Hari ini adalah hari pertama setelah masa orientasi siswa berakhir. Haikal yang terbangun pagi itu langsung menatap kalender di kamarnya. Sebuah senyuman langsung menghiasi wajahnya.
Kini ia sudah duduk di bangku SMA.
Sepanjang perjalanannya ke sekolah ia habiskan dengan melamun, seperti apa kehidupan SMA-nya nantinya, dan seperti apa teman-teman yang menantinya untuk seru-seruan bersamanya...
"Mas, di sini ya?" Suara driver ojol mengagetkannya.
"Eh, oh iya pak! Terimakasih ya," Haikal terbuyarkan dari lamunannya, ia segera turun dan membayar driver ojol tersebut.
Lorong kelas X itu penuh sesak dengan anak-anak baru yang berhamburan mencari kelasnya masing-masing. Haikal yang tidak terlalu tinggi (dia mengakui itu sendiri) hanya sekitar 163cm mau tidak mau harus berjinjit untuk melihat kertas berisikan daftar siswa yang ditempelkan di jendela setiap kelas X. Ia mendongak setinggi-tingginya, menghindari kerumuman anak-anak lain yang mengerubungi setiap daftar siswa tersebut.
Ia menghembuskan nafas, lalu berjinjit-jinjit lagi.
X-D, di mana ya...
Sepertinya tidak ada di sini. Haikal mengecek kelas lain.
Nah ini dia. Haikal dengan senang berjalan menuju kelasnya.
Di tengah lorong sebelum kelasnya ia melewati beberapa anak yang bersenda gurau sampai agak menutupi jalan.
"Ehm, permisi kak..." Haikal meminta izin lewat.
"Oh iya, silakan...," salah satu dari mereka menjawab.
Haikal tersenyum sekadarnya, lalu lewat. Tapi kalau ia tidak salah kira, salah satu anak tadi terus menatapinya.
Ia pura-pura tidak tahu. Mungkin nanti kalau bertemu lagi, ia akan melanjutkan untuk berkenalan.
Tetapi tiba-tiba...
Salah satu anak tadi menghampirinya.
"Kelasmu di sini ya?"
"Eh, iya kak.... E-perkenalkan... sa-"
"Silakan masuk..." Omongan Haikal terputus karena anak laki-laki itu langsung membukakan pintu kelas untuknya. Ia menyengir lebar memamerkan giginya yang rapi.
"Terimakasih."
"Iya, sama-sama!" Aneh sekali, ia menjawabnya dengan suara yang sepertinya sengaja dikeraskan. Cengiran itu masih menghiasi wajahnya.
Haikal memasuki kelas dan mencari bangku yang nyaman. Ia memilih duduk di sebelah anak laki-laki yang sedang bermain gim di smartphone-nya.
Anak laki-laki itu mendongak dan senyum canggung, kemudian mempersilakan Haikal duduk. Ia langsung fokus memainkan gim-nya lagi karena permainan online tidak bisa di-pause
Untuk sejenak Haikal melamun lagi, sambil menunggu siswa-siswi lain datang memenuhi kelas.
Sedangkan anak yang membukakan pintu tadi berlalu bersama gengnya sambil tertawa-tawa geli. Salah satunya temannya sempat menoleh ke arahnya sekilah lalu kembali tertawa-tawa lagi. Haikal mengerutkan kening. Emangnya kakak itu kenapa?
"Ah, kalah! Sial." Anak di sebelahnya tiba-tiba berseru.
"Eh, hai. Aku Jibril." Cowok berkacamata tebal dan bermata kecil namun bulat itu menyingkap jaket atas meja yang menutupi lengannya, lalu mengulurkan tangan.
"Haikal." Ia membalas jabat tangannya.
"Rumahmu di mana?"
"Agak jauh sih, mengkin sekitar setengah jam dari sini. Di daerah D****."
"Wah jauh ya! kalau aku di gang situ," Jibril menunjuk ke luar jendela belakang sekolah, ke arah perkampungan di belakang sekolah.
"Haha, dekat sekali ya, enak."
"Iya, makanya aku daftar ke sini hehe... kalau kamu kenapa daftar ke sini?"
"Aku...."
Untuk sesaat Haikal terdiam. Lalu menjawab, "ada kakak kelas yang di sini juga..."
☁
Flashback....
