadari yang sudah dikirimkan tuhan untukku. Lama aku menatapnya. Aku lihat dia menggeliat didalam pelukanku. Bergerak menggesek juniorku, yang entah kapan sudah menegang. Berusaha diam, tapi aku sudah tak tahan. Akhirnya, aku tenggelamkan juniorku didalam vagina Bella hati-hati. Dia berangsur bangun, karena pergerakanku didalamnya. “Mas...” erangnya. “Ah..” “Iya sayang, maaf membuatmu terbangun,” Aku tambah kecepatan hujamanku. “Ah, ah, ah...” desahnya. Suara kecipak benturan tubuh mengiringi pagi kami. Semakin kasar pe
POV Bella. Setelah beberapa hari cuti, aku mulai bekerja seperti biasa. Bedanya hanya, sekarang aku tidak lagi berangkat ke kantor sendirian. Mas Rengga sempat menyinggung soal bulan madu. Tapi kemudian dia berkata, kalau masih terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk. Aku mewajarinya dan tidak memaksa. Karena aku juga tidak begitu tertarik, dengan yang namanya bulan madu. Sekarang sebagai seorang istri. Tugasku bertambah, dari mulai menyiapkan makan, keperluannya, hingga urusan ranjang. Sebenarnya aku tidak merasa terbebani. Hanya saja, menuruti nafsu Mas Rengga. Yang aku pikir, sedang menggebu setelah menikah. Begitu memforsir jam tidurku. Kadang aku berpikir, kenapa dia bisa jadi sekuat
POV Bella Tak terasa kandunganku sudah menginjak usia 20 minggu. Sebulan yang lalu, Dokter Andre berkunjung. Dia tetap memberikan resep yang sama padaku. Sekarang aku rasa kandunganku, seperti berusia 28 minggu sudah besar dan bulat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengandung bayi kembar. Tak heran, mengapa ukuran perutku yang besar, tidak seperti kehamilan biasanya. Aku sudah merasakan tendangan-tendangan. Seringnya itu sulit membuatku tertidur nyenyak. Apalagi semenjak bulan ke-empat. Mas Rengga seperti orang kesetanan, yang ingin selalu bercinta. Selagi aku masih mampu. Aku tak akan menolak keinginannya. Namun seringkali sampai membuatku tak sadarkan diri. Dia masih dengan asiknya memasukiku.