"Mas, nanti SMA nya mana?" tanya Haikal pada Sulaiman.
"Nih," Sulaiman menunjukkan sebuah brosur kepada Haikal.
Jauh sekali... pikir Haikal. Tapi entah bagaimana caranya Haikal harus tetap bersekolah di sekolah yang sama dengan Sulaiman.
"Mau di situ juga?"
"Kalau Mas Iman di sini ya aku mau di sini juga Mas."
Sulaiman tersenyum lalu mengacak-acak rambut Haikal. "Iya nanti kubantu."
Haikal ikut tersenyum, namun berubah jadi meringis kesakitan akibat memar di bibirnya yang baru saja ia dapat.
Mereka sedang berada di kantin. Haikal baru saja keluar dari UKS melewati jam pelajaran pertama akibat aksi bullying yang ia dapat saat sebelum bel masuk. Ia mendapat pukulan di area bibirnya.
Untungnya Sulaiman datang dan menyelamatkannya.
Setelah itu ia melewati pelajaran pertama dengan berbaring di UKS, dan baru keluar pas jam istirahat.
"Masih sakit ya?"
"Sedikit, mas."
"Makannya pelan-pelan." Kata Sulaiman sambil membenarkan balutan gips di sudut bibir Haikal, lalu menyuap sesendok soto ke mulut Haikal.
Flashback off.
☁
Jam pertama pelajaran diisi dengan perkenalan masing-masing anak di kelas dan juga guru yang mengisi kelas tersebut.
"Oke, sudah semua ya. Giliran saya yang memperkenalkan diri, nama saya Imam Santoso, guru Bahasa Indonesia..."
Sosoknya sangat teduh dan berwibawa. Rautnya sudah tidak muda lagi, namun tetap terlihat tegap dan berkharisma. Namun sayangnya Pak Imam berkata bahwa tak lama lagi ia akan pensiun, karena ia sudah mengajar di sekolah tersebut selama lebih dari 30 tahun.
☁
Jam istirahat pun juga lagi-lagi dipenuhi oleh anak-anak baru. Haikal yang berada di kerumunan jadi bingung mau makan apa. Kemudian ia melihat Jibril. Ia pun mendekat.
"Mau makan apa, Ril?"
"Mie rebus aja."
"Yaudah aku juga deh."
"Oke. BUUUUU MIE SOTO NYA DUA YAAAA!"
Sontak Jibril pun mendadak jadi pusat perhatian karena suaranya yang mengagetkan. Haikal pun juga kaget.
"Iya, mas. Bentar ya...."
Setelah makan, Haikal menuju toilet. Tetapi tiba-tiba seseorang menghalanginya.
Dia adalah anak yang sama waktu di lorong sebelum bel masuk tadi. Masih dengan cengiran lebarnya.
Haikal bergeser ke kiri. Orang itu juga.
"Ehm... mau lewat kak."
"Oh iyah, silakan." Tetapi tetap saja anak itu juga ikut bergeser saat Haikal bergeser.
"Ada apa ya kak?"
"Wkwkw... gapapa. Uangmu jatuh tuh." jawabnya sambil menunjuk lantai.
Haikal melihat lantai. Tidak ada apa-apa di sana.
Tawa orang itu meledak.
"Jangan lupa cebok ya!" Serunya lalu berlalu bersama gengnya yang ternyata sedang menunggu di belakang.
Meraka tertawa-tawa di sepanjang lorong dan kalau Haikal tidak salah dengar, salah seseorangnya berkata 'ikut ngeliatin njirrr dia.'
Ia merasa dijahili oleh anak-anak itu. Ia pun jadi risih. Kenapa dengan anak itu?
☁
Selama jam istirahat tadi Haikal tidak berhasil menemukan kelas Sulaiman, maka jam pulang ini ia memcoba mencarinya kembali.
Ini dia! Kelas XII IPA 2. Namun sosok yang dicarinya tetap tidak ketemu. Hanya ada beberapa anak perempuan yang sedang bergosip di meja pojok dekat jendela.
"Cari siapa, dek?"
"Mas Sulaiman, mbak."
"Ohh... di ruang band dek. Tau gak tempatnya?"
"Di mana mbak?"
"Lantai satu, dek. Kamu lurus aja sampe parkiran sepeda, trus belok kiri."
"Makasih mbak."
Dengan semangat ia melangkahkan kakinya menuju ruang band. Sayup-sayup terdengar alunan piano yang merdu seiring dengan langkahnya ke sana.
Haikal mengintip dari sudut pintunya yang berbahan kaca.
Sulaiman di sana. Sedang memainkan keyboard dengan sangat pandai. Sepuluh jarinya bergerak dengan lembut dan lihai, membuat siapa saja yang melihatnya akan terkesima.
Di sebelahnya, seorang siswi sedang bernyanyi dengan membawa kertas dan microphone di tangannya. Diiringi juga oleh drummer dan gitaris di sudut belakang.
Sulaiman melihat ke arahnya. Haikal pun terkesiap. Ia langsung bersembunyi di balik tembok.
"Ya, siapa?"
Haikal jadi deg-degan. Sudah beberapa tahun ia tidak bertemu dengannya, dan ini akan jadi pertama kalinya...
Kabur tidak, ya?
Lah, kok malah jadi pengen kabur sih?
Belum selesai Haikal berkutat dengan pikirannya, pintu sudah terbuka.
"Eh, Haikal. Halo, apa kabar?" Sulaiman tersenyum dan mengulurkan tangan.
Haikal senyum canggung. "Iya Mas, baik."
"Lama gak ketemu ya? Sini masuk."
Haikal pun duduk di kursi yang disediakan Sulaiman. Tepat di depan posisi keyboard-nya.
"Mau pulang bareng? Bentar ya, aku mau latihan buat demo ekskul dulu."
"Iya mas, santai aja."
Band pun mulai memainkan lagunya lagi. Haikal menonton dengan takjub.
Setelah memainkan beberapa lagu, temannya bersiap-siap untuk pulang. Tetapi Sulaiman masih di tempatnya.
"Gak pulang, mas?"
"Aku belum selesai."
"Dia juga mau solo piano katanya," kata si siswi yang tadi bernyanyi. "Duluan ya, Man."
"Yo, hati-hati."
Dan setelah itu Sulaiman memainkan keyboard lagi. Alunannya sangat merdu, bikin baper siapa saja yang mendengarnya. Wajah seriusnya yang tampan, dengan tinggi hampir 180cm membuatnya terlihat sangat memesona.
Haikal terus mendengarkan tanpa bosan sehingga tidak sadar kalau sudah sore.
"Udah sore nih, kamu gak pulang?"
"Kan mau bareng sama Mas Iman."
"Hm tapi aku masih agak lama nih. Kamu duluan deh."
"Yahh... udah besok aja latihannya. Pulang yuk."
"Nanggung Kal. Kangen banget ya? Besok kan masih ketemu." Sulaiman tertawa begitu melihat rona di pipi Haikal.
"Yaudah deh."
☁
Haikal merogoh koceknya, masih cukup beberapa ribu untuk pulang ke rumah naik ojol. Namun seseorang dengan cepat merebut uang tersebut.
Lagi-lagi anak yang tadi. Ada masalah apa sih dengan orang ini?
"Aku haus nih. Pinjem ya buat beli minum."
Haikal sontak langsung berusaha mengambil uang itu lagi. "Kak, itu buat pulang kak."
Tapi Haikal kalah fisik. Anak itu bertubuh tinggi, sekitar 174cm.
Kaus basket yang dipakainya basah karena keringat, membuat Haikal merasa sedikit jijik jika dengan merebut uang itu kembali ia harus jadi dekat-dekat dengannya.
"Ini uangmu kan? ayo ambil." Anak itu menggodanya lagi.
Haikal geram. Ia melompat lagi untuk meraih uang itu, tapi ia kesandung lalu jatuh ke tanah. Dagunya menghantam tanah lapangan.
"Firdaus! Ayo main lagi!" Seru seseorang di kejauhan.
"Oke." jawabnya. Ia lalu menjatuhkan uang itu di dekat Haikal, lalu pergi.
Sambil meringis Haikal mencoba bangun. Ia merasa sangat dipermainkan pada awal masa SMA-nya.
Haikal's POVFirdaus... namanya Firdaus...Apa ia pernah mengenalku sebelumnya?Kenapa ia melakukan hal itu padaku?Malamnya aku jadi tidak bisa tidur. Aku terus memikirkannya. Sesekali meraba daguku yang masih sakit karena menghantam tanah beton tadi sore.Aku mencoba mengingatnya namun aku tak juga mendapat pencerahan siapa dia.Alhasil paginya aku masih mengantuk. sepanjang perjalanan ke sekolah aku sering menguap.Dan... aku bertemu dengannya lagi."Woaduh... ada yang masih ngantuk nih..." Firdaus membercandai lagi, sambil bersandar pada balkon."....kenapa kak?" aku juga tidak tahu kenapa aku reflek menjawab perkatannya."Eh... aku gapapa kok! Makasih ya, perhatian banget sih kamu."Setelah berkata begitu ia tertawa-tawa dengan geng-nya lagi.Puk! sebuah tangan menepuk pundakku.
Author's POVHaikal keinget terus sama kejadian kemarin malam, saat ia memblokirnya. Ia tahu ia cowok yang seharusnya tidak takut. Tapi ia juga malas saja kalau pagi-pagi sudah berkelahi atau cari masalah, atau semacam itu.Maka ia tetap berjaga jarak. Ia memilih lewat jalan lain untuk mencapai kelasnya, daripada bertemu dengan Firdaus itu lagi.Bruk!Kaki Haikal dijegal, ia terjatuh ke lantai lorong antar kelas dengan posisi yang sama pada waktu di lapangan basket. Dagunya pun sakit lagi.Terlebih lagi ia belum sarapan, maka pandangannya sedikit berkunang-kunang.Padahal ia sudah lewat jalan lain, tapi kenapa Firdaus tetap mengetahuinya? Lebih tepatnya, kenapa tetap mencari masalah dengannya?"Tumben lewat perpustakaan? Gak lewat Lab Bahasa kayak biasanya," Kata Firdaus yang melihat Haikal sedang berusaha untuk berdiri.Haikal sudah ber
Author's POVHari Senin pagi. Murid-murid tengah mendengarkan amanat dari pembina upacara."...Setelah ini kelas akan ditiadakan khusus hari ini, dan akan digantikan oleh demo ekstrakulikuler yang akan ditampilkan oleh kakak-kakak kelas 11 dan 12. Bagi siswa dan siswi baru, selamat menyaksikan." Demikian amanat pembina upacara menutup pidatonya dan segera diiringi oleh teriakan ricuh dari murid-murid, termasuk Haikal dan Jibril.SMA tersebut adalah Sekolah Islam yang cukup tersohor di kota tersebut. Tidak hanya berfokus pada pendidikan agama namun juga terus mengasah bakat para muridnya dalam bidang non akademis, jadi tidak heran bila banyak pula orangtua yang ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah ini.Begitu banyak ekstrakulikuler yang disediakan oleh sekolah ini untuk menunjang muridnya dalam mengasah bakat. Selain Paskibra dan Pramuka, ada juga PMR, Jurnalis, Theater, Band, Futs
Siang itu sangat terik. Kelas X-D yang baru saja selesai pelajaran olahraga sejam jam 10 tadi menampilkan murid-muridnya yang tampak keletihan, mereka berjalan gontai memasuki gerbang utama setelah berlari mengelilingi sekolah. Beberapa di antara mereka langsung menuju ke kantin, namun ada juga yang mengistirahatkan diri mereka di bangku taman, atau berselonjor di depan koperasi sekolah.Haikal dan Jibril memilih melepas penat di teras Mushola.Namun si cowok berkacamata masih sempat saja mengeluarkan ponselnya, lalu memainkan permainan online.Beberapa saat kemudian terdengar suara microphone mushola yang dites, pertanda sebentar lagi akan adzan dhuhur.Murid-murid juga mulai berdatangan ke sana, membuat Haikal dan Jibril beranjak dari tempat mereka lalu pindah ke bawah pohon belimbing yang rindang di samping mushola tersebut."Ril.""Ye."
Haikal's POVAku masih tak percaya aku ada di sini. Di dalam mobil bersama dengan seseorang yang beberapa waktu lalu pernah membully-ku... dan hampir saja membuatku terluka.Dan lebih gilanya lagi, aku mau-mau saja ditraktir makan olehnya tadi. Mana tadi aku makannya habis banyak pula...Harusnya aku tadi makan dulu di rumah!Eh, memang niatnya sih sekalian makan juga tadi sama Jibril. Gaktaunya malah ni orang dateng.Dan kini... Oh iya! Aku bahkan belum memberitahu alamat rumahku ke dia."Ehm-"Ia melirikku sekilas dan menaikkan alisnya tanda menungguku berbicara.Tapi... aku malah jadi terdiam dibuatnya. Lidahku jadi kelu.Hening lagi jadinya.Sampai dia menjawab, "Apa?""Kakak udah tau alamatku?""....Belum.""Kenapa engga tanya?"
Author's POVFlashback...Hujan lebat mengguyur sebuah kota sore hari itu. Kampung kecil yang biasanya banyak anak-anak bermain, hari ini tak terlihat seorangpun. Rupanya hujan yang mengguyur sejak pagi membuat warga kampung enggan beranjak dari rumah masing-masing.Sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an di kampung tersebut juga dihadiri oleh lebih sedikit anak-anak kali ini akibat hujan lebat. Dari total puluhan anak, hari ini hanya nampak tujuh orang saja. Maka kegiatan mengaji hari itu pun selesai lebih awal dari biasanya.Haikal dan anak-anak lain yang hadir pada hari itu, dan juga dua orang pengajar, duduk di ruang depan sambil menatap hujan yang tak henti-hentinya mengguyur. Meskipun mereka telah selesai dalam kegiatan belajar-mengajarnya, pengajar mereka tetap menyuruh mereka di tempat sampai hujan sudah cukup reda.Haikal yang berusia 10 tahun menghela napas bosan. Ia beralih memandangi jalanan y
Seperti yang ia pikirkan sebelumnya bahwa ia akan berbicara langsung pada Firdaus, maka selama pelajaran Bahasa Indonesia ia selingi dengan menyusun rencana untuk mengajak Firdaus bertemu.Ia akan menunggu saat yang tepat untuk bertatap muka dengan Firdaus. Kemudian ia akan menanyakan semuanya, kenapa ia suka mengganggunya, apa motivasinya, dan apa yang membuatnya tiba-tiba menghentikan aksinya.Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan mengikuti setelah ia tahu jawabannya.Saat pulang sekolah, ia melihat Firdaus, Rexi dan Aldo berjalan di lorong kelas. Ia pun memanggilnya."Hei, Firdaus."Cowok itu menoleh sesaat, lalu lanjut berjalan lagi seolah tak acuh."Heii, Fir! Sombong amat sih."Lorong kelas cukup sepi setelah anak-anak lain telah berhamburan pulang, jadi teriakannya tak terlalu memancing perhatian.Haikal terus berbicara dalam keadaan menge
Haikal's POVHari ini, untuk pertama kalinya setelah aku jadi siswa SMA, aku akhirnya bisa istirahat bareng Mas Iman. Sebelum-sebelumnya aku hampir tak pernah bertemu dengannya selain sepulang sekolah. Itu pun juga aku yang mencarinya.Jibril tak ikut makan bersamaku di sini. Ia membawa bekal dan memakannya di kelas.Sambil menikmati semangkuk soto yang kupesan aku mengobrol ringan dengan Mas Iman. Mas Iman bercerita tentang prestasinya dalam bidang seni, ia berkata ia memenangkan lomba di festival band antar SMA, bahkan dengan lagu yang band-nya ciptakan sendiri. Kemudian ia dan band-nya juga diundang untuk mengisi acara ulang tahun sekolah lain pada tahun yang sama, itu membuatku sangat bangga.Aku terkesima menyimak cerita-cerita itu sampai tak sadar aku mendiamkan sotoku. Kalau tak diingatkan Mas Iman kalau sotoku akan cepat dingin, aku mungkin tetap lupa untuk memakannya.Saat kulihat meja di b
Haikal's POVHari ini, untuk pertama kalinya setelah aku jadi siswa SMA, aku akhirnya bisa istirahat bareng Mas Iman. Sebelum-sebelumnya aku hampir tak pernah bertemu dengannya selain sepulang sekolah. Itu pun juga aku yang mencarinya.Jibril tak ikut makan bersamaku di sini. Ia membawa bekal dan memakannya di kelas.Sambil menikmati semangkuk soto yang kupesan aku mengobrol ringan dengan Mas Iman. Mas Iman bercerita tentang prestasinya dalam bidang seni, ia berkata ia memenangkan lomba di festival band antar SMA, bahkan dengan lagu yang band-nya ciptakan sendiri. Kemudian ia dan band-nya juga diundang untuk mengisi acara ulang tahun sekolah lain pada tahun yang sama, itu membuatku sangat bangga.Aku terkesima menyimak cerita-cerita itu sampai tak sadar aku mendiamkan sotoku. Kalau tak diingatkan Mas Iman kalau sotoku akan cepat dingin, aku mungkin tetap lupa untuk memakannya.Saat kulihat meja di b
Seperti yang ia pikirkan sebelumnya bahwa ia akan berbicara langsung pada Firdaus, maka selama pelajaran Bahasa Indonesia ia selingi dengan menyusun rencana untuk mengajak Firdaus bertemu.Ia akan menunggu saat yang tepat untuk bertatap muka dengan Firdaus. Kemudian ia akan menanyakan semuanya, kenapa ia suka mengganggunya, apa motivasinya, dan apa yang membuatnya tiba-tiba menghentikan aksinya.Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan mengikuti setelah ia tahu jawabannya.Saat pulang sekolah, ia melihat Firdaus, Rexi dan Aldo berjalan di lorong kelas. Ia pun memanggilnya."Hei, Firdaus."Cowok itu menoleh sesaat, lalu lanjut berjalan lagi seolah tak acuh."Heii, Fir! Sombong amat sih."Lorong kelas cukup sepi setelah anak-anak lain telah berhamburan pulang, jadi teriakannya tak terlalu memancing perhatian.Haikal terus berbicara dalam keadaan menge
Author's POVFlashback...Hujan lebat mengguyur sebuah kota sore hari itu. Kampung kecil yang biasanya banyak anak-anak bermain, hari ini tak terlihat seorangpun. Rupanya hujan yang mengguyur sejak pagi membuat warga kampung enggan beranjak dari rumah masing-masing.Sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an di kampung tersebut juga dihadiri oleh lebih sedikit anak-anak kali ini akibat hujan lebat. Dari total puluhan anak, hari ini hanya nampak tujuh orang saja. Maka kegiatan mengaji hari itu pun selesai lebih awal dari biasanya.Haikal dan anak-anak lain yang hadir pada hari itu, dan juga dua orang pengajar, duduk di ruang depan sambil menatap hujan yang tak henti-hentinya mengguyur. Meskipun mereka telah selesai dalam kegiatan belajar-mengajarnya, pengajar mereka tetap menyuruh mereka di tempat sampai hujan sudah cukup reda.Haikal yang berusia 10 tahun menghela napas bosan. Ia beralih memandangi jalanan y
Haikal's POVAku masih tak percaya aku ada di sini. Di dalam mobil bersama dengan seseorang yang beberapa waktu lalu pernah membully-ku... dan hampir saja membuatku terluka.Dan lebih gilanya lagi, aku mau-mau saja ditraktir makan olehnya tadi. Mana tadi aku makannya habis banyak pula...Harusnya aku tadi makan dulu di rumah!Eh, memang niatnya sih sekalian makan juga tadi sama Jibril. Gaktaunya malah ni orang dateng.Dan kini... Oh iya! Aku bahkan belum memberitahu alamat rumahku ke dia."Ehm-"Ia melirikku sekilas dan menaikkan alisnya tanda menungguku berbicara.Tapi... aku malah jadi terdiam dibuatnya. Lidahku jadi kelu.Hening lagi jadinya.Sampai dia menjawab, "Apa?""Kakak udah tau alamatku?""....Belum.""Kenapa engga tanya?"
Siang itu sangat terik. Kelas X-D yang baru saja selesai pelajaran olahraga sejam jam 10 tadi menampilkan murid-muridnya yang tampak keletihan, mereka berjalan gontai memasuki gerbang utama setelah berlari mengelilingi sekolah. Beberapa di antara mereka langsung menuju ke kantin, namun ada juga yang mengistirahatkan diri mereka di bangku taman, atau berselonjor di depan koperasi sekolah.Haikal dan Jibril memilih melepas penat di teras Mushola.Namun si cowok berkacamata masih sempat saja mengeluarkan ponselnya, lalu memainkan permainan online.Beberapa saat kemudian terdengar suara microphone mushola yang dites, pertanda sebentar lagi akan adzan dhuhur.Murid-murid juga mulai berdatangan ke sana, membuat Haikal dan Jibril beranjak dari tempat mereka lalu pindah ke bawah pohon belimbing yang rindang di samping mushola tersebut."Ril.""Ye."
Author's POVHari Senin pagi. Murid-murid tengah mendengarkan amanat dari pembina upacara."...Setelah ini kelas akan ditiadakan khusus hari ini, dan akan digantikan oleh demo ekstrakulikuler yang akan ditampilkan oleh kakak-kakak kelas 11 dan 12. Bagi siswa dan siswi baru, selamat menyaksikan." Demikian amanat pembina upacara menutup pidatonya dan segera diiringi oleh teriakan ricuh dari murid-murid, termasuk Haikal dan Jibril.SMA tersebut adalah Sekolah Islam yang cukup tersohor di kota tersebut. Tidak hanya berfokus pada pendidikan agama namun juga terus mengasah bakat para muridnya dalam bidang non akademis, jadi tidak heran bila banyak pula orangtua yang ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah ini.Begitu banyak ekstrakulikuler yang disediakan oleh sekolah ini untuk menunjang muridnya dalam mengasah bakat. Selain Paskibra dan Pramuka, ada juga PMR, Jurnalis, Theater, Band, Futs
Author's POVHaikal keinget terus sama kejadian kemarin malam, saat ia memblokirnya. Ia tahu ia cowok yang seharusnya tidak takut. Tapi ia juga malas saja kalau pagi-pagi sudah berkelahi atau cari masalah, atau semacam itu.Maka ia tetap berjaga jarak. Ia memilih lewat jalan lain untuk mencapai kelasnya, daripada bertemu dengan Firdaus itu lagi.Bruk!Kaki Haikal dijegal, ia terjatuh ke lantai lorong antar kelas dengan posisi yang sama pada waktu di lapangan basket. Dagunya pun sakit lagi.Terlebih lagi ia belum sarapan, maka pandangannya sedikit berkunang-kunang.Padahal ia sudah lewat jalan lain, tapi kenapa Firdaus tetap mengetahuinya? Lebih tepatnya, kenapa tetap mencari masalah dengannya?"Tumben lewat perpustakaan? Gak lewat Lab Bahasa kayak biasanya," Kata Firdaus yang melihat Haikal sedang berusaha untuk berdiri.Haikal sudah ber
Haikal's POVFirdaus... namanya Firdaus...Apa ia pernah mengenalku sebelumnya?Kenapa ia melakukan hal itu padaku?Malamnya aku jadi tidak bisa tidur. Aku terus memikirkannya. Sesekali meraba daguku yang masih sakit karena menghantam tanah beton tadi sore.Aku mencoba mengingatnya namun aku tak juga mendapat pencerahan siapa dia.Alhasil paginya aku masih mengantuk. sepanjang perjalanan ke sekolah aku sering menguap.Dan... aku bertemu dengannya lagi."Woaduh... ada yang masih ngantuk nih..." Firdaus membercandai lagi, sambil bersandar pada balkon."....kenapa kak?" aku juga tidak tahu kenapa aku reflek menjawab perkatannya."Eh... aku gapapa kok! Makasih ya, perhatian banget sih kamu."Setelah berkata begitu ia tertawa-tawa dengan geng-nya lagi.Puk! sebuah tangan menepuk pundakku.
Hari ini adalah hari pertama setelah masa orientasi siswa berakhir. Haikal yang terbangun pagi itu langsung menatap kalender di kamarnya. Sebuah senyuman langsung menghiasi wajahnya.Kini ia sudah duduk di bangku SMA.Sepanjang perjalanannya ke sekolah ia habiskan dengan melamun, seperti apa kehidupan SMA-nya nantinya, dan seperti apa teman-teman yang menantinya untuk seru-seruan bersamanya..."Mas, di sini ya?" Suara driver ojol mengagetkannya."Eh, oh iya pak! Terimakasih ya," Haikal terbuyarkan dari lamunannya, ia segera turun dan membayar driver ojol tersebut.Lorong kelas X itu penuh sesak dengan anak-anak baru yang berhamburan mencari kelasnya masing-masing. Haikal yang tidak terlalu tinggi (dia mengakui itu sendiri) hanya sekitar 163cm mau tidak mau harus berjinjit untuk melihat kertas berisikan daftar siswa yang ditempelkan di jendela setiap kelas X. Ia mendongak setinggi-tingginya, menghind